(Namakamu) saat ini tengah berada ditaman dekat rumahnya. Ia tengah termenung memikirkan bayinya. Ini hari ke 40 bayinya itu pergi. Dan ia masih belum bisa menerima takdir bahwasanya bayi yang ada didalam kandungannya kini menghilang. (Namakamu) seakan hidupnya menipis, Sudah tidak ada lagi harapan untuknya hidup. Mutiara Larasati. Adalah nama yang sebenarnya akan ia berikan untuk anaknya nanti, Tapi tuhan berkata lain. Iqbaalpun belum mengetahui akan hal itu, Hal yang dimana ia telah memberikan nama untuk anak mereka.
"Maafin buna nak," Lirihnya sembari mengelus perut datarnya. "Buna nggak bisa menjaga kamu dengan baik, Maafin buna sayang." (Namakamu) menepis airmatanya yang menetes.
"Buna tau, Tuhan melakukan hal ini karena terlalu sayang sama kamu. Tapi, Sshh! Apa Tuhan gak memperbolehkan buna untuk ketemu sama kamu?"
"Eugh!" (Namakamu) termangun tatkala ia sedikit terkejut karena secara tiba-tiba ada tangan yang sedang memegang sapu tangan didepan wajahnya. Segera ia menoleh, "Dokter Fadi?" Ia segera bangkit dari duduknya seraya menghapus airmatanya. Ternyata yang datang adalah Fadi. Pria itu datang memakai tuxedo hitam.
"Hapus airmata kamu," Titah Fadi dengan senyuman manisnya. Ia masih mengulurkan sapu tangan pada (Namakamu), Namun wanita itu masih terpaku akan kehadirannya. "Mbak (nam)?" Panggilnya dan kali ini (Namakamu) tersadar.
Dengan ragu ia menerima sapu tangan itu, "M-makasih dok," Kini keduanya terduduk saling berdampingan di kursi taman. "Dokter apa kabar?" (Namakamu) menoleh bersamaan dengan Fadi yang menoleh juga. Kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Namun tak lama (Namakamu) segera mengalihkan tatapannya, pun dengan Fadi.
"Kabar saya baik mbak, Gimana dengan mbak dan juga..." Tatapan Fadi teralihkan pada perut (Namakamu). Sementara (Namakamu) yang mengerti akan tatapan itupun tersenyum tipis.
"S-saya... saya keguguran dok,"
"APA?!" Fadi terkejut akan ucapan (Namakamu). Ia mengubah posisi duduknya menjadi menghadap wanita ini. "K-kamu... Kamu serius?" (Namakamu) mengangguk kecil, "Gimana bisa mbak?"
(Namakamu) menggeleng pelan serta helaan nafas. "Ceritanya panjang dok, Intinya... Saya yang teledor dan saya yang salah."
Fadi terdiam. Sebenarnya ia ingin bertanya banyak pada (Namakamu) perihal apa penyebab yang sebenarnya wanita ini keguguran. Tapi... ia tau diri. Tidak seharusnya ia terlalu ikut campur urusan (Namakamu). Ia menatap pada (Namakamu) yang kelihatannya sedih. Hm, Fadi tersenyum.
"Ohiya mbak... Mbak mau denger gak tebak-tebak dari saya?" Tanya Fadi membuat (Namakamu) mengangguk pelan. "Apa itu dok?"
"Hewan apa yang hanya punya satu huruf?"
(Namakamu) tersenyum disertai kerutan didahi. "Hewan yang punya satu huruf? Emang ada ya dok?" Fadi mengangguk seraya melipat kedua tangan didada.
(Namakamu) menghela ia tengah memikirkan tebakan itu. "Apa ya?" (Namakamu) mendecak kecil, "Saya nyerah aja deh dok!"
Fadi menunjuk pada (Namakamu), "Yakin?"
"Yap!"
"Hewan yang punya satu huruf itu adalah... Gajah!"
(Namakamu) mengeryit, "Kok gajah?"
"Kan, G ajah!" Celetuk Fadi mengundang tawa pada (Namakamu). Sehingga mereka berduapun tertawa. Walaupun ikut tertawa, Fadi mencuri kesempatan untuk menatap lekat pada (Namakamu) yang tengah tertawa.
"Kamu terlihat begitu bahagia hanya dengan hal sepele seperti ini." Fadi menatap lamat wanita itu.
"Dokter kenapa natap saya kayak gitu?" Tanya (Namakamu) ketika menangkap basah Fadi yang menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐞𝐩𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐤𝐮 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)
General FictionPEMERAN CEWEKNYA YEEN, KALO JIJIK GAUSAH BACA! GAUSAH KOMEN!! (𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐌𝐄𝐌𝐁𝐀𝐂𝐀) (𝐂𝐎𝐌𝐏𝐋𝐄𝐓𝐄𝐃) 𝐁𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐣𝐚𝐝𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐣𝐢𝐤𝐚 (𝐍𝐚𝐦𝐚𝐤𝐚𝐦𝐮) 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐥𝐢 ...