Jennie mengerjap beberapa kali guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya "Eonni kau bisa dengar aku?"
Suara merdu Rosé terdengar membuat Jennie menoleh dan nendapati adiknya itu tengah menatapnya dengan khawatir "Chongah... gadis itu bagaimana kondisinya?"
"Dia... tak selamat eonni. Jisoo eonni menelfon ku dan bilang gadis itu meninggal di perjalanan menuju rumah sakit."
Tak sadar gadis bermata kucing itu kembali menangis. Rasa sesal dan sedih itu mendomisani dalam tangisnya. Di satu sisi ia merasa kehilangan akan sosok gadis yang telah ia anggap seperti adiknya dan di sisi lain satu-satunya orang yang bisa membela Lisa lenyap begitu saja.
"Chongah tolong percaya pada ku, eoh? Lisa tak melakukan hal yang aneh di sana. Ia dan Jaehyun pasti punya alasan, kau harus berfikir logis dan dewasa Rosé."
Gadis bersurai blonde itu tak mengeluarkan pendapatnya, ia memilih diam dengan tatapan lekat menatap Jennie "Bagaimana bisa eonni begitu yakin, bahkan eonni tak melihatnya secara langsung bukan?"
"Rosé, eonni memang tak melihatnya dengan langsung, tapi eonni yakin Lisa bisa di percaya dan di andalkan."
Putri ketiga Lee Minho itu menunduk. Ia ingin percaya bahwa apa yang ia lihat adalah sebuah rekayasa, tapi hatinya sudah terlanjur sakit kala melihat kekasihnya selama 5 tahun ini melingkarkan cincin di jari manis adiknya sendiri.
"Rosé... kau percayakan pada Lisa? Kau yang memberikan nama Olaf padanya, kau yang bilang bahwa dia seperti sosok manusia salju yang lucu dan selalu membuat orang di sekitarnya tertawa dalam kebahagiaan. Dimana Roséanne itu, hm?"
"Eonni~" Jennie meraih tubuh adik ketiganya itu masuk ke dalam rengkuhannya. Memeluknya erat saat tangis pilu itu terdengar sampai menyayat hati.
Sakit memang, Jennie juga tak bisa membayangkan sakitnya melihat pria yang kita cintai bahkan telah menjalin kasih selama 5 tahun lamanya melingkarkan cincin di jari manis adik perempuannya sendiri.
"Rosé mungkin kau memang tersakiti, tapi jangan sampai kau berfikir ingin membuat orang lain merasakan sakit yang kau rasakan. Itu berarti kau belum dewasa."
****
Di sebuah dermaga dengan pemandangan matahari terbenam yang indah, seorang gadis dengan suarai abunya itu berdiri menikmati detik-detik terakhir dari hangatnya matahari yang akan pamit dan di gantikan oleh di dinginnya malam.
"Lisa~ya kau yakin baik-baik saja? Wajah mu sangat pucat dan lagi suhu tubuh mu kian meningkat. Kita bisa menundak penerbangannya—"
"Bambam~ah..."
Pria dengan tubuh tingginya itu terdiam menunggu sosok gadis yang telah menjadi sahabatnya sejak waktu yang lama itu untuk melanjutkan kalimatnya."Kau tahu apa yang membawa ku ke sini?" Lisa menoleh pada Bambam yang berdiri di sampingnya.
"Mencari orang yang mengusik hidup mu atau mungkin mengumpulkan bukti?"
"Aniya, jika itu tujuan ku bukankah akan lebih mudah hanya dengan meminta mu untuk menyuruh bawahan mu mencari tahu?" Jawaban Lisa sontak membuat Bambam berfikir dua kali.
"Rumah ku... mereka rumah ku. Tempat dimana aku belajar akan rasa hangatnya kasih sayang dan tangis dalam bahagia. Tujuan ku hanya melindungi rumah ku. Tapi yang aku lakukan adalah berjuang untuk semua itu. Lebih tepatnya mempertahankan sesuatu yang membuat ku tetap bertahan untuk hidup."
Pria berdarah Thailand-Korea itu menjadi saksi bisu kisah hidup sahabatnya. Ia tahu bagaimana tawa ceria Lisa untuk pertama kalinya muncul kala Jennie mengusap rambutnya dan berkata "Hi adik kecilku."
![](https://img.wattpad.com/cover/239814114-288-k537183.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Butterfly ✔
FanfictionHidup itu bukan hanya tentang bahagia dan tawa. Tapi juga tentang bagaimana caranya berjuang dan bertahan.