11. Paris

9.6K 1.3K 72
                                    

Rosé terdiam menatap sendu Lisa yang tengah terduduk di sisi dinding pintu kamar Jennie dengan wajah lesuh.

Ia fikir setelah Jennie berangkat bersama Lisa beberapa hari yang lalu, kakaknya itu sudah luluh dan bersikap seperti biasa. Tapi ia salah, sikap Jennie terhadap Lisa jauh lebih dingin dari sebelumnya.

Kakak keduanya itu tak pernah ikut sarapan atau bahkan makan malam. Jika pun bertemu Lisa ia akan berlalu begitu saja tanpa memperdulikan sapaan adiknya itu.

Lisa pun sama, gadis itu tak pernah ikut sarapan atau pun makan malam bersama. Jadwalnya semakin padat, ia pergi pukul 7 pagi dan pulang saat tengah malam. Terus seperti itu selama tiga hari ini.

"Eonni... kau sudah tidur?"
Itu pertanyaan yang sama setiap kali Lisa menyapa Jennie setelah gadis itu pulang dari kegiatan shootingnya.

"Eonni masih marah pada ku, ya? Apa eonni tidak takut aku jatuh sakit? Atau eonni sudah tak perduli pada ku?"

Rosé ingin menangis saat menyaksikan wajah lelah adiknya itu tersenyum lirih sambil mengucapkan kalimat-kalimat tanya yang tak pernah ada jawaban.

"Eonni~ aku merindukan mu."

Rosé tak tahu bagaimana perasaan Jennie di dalam sana yang entah mendengar atau tidak kalimat-kalimat lirih adik bungsunya itu. Tapi baginya setiap kali melihat Lisa seperti itu, ia ingin sekali menghampiri Lisa dan memeluknya dengan erat.

"Eonni~ hari ini rasanya benar-benar lelah. Apa kau tak mau memberikan ku sebuah pelukan?"

Air matanya jatuh tanpa isak yang mengiringinya. Gadis berponi itu masih mempertahankan senyumnya walau pipi merahnya itu sudah basah dengan air mata.

"Peluk aku eonni aku benar-benar merasa lelah hari ini. Hanya sebentar saja, eoh?"

Rosé mengulum bibirnya menahan isaknya karena tak sanggup menyaksikan Lisa yang nampak begitu membutuhkan Jennie.

"Ah mianhae aku tak tahu jika ini sudah sangat larut, pasti eonni sudah tidur. Mungkin lain kali, Jaljayeo Jennie eonnie."

Lisa bangkit dari duduknya dan melangkah dengan sedikit tertatih menuju kamarnya "Lisa~ya..."

Rosé berlari memeluk tubuh kurus adiknya itu yang terdiam "Ya... ada apa eonni? Apa ada yang menyakiti mu? Kenapa kau sering menangis saat malam."

Itu Rosé. Si bungsu Lee yang manja kini berubah menjadi kakak terbaik untuk Lisa. Ia masih mencobanya, untuk menjadi kakak yang selalu ada untuk Lisa berlari dan membuang rasa lelahnya.

"Rosé eonni baik-baik saja?" Tanya Lisa lagi kini mengusap punggung bergetarnya dengan penuh kelembutan.

"Bagaimana aku bisa baik-baik saja jika setiap malam aku harus melihat mu seperti ini?"

"Chaeng eonni?" Tak ada jawaban, Rosé hanya mengertakan pelukannya pada Lisa dan gadis berponi itu langsung mengerti.

"Geurae, menangis lah sepuas mu eonni. Aku di sini akan terus memeluk mu."

****

Setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih 11 jam. Keempat gadis Lee itu akhirnya sampai di City of Light. Kota dengan sejuta cinta dan keindahan.

"Wah aku merindukan pemandangan ini."
tutur Jisoo yang baru saja membuka pintu balkon kamarnya.

Lisa di sana terdiam menatap fokus Jennie yang terlena dengan pemandangan indah di hadapannya itu "Bagaimana jika kita jalan-jalan. Ini masih cukup sore untuk menikmati keindahan Paris."

