(Namakamu) sedang terduduk di kursi meja rias. Ditangan kanannya kini terdapat tiga pil berbentuk tabung berukuran kecil sangat kecil berwarna putih. Ini sudah waktunya untuk minum obat, Setiap hari ia harus meminum 3 pil obat yang direkomendasikan Dokter dengan jangka waktu 3x hari, yaitu Pagi, siang, dan malam. Lelah memang, harus meminum obat, tapi tak apa ini demi kebaikannya juga, Ia harus semangat, ia harus ikhlas demi penyakit yang ada dalam tubuhnya hilang.
Dengan perlahan ia memasukkan ketiga pil itu dalam mulutnya lalu dengan cepat ia meneguk airputih hingga menyisakan setengah gelas. Kemudian ia meletakkan gelas itu didekat botol body lotionnya. Kedua matanya kini terarah untuk memerhatikan pantulan dirinya sendiri di cermin. Wajah dan bibirnya pucat, Tubuhnya kini mengecil--- terlihat mengurus. Ia mengangkat tangan kanannya lalu ia mengelus pergelangan tangannya, (Namakamu) menghela nafasnya.
"Kamu harus kuat (nam), Ini gak seberapa sama apa yang kamu alamin selama ini. Kemoterapi emang kayak gini, Efeknya pasti kelihatan, Kamu gausah khawatir. Kamu pasti sembuh!" (Namakamu) bermonolog diakhir senyuman tipis. Lalu ia kembali menatap pantulannya. Kedua matanya melirik pada sisir, ntah kenapa ia ingin sekali menyisir rambutnya. Dengan senyuman yang masih terpampang diwajahnya ia mengambil sisir berbentuk bulat berwarna putih itu. Lalu ia mulai menyisir rambutnya dengan perlahan,
"Kepalaku kok sakit ya, Padahal cuman sisiran aja." Gumamnya. Tangan kirinya tak tinggal diam, Ia menggerakannya untuk menyisir menggunakan jari jemarinya. Tak lama dari itu, kedua matanya terbelalak ketika kedua matanya melihat sesuatu hal yang jangka dari pantulan cermin
"Yatuhan!" Pekiknya. Ia segera menunduk dan mengangkat tangan kirinya yang kini penuh dengan rambut hitamnya yang rontok. Ia menggeleng tak percaya,
"A-apa... tadi aku nyisirnya kecepetan? A-atau.." Airmatanya menyusuri pipi kanannya disertai senyuman getirnya. "Sisirnya udah rusak! Iyaa, Aku yakin. Sisirnya pasti udah rusak, Jadi rambut aku banyak yang rontok kayak gini," Ia meremas kuat rambutnya yang rontok itu. Bersamaan dengan itupula airmatanya menetes mengenai rambut rontok itu.
(Namakamu) menghirup nafasnya dengan perlahan. Ia mencoba untuk tenang, Tidak panik. Namun mau berusaha untuk tenangpun dorongan untuk menangispun tidak dapat ia bendung. Airmatanya turun begitu deras, Dengan mulut yang masih tertutup ia mencoba untuk tidak mengeluarkan suara disaat ia menangis. Ia tidak ingin iqbaal dan Bianca mengetahui hal ini. Ya, Wanita itu kini berada dirumahnya, Mau apa lagi selain bertemu dengan iqbaal? Karena iqbaal tidak ingin Bianca datang kekantornya, Bisa-bisa karyawannya berfikir yang macam-macam. Itulah sekiranya perkataan iqbaal yang terekam diotaknya
"Hiks.. K-kenapa jadi kayak gini, ssshhh." Ia memasukan rambut rontok yang mungkin ada ratusan helai itu kedalam toples yang kosong, Biasanya toples itu diisi dengan Lilin aroma terapi, Setelah itu ia kembali melihat pantulannya sendiri yang kini nampak kacau sekali. Hidung dan matanya memerah, Wajahnyapun kini basah akibat airmata yang terus menerus turun. "Aku gak m-mau kepalaku jadi botak, hikss.."
"Mas iqbaal pasti semakin benci sama aku, hiks.."
Dengan sesenggukannya (Namakamu) berfikir. Ternyata efek kemoterapi bukan hanya merenggut berat badan serta energinya saja, Tapi mahkotanyapun direnggut juga. (Namakamu) menenggelamkan kepalanya dilipatan kedua tangannya. Ia masih meringis akibat tangisannya.
"Maafin aku mas," ujarnya dengan nada yang tenggelam, Ia menggeleng pelan lalu mengangkat kepalanya. "Aku belum bisa jadi istri yang baik untuk kamu,"
....
"(Namakamu),"
"Iya mas kenapa? Kamu mau mandi?" Tawar (Namakamu) disertai senyuman terbaiknya. Ia menghampiri sang suami yang tengah berdiri di meja rias
Iqbaal menatap tajam (Namakamu). "Beraninya kamu main dukun, Mau nyantet siapa kamu?"
(Namakamu) mengeryit, "Dukun? Santet? M-maksud kamu apa mas?" Kekehnya
"Gausah ketawa! Sekarang juga kamu jujur sama aku, Siapa yang akan kamu santet? Aku? Iya?!" Tanya iqbaal terdengar memaksa. Bahkan ia meremas kuat kedua bahu (Namakamu) membuat wanita itu meringis kesakitan
"Sshh, Aws! S-sakit mas, Awh!"
"Jawab (nam), JAWAB!"
(Namakamu) menggeleng cepat, "Aku gak ngelakuin hal bodoh itu mas, Shh, Lepasinn mas sakit mas!"
Iqbaal mendecih, "Terus rambut yang ada ditoples itu untuk apa kamu simpan hm? Masih mau ngelak juga kamu?!"
"I-itu.. I-itu rambut aku mas,"
Mendengar itu perlahan cengkraman kuat yang iqbaal berikan kini mengendur. Pria itu nampak bagai orang linglung saja. Ia segera menurunkan kedua tangannya dengan tatapan tak mengerti. "M-Maksud kamu apa?"
(Namakamu) menunduk, Mungkin ini saatnya iqbaal tau. Karena mau sebaik apapun ia menyembunyikan perihal ini, Ujung-ujungnya iqbaal pasti akan tau juga.
"Jawab (nam)!"
(Namakamu) mengangkat kepalanya, "Itu rambut aku mas, Rontok. Efek kemoterapi." Ujarnya diakhiri senyuman getir.
Iqbaal perlahan berjalan mundur. Tatapannya nampak kosong, "Mas pasti malu kan punya istri yang sebentar lagi akan botak?" Ia terkekeh kecil, "Tanpa mas jawabpun, Aku udah tau jawabannya mas,"
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun iqbaal melengos pergi. Bersamaan dengan itupula, Airmata (Namakamu) jatuh sejatuh jatuhnya.
"Hikss... S-sakit sekali. Shhh, sakitt!"
Bersambung..
Maaf ya pendek kuota ku abis sedih bat
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐞𝐩𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐤𝐮 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)
General FictionPEMERAN CEWEKNYA YEEN, KALO JIJIK GAUSAH BACA! GAUSAH KOMEN!! (𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐌𝐄𝐌𝐁𝐀𝐂𝐀) (𝐂𝐎𝐌𝐏𝐋𝐄𝐓𝐄𝐃) 𝐁𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐣𝐚𝐝𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐣𝐢𝐤𝐚 (𝐍𝐚𝐦𝐚𝐤𝐚𝐦𝐮) 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐥𝐢 ...