"Lisa, kau yakin tak mau ku gendong?"
Gadis Lee itu bedecak kesal pada Jungkook yang tak berhenti menggodanya. Pria yang beberapa saat lalu menyandang status kekasihnya itu nampak begitu senang dan tak berhenti meledeknya.
"Ayolah kekasih ku yang cantik, sini naik ke punggung ku."
"Jeon Jungkook!" Pekik Lisa dengan wajah marah.
"Nde, kekasih ku Lalisa Lee." Sahut Jungkook dengan tawa kemenangan di wajahnya.
Lisa tak mau menanggapinya dan memilih untuk berjalan mendahului Jungkook.
"Lalisa! Jangan lari nanti kau jatuh!"Karena Lisa tak mendengarkannya, pria Jeon itu akhirnya ikut berlari sebelum akhirnya menahan tangan Lisa "Omo, tangan mu terasa panas. Ini pasti karena kau hujan-hujanan. Ayo ke mobil ku, kita hangatkan tubuh di sana lalu ku antar kau pulang."
"Aku akan pulang sendiri, lagi pula aku membawa mobil."
Lisa kembali menoleh saat tangan besar Jungkook lagi-lagi menahannya "Kau tak baik-baik saja Lisa. Wajah mu pucat, tubuh mu panas, dan kepala mu pasti pusing karena sejak tadi jalan mu terseok-seok."
Percuman jika berbohong bukan? Karena apa yang Jungkook katakan memang benar. Jika ia memaksa bisa di pastikan bahwa ia akan berakhir di rumah sakit.
"Ku antar kau dengan mobil mu, bagaimana?"
Jungkook mengernyit saat Lisa menjawabnya dengan gelengan "Aku tak mau pulang. Setidaknya tidak sampai mereka pergi makan malam."
"Kau tak ikut makan malam?"
"Makan malam keluarga Im, aku bukan bagian dari Im." Jungkook mengangguk dan melirik pada jam tangannya. Jarum masih menunjukkan pukul 6 malam, berarti satu sampai dua jam lagi keluarga Lee akan pergi makan malam.
"Kalau begitu kau makan malam bersama ku saja, bagaimana? Di restauran eomma mu—"
"Sireo, aku tak mau dia melihat ku dalam keadaan sekacau ini." Tolak Lisa yang langsung teringat dengan Shin Hye.
Apa yang akan terjadi jika Shin Hye melihatnya dengan keadaan seperti sekarang? Entah mencela atau malah kasihan, pada intinya Lisa tak mau ibu kandungnya itu melihatnya sekarang.
"Arraseo, kita—"
Lisa menoleh mendapati Jungkook yang terdiam "Waeyo?"
"Kau mimisan... lagi?" Tangan Lisa dengan cepat menyentuh hidungnya. Mendapati cairan berwarna merah itu mengalir keluar.
"Kau masih belum melakukan perawatan Lisa? Ini sudah tak benar Lisa, aku yakin ada yang terjadi pada mu."
"Gwenchana mungkin aku hanya kelelahan." Sanggah Lisa dengan senyum.
"Lagi, tak ada alasan lain. Kau terlihat semakin kurus tahu? Kau sering sesak nafas tiba-tiba, apa lagi yang kau tunggung. Kematian?"
Gadis Lee itu tak berani menjawab. Ia tahu sejak beberapa bulan yang lalu ada yang aneh dengan dirinya. Dari mulai kakinya yang sering mati rasa hingga mimisan dan lain sebagainya.
Ia ingin tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi tapi di sisi lain ia takut tak bisa menerimanya.
"Lisa? Kau harus ganti baju dan makan malam, setelah itu ku hantar kau pulang untuk istirahat." Lisa mengangguk dan berlalu masuk ke dalam mobil.
"Lisa~ya..." panggil Jungkook yang tiba-tiba saja teringat sesuatu.
"Entah kenapa tapi tiba-tiba saja aku teringat dengan bukti-bukti itu. Aku tak pernah melihatnya dan sejak pulang dari Swedia aku tak melihat Jongin hyung."
"Aku menyerahkan semua buktinya pada Jongin oppa, dia sedang ada urusan."
Jungkook mengernyit "Wait! Bukankah kau bilang dia sempat membenci mu? Aku dan Jaehyun saja masih ragu padanya—"
"Aku percaya padanya."
"Ani, maksud ku kenapa tidak Bambam? Atau Jaehyun? Setidaknya mereka masih bisa di percaya—"
"Aku... percaya padanya, Jungkook."
****
Jennie tak berhenti mendumal karena Lisa yang tak kunjung menjawab telfonnya, pesan pun tak di baca.
"Eonni bagaimana jika kita cari Lisa?"
"Kemana? Itu yang membuat ku bingung. Aku sudah menyuruh beberapa orang untuk mencari Lisa di tempat-tempat yang sering ia datangi tapi hasilnya nihil."
Kedua gadis Lee itu nampak frustasi sendiri karena memikirkan adik bungsunya yang tak kunjung ada kabar "Kau lebih baik bersiap untuk ikut makan malam. Biar aku sendiri yang mencarinya."
"Aniyeo, aku juga ikut—"
"Semuanya ikut. Appa tak mengizinkan kalian pergi untuk mencari Lisa. Dia sudah besar dan bisa pulang sendiri, jika mau."
"Terserah appa, aku akan tetap mencari adik ku. Aku manusia yang punya hati tidak seperti appa." Jennie berlalu setelah menyambar tas hitamnya.
"Jongin akan datang Jennie."
Tubuh Jennie membeku. Pria yang bertahun-tahun lamanya menghilang itu kini kembali?
"Ia akan melamar mu saat makan malam. Jadi kau... harus datang! Mau, tidak mau."Minho berlalu meninggalkan kedua putrinya "Eonni kau—"
"Aku akan datang, setelah bertemu Jongin aku akan langsung mencari Lisa."
****
"Eomma bingung, bagaimana putri mu itu bisa melakukan semua ini Minho. Apa yang dia inginkan sebenarnya? Apa karena kami menolaknya jadi—"
"Eomma, Lisa tetap putri ku. Tolong jangan menjelek-jelekannya di hadapan ku." Sela Yoona tegas.
"Mwo? Dia hanyalah anak haram dari Minho. Suami mu itu bahkan tak membelanya, kenapa kau harus repot-repot melawan kami?"
"Itu karena appa tak menginginkan Lisa. Tapi kami tidak, aku bahkan kami membutuhkan Lisa."
Yoona tahu ibunya itu tak akan berani menjawab jika Jennie yang melawannya "Sudah lupakan anak itu, mari kita nikmati makan malam—"
"Maaf semuanya aku terlambat." Tubuh Jennie membeku, suara bariton yang sangat ia rindukan itu kembali menyapa pendengarannya setelah bertahun-tahun lamanya hilang.
"Jongin, kemari nak kami baru saja hendak memulai makan malam."
Sosok pria dengan kulit yang sedikit gelap itu kini berdiri tepat di hadapan Jennie. Mengisi kursi kosong yang seharusnya untuk sang adik.
"Tak masalah bukan jika kita membahas pertunangan mu tanpa tuan Im? Kau pasti tahu bahwa gadis itu sudah memfitnah—"
"Maaf, tapi aku datang untuk maksud yang lain."
Like A Butterfly
Bandung, 26 Desember 2020Note :
Ada yang nunggu?:)
![](https://img.wattpad.com/cover/239814114-288-k537183.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Butterfly ✔
FanfictionHidup itu bukan hanya tentang bahagia dan tawa. Tapi juga tentang bagaimana caranya berjuang dan bertahan.