Keempat gadis itu beranjak menuju pusat kota, mulai mencicipi berbagai makanan enak yang terdapat di sana.

"Eonni bagaimana jika kita ke sana?"
Senyum manisnya dengan perlahan memudar saat Jennie melepas gandengan tangannya dengan perlahan. Jisoo dan Rosé yang melihat itu tentu saja ikut tersakiti saat menyaksikan wajah ceria Lisa yang perlahan berubah murung.

"Lisa~ya ayo foto bersama ku di sana." bungsu Lee itu mengangguk pada Rosé yang datang dan menggandengnya menuju suatu tempat.

"Aku tak tahu apa yang membuat mu begitu kecewa pada Lisa. Tapi ini semua dia lakukan semata-mata hanya untuk mendapatkan perhatian mu Jennie."

Gadis bermata kucing itu bungkam mendengar suara dingin Jisoo yang berdiri di sisinya. Ikut menatap kedua adiknya yang nampak sedang tertawa keras tanpa mereka.

"Tawa itu hanya untuk mu Jennie. Yang sedang kau lihat sekarang hanyalah sandiwara. Kau tahu dia adalah aktor terkenal yang pandai memainkan perannya."

Setelah itu Jisoo memilih pergi menghampiri kedua adiknya. Ikut menikmati senja Paris yang begitu mereka rindukan.

"Maaf Lisa jika aku melukai mu"

Malam sudah hampir datang tapi Lisa dan Rosé nampaknya masih belum puas dengan raturan hasil foto yang mereka abadikan menggunakan salah satu koleksi kamera mahal milik Lisa.

"Ayo kita berfoto di sana, tepatnya sangat indah." Jisoo melangkah lebih dulu dengan menarik Jennie bersamanya.

"Tunggu..."

Rosé menoleh pada Lisa yang terdiam, gadis berponi itu nampak menunduk dengan mata terpejam "Kau baik-baik saja Lisa?"

"Kaki ku... mati rasa" putri ketiga Lee Minho itu segera membungkuk di hadapan adiknya dengan wajah panik.

"Ya... bagaimana bisa kaki mu tiba-tiba mati rasa seperti ini, huh?"

Kepalanya menggeleng tak mengerti "Sebenarnya belakangan ini aku sering mengalami keram dan kebas. Mungkin karena aku terlalu lama tak olahraga"

Kedua gadis Lee itu menoleh pada Jisoo dan Jennie yang kembali menghampiri mereka "Apa yang kalian lakukan? Kami sudah sampai di sana tapi kalian malah terdiam di sini"

"Igeo Lisa—" Rosé terdiam saat merasakan jemari adiknya itu meremas tangannya lebih kuat.

"Ada apa dengan Lisa, kau baik-baik saja kan?" Tanya Jisoo yang tersadar bahwa adik bungsunya itu hanya terdiam sejak tadi.

"E-eoh, aku baik-baik saja. Kalian pergilah lebih untuk mencari tempat makan. Aku dan Rosé akan berkeliling sebentar."

Melihat Rosé yang juga ikut mengangguk, Jisoo dan Jennie pun berlalu pergi mencari restaurant untuk mereka makan malam nantinya "Kenapa kau tak mau aku ngatakannya Lisa. Jennie eonni kan dokter, aku yakin dia tahu apa yang terjadi pada mu."

"Karna itu aku melarang mu. Kau tak ingat saat Jennie eonni masih kuliah? Dia pernah mengira aku mengidap leukimia hanya karena aku mengalami mimisan beberapa hari."

Rosé menghela nafasnya pasrah. Memang kakak keduanya itu sangat sensitif dengan hal-hal kecil yang menyangkut Lisa "Aku hanya tak mau dia khawatir pada ku."

Like A Butterfly
Jakarta, 30 Oktober 2020

Note :

Cuman mo ngingetin besok sabtu malem minggu, tanggalnya bagus lagi:)

Like A Butterfly ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang