Drama?

1.4K 135 27
                                    

Ayo di baca cerita baru gue, Sweet Daddiest!
Abis baca part ini langsung baca yaaaaa...... luv❤❤
Dimohon banget inimah!!!!!!












Beberapa minggu kemudian....




"M-maafin buna ya nak, Buna gak bisa jaga kamu baik-baik."

(Namakamu) menangis di kuburan bayinya. Ya, semenjak insiden terjatuh dari tangga itu merenggut nyawa bayinya, Butuh waktu yang cukup lama untuk menerima takdir, Ibu mana yang tidak sedih ketika ia mengetahui anak yang ada didalam kandungannya pergi. Ia bahkan belum mengetahui jenis kelamin, serta wajah lucu bayinya. Usia bayinya hanya mencapai 3 bulan dalam kandungan saja, Tuhan sudah memberinya kesempatan untuk menjaga janinnya tapi ia langgar, Ia sia-siakan kesempatan itu. Dan sekarang (Namakamu) merasa sangat amat bersalah, Ternyata harapan iqbaal untuk melenyapkan bayinya itu adalah doa yang dikabulkan, Sebegitu besar ambisi pria itu hingga dengan teganya melenyapkan darah dagingnya sendiri.

"Semoga kamu tenang disana," (Namakamu) mengusap batu nisan itu dengan nada yang gemetar, Sekuat tenaga ia berusaha untuk mengikhlaskan kematian bayinya.

"Aku pusing tau gak denger kamu nangis terus! Ayo Kita pulang."

"Aku mau disini,"

Iqbaal menghela nafasnya, Dengan paksa ia menarik lengan (Namakamu) agar bangkit dari simpuhannya. "Gausah keras kepala bisa kan?!"

"Mas tapi aku mau---"

"Kamu mau bayi kamu melihat kita ribut hah?"

(Namakamu) melirik pada gumpalan tanah berwarna merah kecokelat-cokelatan itu. Iqbaal benar, tidak seharusnya mereka bertengkar didepan makam anaknya. Ia kembali menatap iqbaal dengan sekali gerakkan ia melepas cekalan iqbaal dan melangkah pergi mendahului pria itu

"Ini yang kamu sebut menjaga dan merasa kuat? Udah aku bilang 'kan, ikhlaskan anak kita. Lihat kondisi kamu, Mau sebesar apapun tekad kamu untuk mempertahankan anak kita... Kalau tubuh kamu tidak merespon dengan baik, Pada akhirnya Anak kita lenyap juga kan? Itu sama aja kamu bunuh anak kamu sendiri." Iqbaal menoleh dengan tatapan sinis, Kedua tangannya tergerak di stir kemudi. "Jadi siapa yang lebih pantas disebut sebagai Pembunuh? Aku atau kamu?"

(Namakamu) menunduk, Ia hanya bisa memainkan jari jemarinya. Tidak berniat untuk menjawab ucapan pedas iqbaal.

"Diem kan?" Iqbaal tertawa sinis, "Makanya, kalau jadi istri itu harus nurut apa kata suami,"

"C-cukup massh, Cukup!" Lirih (namakamu) terlihat menyedihkan. "Aku tau aku salah, Tapi aku mohon mas. J-jangan berbicara seperti itu, Tolong ngertiin aku.."


Strittt!



Iqbaal menghentikan laju mobilnya, Ia menepikan dipinggir jalan trotoar. "Gimana aku bisa ngertiin kamu? Kalau kamu aja gak pernah ngertiin aku, Cuman Bianca yang bisa mengerti aku!"

"Jelas aku bukan Bianca mas!" (Namakamu) menepis airmatanya. "Aku.." ia menunjuk pada dirinya sendiri, "Wanita yang hanya ingin dicintai dan dimengerti oleh suami aku sendiri! Aku bukan wanita perebut suami orang!"

"SHUT UP YOUR MOUTH!" Iqbaal mengangkat tangan kanannya kearah wajah (Namakamu) dengan ekspresi kesal,

"Kenapa diem? Ayo tampar aku mas!"

Iqbaal menggeram kesal, "Bianca bukan perebut suami orang, Aku yang sudah merebut atensi dia dan jangan salahkan aku, Tanya sama diri kamu sendiri!" Iqbaal segera menyalakan kembali mesin mobilnya lalu melajukannya lagi.

Hening. Selama diperjalanan menuju rumah baik Iqbaal maupun (Namakamu) sama sekali tidak ada yang membuka suara, yang terdengar hanyalah suara gemuruh jalanan serta klakson dari para pengendara motor ataupun mobil.

𝐋𝐞𝐩𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐤𝐮 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang