21. Lost

9.6K 1.3K 168
                                    

Satu persatu kakaknya itu mulai pergi meninggalkannya. Dan di sinilah Lisa. Di jalan kota Paris, berdiri tanpa seorang pun mendampinginya.

Berawal dari Jennie lalu di susul dengan Jisoo dan beberapa hari yang lalu Rosé pun akhirnya pulang ke Korea karena paksaan sang kakek yang tak berhenti menelfonnya sepanjang hari. Kakak ketiganya itu memang bersikukuh untuk tetap tinggal.

Tapi Lisa tak mau egois. Ia meminta Rosé untuk pulang dan melanjutkan perawatan luka tusuknya di Korea.

Mereka memang bersaudara, saling terikat dan menyayangi tapi mereka tetap memiliki kehidupan masing-masing. Begitu juga Lisa, yang sudah hampir 1 bukan ini menetap di Paris dengan terus menerus bersembunyi.

Seperti saat ini, gadis itu tengah berdiri menunggu lampu lalu lintas memperbolehkannya untuk menyebrangi jalan lengkap dengan masker dan topi yang menutupi wajahnya.

Chubby 언니

Jangan lupa makan dan minum obat.
Jangan nakal saat tak ada aku.
Jangan keluar jika tak terlalu penting.
Aku akan kembali secepatnya.
Aku menyayangi mu:)
09.21 PM

Nde, eonni. Nado saranghae~
09.21 PM
Read

Lisa menghela nafasnya panjang. Entah sudah berapa kali ia berbohong pada Rosé tentang keadaannya. Tak perlu jauh-jauh, contohnya seperti sekarang. Sudah jelas jika Rosé melarangnya keluar tapi ia malah keluyuran tanpa tujuan.

Entahlah mungkin setelah ini ia akan kembali ke hotel dan menetap di lounge sepanjang malam untuk menghabiskan beberapa botol wine.

Lampu berubah warna menandakan ia sudah di perbolehkan untuk menyeberang. Tapi siapa sangka seorang pria yang berdiri di seberang jalan itu berhasil membuat jantungnya berdegup kencang hanya dengan tatapan lurusnya.

Pria tinggi dengan rambut hitam dan wajah tanpa ekspresi. Pria yang ia temui beberapa tahun lalu dan menghilang. Pria yang dengan jelas mengutaran rasa ketidak sukaan atas dirinya.

"Jo-Jongin oppa?"

****

Kalau kebohongan punya rasa, menurut ku rasanya akan seperti besi berkarat ; pahit, tajam, memuakkan.

Dan dalam kurun waktu 23 tahun, Jennie sudah berulang kali menyicipinya. 

Gadis bermata kucing itu terdiam menatap foto yang menampilkan diri dan Lisa tengah tertawa lepas dengan wajah bahagia. Ia merindukan Lisanya dan itu sungguh membuat dadanya terasa sesak.

Dua minggu setelah ia pulang ke Korea tak penah lagi sosok gadis berponi itu terlihat di pandangannya, terkecuali dalam mimpi yang terus menghantuinya setiap malam. Suara yang selama 10 tahun ini selalu menyambutnya dengan hangat dan penuh kasih sayang itu,

Sungguh Jennie merindukannya.

Terkadang ingin rasanya ia terbang ke Paris saat itu juga, memeluk tubuh kurus Lisa dengan sejuta maaf yang tak berhenti ia ucapkan untuk adiknya itu.

Tapi lagi dan lagi, ego manusia itu terus membelenggunya. Mengikatnya dengan rantai tak kasat mata yang menyiksanya terus menerus "Jennie kau baik-baik saja?"

Gadis Lee itu tersentak dengan suara Hanbin. Pria dengan senyum manisnya itu berdiri di hadapannya dengan wajah khawatir "Sudah ku bilang lebih baik kau pulang. Hampir 1 minggu kau tidak pulang dan terus terjaga di UGD sepanjang malam. Istirahatlah."

Ya, katakanlah bahwa Jennie tengah melarikan diri. Ia menghindar untuk tidak bertemu dengan kedua saudarinya atau mungkin mendapati tatapan kecewa Yoona atas sikapnya belakangan ini.

Jennie tak sanggup untuk itu,

Jadi ia memilih tetap di rumah sakit selama hampir 1 minggu ini. Menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang membuat banyak dokter dan perawat di sana dapat bersantai karena pekerjaannya yang di renggut oleh Jennie.

"Kau masih marah pada adik mu? Kau tahukan manusia itu tak luput dari kesalahan. Sejak dulu kau tak pernah berubah Jennie, keras kepala, tapi aku tetap—"

"Ambulannya datang!"

Jennie segera berlari meninggalkan Hanbin yang nampak terkejut. Ambulan itu datang membawa korban kecelakaan lalu lintas setelah 15 menit yang lalu mendapatkan panggilan darurat.

"Wanita berumur 20 tahun, korban tabrak lari. Kehilangan banyak darah serta—"

Jennie tersentak dengan tangan yang reflek menurut mulutnya,

Gadis Lee itu terdiam menatap gadis dengan lumuran darah yang terbaring di dalam ambulan. Tapi bukan itu yang membuatnya terhenyak.

Sekelebat bayangan Lisa menyamarkan wajah gadis itu, poni yang menutupi hampir seluruh kening gadis itu seolah mengingatkannya pada sang adik dengan kejadian 10 tahun lalu dimana kondisi Lisa yang bahkan jauh lebih buruk dari gadis di hadapannya itu.

"Dokter kau baik-baik saja?" Tanya petugas ambulan di sampingnya itu.

"N-nde... cepat bawa dia ke masuk." Jawab Jennie yang masih terdiam di tempatnya. Matanya tak lepas menatap gadis berponi itu dengan tatapan sendu.

"Lisa... kau baik-baik saja kan, sayang? Kenapa hati eonni mendadak sakit, setiap kali mengingat mu."

****

Rosé terduduk dengan gelisah, matanya fokus menatap layar ponselnya. Mensecroll ratusan pesan mencari nama Lisa di antaranya.

Hasilnya nihil, tak ada satu pun pesan dari Lisa sejak 2 hari yang lalu. Kecuali pesan terakhir Lisa pada pagi itu.

Uri Olaf

Nde, eonni. Nado saranghae~
05.21 AM

Ia tak tahu apa yang terjadi pada Lisa. Adiknya itu menghilang seolah di telan bumi. Tak ada videocall di malam hari, tak ada suara manja si bungsu atau bahkan pesan singkat dari adiknya itu.

"Apa yang sebenarnya anak itu lakukan sampai melupakan ku sih." Gumam Rosé meletakkan ponsel berwarna gold itu di telinganya.

"Lisa—"

"Maaf nomor yang anda tuju tidak dapat di hubungi, coba—"

Gadis dengan rambut blonde itu melempar asal ponselnya dengan wajah kesal. Lagi. Adiknya itu lagi-lagi tak bisa di hubungi.

Ting
Rosé terdiam tak berniat menjawab pesan yang mungkin masuk dari salah satu sasaengnya.

Ting...Ting...Ting

"Sial!" Umpat Rosé kesal meraih ponsel gold miliknya yang tergeletak di karpet. Ia terdiam sejenak membaca deretan pesan yang ia terima dari sosok gadis yang ia rindukan itu.

Uri Olaf

Minhae...
Aku tak bisa mengangkat telfon eonni untuk beberapa hari ini.
Jangan khawatir.
Aku baik-baik saja.
08.46 PM

Tidak. Lisa fikir dengan mengirimkannya pesan seperti itu dan berusaha meyakinkannya bahwa gadis itu baik-baik saja Rosé akan percaya dengan mudah? Jawabannya tidak.

Hanya dengan kalimat 'aku baik-baik saja' putri ketiga Lee Minho sudah tahu bahwa sang adik sedang dalam keadaan sebaliknya. Dan Lisa berusaha menyembunyikannya dari mereka.

Dengan gerakan cepat Rosé kembali mendial nomor Lisa. Tapi kali ini bukan tak di jawab.
Nomor itu mendadak tak aktif atau munkin ...mati.

Like A Butterfly
Jakarta, 16 November 2020

Note :

Ku suka tebak"an:)

Like A Butterfly ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang