Pagi ini tak ada yang begitu spesial karena Jisoo dan Jennie tiba-tiba saja di sibukkan dengan pekerjaan mereka. Padahal hanya tinggal 2 hari lagi dan mereka akan kembali ke Korea, kembali pada aktifitas mereka yang begitu menyita waktu dan tenaga.
"Kalian yakin tidak ingin ikut dengan kami?" tanya Rosé pada kedua kakaknya yang sibuk dengan macbook di hadapannya.
"Hm pergilah, jangan pulang terlalu malam dan saling menjaga satu sama lain" pesan Jisoo yang langsung di angguki kedua adiknya.
****
Kedua gadis Lee itu terdiam menatap menara Eiffel yang nampak begitu indah saat matahari pagi muncul dan mulai menerangi dunia.
"Apa menjadi aktor terasa berat?" Gadis berponi itu mengangguk singkat menjawab pertanyaan yang Rosé lontarkan padanya.
"Pasti menjadi seorang idol jauh lebih berat." Ucap Lisa yang di balas senyum tipis oleh sang kakak.
"Komentar—" kedua gadis itu tertawa keras saat dengan tak sengaja hendak mengucapkan sebuah kalimat yang sama.
"Benar, komentar netizen memang saat berpengaruh. Terutama saat mereka mulai mengkritik, meminta ini dan itu. Seolah kita ini robot yang tak pernah merasa lelah dan tak punya hati."
Hela nafas itu terdengar. Menjadi seorang public figure bukanlah hal mudah. Walau nyatanya mereka terus berusaha untuk melakukan yang terbaik, orang-orang seolah tak pernah puas dengan semua usaha dan jerih payah mereka.
Kesalahan sekecil apa pun akan langsung menjadi pembicaraan panas, padahal banyak hal baik yang mereka lakukan tapi semua orang malah menutup mata dan telinga mereka.
"Terkadang aku berfikir, apa pilihan ku ini salah karena memilih untuk menjadi seorang public figure?"
Rosé menoleh pada Lisa yang tak berhenti menatap pemandangan indah di hadapannya "Selalu ada penyesalan dalam semua pilihan yang kita ambil, Lisa. Tapi kita tak bisa memutar waktu untuk memilih jalan lain."
"Hm, penyesalan memang selalu terletak pada bagian akhir dari sebuah keputusan." tambah Lisa yang masih tak menyadari tatapan Rosé.
"Apa kau menyesal datang kepada kami 10 tahun lalu?" Pertanyaan itu sontak membuat Lisa menoleh pada Rosé.
Gadis itu terdiam, hendak menjawab tapi kalimat Rosé beberapa saat yang lalu terngiang "Ada penyesalan tapi aku juga syukur"
"Kau menyesal karena appa tak menyayangi mu atau karena kau merasa tersakiti?"
Lisa menggeleng, ia kembali mengalihkan pandangannya dari sang kakak "Aku menyesal, karena telah melukai kalian. Aku takut jika nantinya akan banyak lagi luka yang ku torehkan pada kalian."
Sebuah tangan meraih Lisa, membuat gadis itu menoleh "Lisa~ya aku sama sekali tak merasa terluka karena mu. Jika pun kau melukai ku, aku tak akan pernah marah atau membenci mu."
Saling mengerti, itu hal yang sejak dulu berusaha Rosé lakukan untuk Lisa. Adiknya itu selalu mengerti semua orang, tapi tak semua orang bisa atau bahkan mau mengertinya.
"Satu hal yang terus menghantui ku sejak dulu. Aku takut... takut saat semua orang tahu bahwa aku ini anak yang tak sah. Takut bahwa semua orang akan mencela ku dan—"
"Jika itu terjadi, hadapi Lisa. Kenyataan memang sakit tapi itu lebih baik dari pada hidup dalam kebohongan dan rekayasa."
****
Kedua gadis Lee itu memilih untuk menyudahi kegiatan jalan-jalan mereka dan pulang saat matahari mulai kembali bersembunyi.
"Eonni bisakah ambilkan piyama ku di dalam koper? Aku lupa membawanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Butterfly ✔
FanfictionHidup itu bukan hanya tentang bahagia dan tawa. Tapi juga tentang bagaimana caranya berjuang dan bertahan.