Dua selang yang tersambung pada kantung darah dan infus itu terpasang rapih pada salah satu tangan putih Lisa. Mata bulatnya masih setia terpejam sejak tadi membuat harap cemas itu menghampiri kakaknya.
"Kondisinya sudah lebih baik, nona Lisa sempat mengalami dehidrasi dan malnutrisi. Terlebih ia baru saja melakukan donor darah tanpa ada asupan yang masuk setelahnya."
Rosé mengerutkan keningnya bingung. Adiknya itu melakukan donor darah dan ia tidak mengetahuinya?
"Saya pamit undur diri." Setelah pria berjas putih itu berlalu, Rosé menoleh pada Jisoo dengan tatapan menuntut.
"Kau sempat kekurangan darah kemarin dan bertepatan dengan itu stok darah yang kau butuhkan habis. Jadi Lisa mendonorkannya pada mu."
"Kenapa eonni tidak melarangnya? Eonni kan tahu dia itu mudah sakit." Ucap Rosé dengan nada marah.
"Eonni—"
"Biarkan saja, hitung-hitung dia menebus kesalahannya karena telah menusuk mu."
Gadis blonde itu bangkit dari kursi rodanya dengan tatapan nyalang pada Jennie.
"Tak bisakah kau berhenti menyudutkannya? Itu kecelakaan, aku pun tidak pernah menyalahkannya atas kejadian malam itu. Kenapa kau terus bersikap seolah-olah dia sengaja melakukannya?""Jika dia tidak bersikap kekanakan—"
"Dia sedang tertekan! Tak bisakah kau berfikir dewasa sekali saja Jennie-ssi? Dia selalu ada untuk mu tapi kenapa kau tak pernah ada untuknya saat dia membutuhkan mu?"
Suara menggema Rosé menutup pembicaraan di antara mereka, kedua gadis Lee itu hanya saling menatap dengan tajam tanpa kata "Berhenti seperti itu, pertengkaran tak akan mengubah apa pun atau bahkan memecahkan masalah."
Jisoo yang merasa kedua adiknya itu tak kunjung selesai memilih untuk melerai keduanya, dia merasa menjadi anak pertama benar-benar melelahkan. Terlebih memiliki ketiga adik yang keras kepala dengan pendiriannya masing-masing.
"Bawa Rosé pergi eonni dia butuh banyak istirahat." Jennie memilih duduk di sofa dengan tangan dan mata yang sibuk pada ponselnya.
"Jangan—" kalimatnya tertahan saat tangan Jisoo membekap mulutnya lalu dengan cepat mendorong kursi rodanya keluar dari ruangan Lisa.
"Geurae, kau memang harus di hukum Lisa."
****
Satu hari berlalu tapi bungsu Lee itu tak kunjung membuka matanya. Tentu saja keadaannya semakin kacau dengan berita Korea yang tak berhenti membahasa tentang keluarga besar Lee itu.
"Jungkook~ah bukankah kalian seharusnya pulang dan melanjutkan syuting drama itu?"
Kening Jisoo berkerut saat mendapati gelengan dari Jungkook "Syutingnya di hentikan. Banyak dari netizen yang menolak drama itu di teruskan jika pemeran utamanya tetap Lisa."
Suara beratnya terdengar begitu frustasi. Tentu saja, tersisah 4 episode lagi sampai drama itu selesai tapi masyarakat malah membuat petisi untuk tidak menayangkan drama sebagus itu. Bahkan jika boleh jujur ada beberapa naskah yang Jungkook dan Lisa rancang bersama.
Ini drama comeback Lisa setelah 2 tahun gadis itu tak melakukan syuting atau promosi dalam dunia entertaiment. Drama ini juga merupakan impian Lisa dengan judul dan makna yang begitu bermakna untuk gadis itu.
"Aku tak perduli dengan dramanya, bukan karena apa tapi untuk sekarang aku lebih mengkhawatirkan Lisa."
Rosé menoleh pada Jaehyun yang berucap lirih. Selama gadis itu menjalin kasih dengan pria Jung di sampingnya ini, kekasihnya itu memang sangat dekat dengan Lisa di banding kedua saudarinya yang lain "Dia akan bangun. Adik ku kuat aku yakin itu."
Ting
Suara pesan masuk milik ponsel Jennie memecah keheningan di antar mereka.
"Ku perhatikan sejak sampai di Paris kau tak pernah lepas dari ponsel mu"Gadis bermata kucing itu mendongak pada Jisoo yang menghampirinya "Ini Hanbin. Dia selalu menanyakan kapan aku pulang."
"Dia kekasih mu?" Tanya Jisoo bingung.
"Aniyeo, dia sekertaris ku. Banyak tugas rumah sakit yang ku tinggalkan. Tentu saja itu membuatnya kerepotan."
"Ku fikir kau sudah melupakan Jongin. Ternyata belum, ya?"Jennie tak menjawab. Gadis itu merasa sensitif setiap kali membahas pria bermarga Kim itu.
Soal Jongin, pria itu merupakan teman masa kecil Jennie yang merangkap status menjadi kekasihnya, tapi pria itu menghilang entah kemana. Jennia tak tahu apa alasan Jongin meninggalkannya begitu saja. Tapi satu hal yang pasti, Jongin tak menyukai Lisa.
****
Hari demi hari itu terlewatkan begitu saja. Mereka terjebak di antar panasnya media Korea yang tak berhenti menyorot mereka.
Lisa di sana, memejamkan matanya menahan sakit yang lagi-lagi menyerang daerah panggulnya "Kau gila ya? Kedua adik mu saja masih belum di perbolehkan keluar dari rumah sakit!"
Perhatiannya beralih pada suara Jisoo yang menggema dari celah pintu ruang rawatnya yang terbuka sedikit "Lalu maksudnya kau meninggalkan ku dan— Ya, Lee Jennie!"
Merasa begitu penasaran, Lisa beranjak turun dari ranjangnya. Tangan kurusnya bergerak menggeser pintu yang menghalangi pandangannya. Gadis itu mendapati Jisoo mengusap wajahnya gusar sambil memunggunggi pintu.
"Kembali sekarang ku bilang! Dimana hati nurani mu sebagia seorang kakak—"
"Aku tak perduli. Lagi pula dari kita berempat hanya Lisa yang punya masalah dengan media Korea, lalu kenapa kita jadi ikut susah dengan terjebak di Paris semakin lama? Sudah aku akan terbang sekarang."
Sesaat panggilan terputus Jisoo membalik badannya dan terkejut mendapati Lisa.
"Lisa~ya kenapa kau turun dari ranjang mu huh? Ayo kau harus banyak istirahat."Jisoo memang bukan seorang dokter ternama seperti Jennie. Tapi gadis itu sangat paham bahwa kondisi Lisa saat ini sangatlah jauh dari kata baik.
"Eonni..." Lisa menahan pergerakkannya dengan tatapan teduh.
"Pulanglah, tinggalkan aku sendiri di sini."
****
Gadis bermata kucing dengan kaca mata hitamnya itu berjalan dengan tangan bersedekap. Ia baru sampai di tanah airnya, tapi sorot kamera langsung tertuju padanya.
"Kenapa kau nekat Jennie. Eomma sudah bilang untuk tetap di sana." Ucap Yoona menyambut kepulangan putri keduanya itu.
"Aku yang menyuruhnya pulang. Dia harus merawat rumah sakit bukan hanya mengurus anak pembawa sial itu."
Wanita Im itu penoleh pada sang ayah. Sejak awal ayahnya itu memang menetang keberadaan Lisa di antar mereka "Bagaimana dengan Jisoo dan Rosé. Mereka baik-baik saja kan?"
"Appa, Lisa juga cucu mu kenapa—"
"Memang kau yang melahirkan anak itu? Tidakkan, dia anak haram dari Minho"
Yoona hendak kembali menjawab tapi Jennie dengan segera menggeleng memberi isyarat untuk diam "Aku lelah, ayo pulang."
Ketiganya berjalan perlahan, meninggalkan Minho yang sejak tadi hanya diam mengepal tangannya kuat. Dia seorang ayah. Bagaimana pun sikapnya terhadap Lisa, gadis itu tetap darah dagingnya.
Dan satu hal tentang Minho yang tak banyak orang tau. Bahwa pria Lee itu, suka menyimpan dendam "Kau seharusnya sadar tuan Im. Bahwa mulut mu bisa saja membunuh mu suatu saat nanti."
Like A Butterfly
Jakarta, 14 November 2020Note :
Ada yang kangen? Wkwk
Tar tokoh2 yang aku munculin pasti punya perannya masing2. Jadi di tunggu aja tanggal mainnya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Butterfly ✔
FanfictionHidup itu bukan hanya tentang bahagia dan tawa. Tapi juga tentang bagaimana caranya berjuang dan bertahan.