Semoga Tuhan menyayangi

1.6K 142 33
                                    

"Mas iqbaal?" Gumam (namakamu) tatkala ia melihat mobil iqbaal yang datang. "Padahal belum waktunya pulang,"

"Sekarang juga kamu harus ikut aku ke Mall." Ucap iqbaal dengan wajah tanpa ekspresinya. Pria itu menghampiri (Namakamu) yang tengah menyiram tanaman. Sebelum menjawab (Namakamu) memilih untuk meletakkan gembor  itu dimeja. "Harus sekarang juga mas?" Tanya wanita itu sembari melepaskan sarung tangannya.

Iqbaal mendecak kecil, "Kamu budeg apa gimana sih? Gak denger apa yang aku bilang tadi hah?"

(Namakamu) menghela nafasnya, "Yaudah mas, aku ganti baju dulu,

"Gausah!"

"Kenapa mas? Aku gak mungkin pakai baju kayak gini keluar rumah," ujar (Namakamu) sembari melirik sekilas pada pakaian yang ia kenakan.

Iqbaal tersenyum miring, "Terus kamu mau pakai pakaian seperti apa hm? Seperti Bianca? Seperti Artis yang ada di Televisi? Dan setelah kamu memakai pakaian seperti itu, Kamu berharap aku akan memuji kamu seperti lelaki lain? Iya?" Ia terkekeh hamb...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iqbaal tersenyum miring, "Terus kamu mau pakai pakaian seperti apa hm? Seperti Bianca? Seperti Artis yang ada di Televisi? Dan setelah kamu memakai pakaian seperti itu, Kamu berharap aku akan memuji kamu seperti lelaki lain? Iya?" Ia terkekeh hambar, "Gausah mimpi terlalu tinggi. Toh, Kamu gak akan pernah bisa menggantikan seorang Bianca dalam hatiku."

(Namakamu) terdiam mendengar ucapan menyakitkan iqbaal. Kenapa suaminya ini tidak sedikitpun menyaring perkataan demi perkataannya? Sebegitu mudahnya kah iqbaal melupakan dirinya sendiri?

"Sekarang juga kamu kunci rumah, Aku tunggu dimobil." Iqbaal segera melengos pergi meninggalkan (Namakamu) yang masih terdiam mematung. Kedua tangannya terkepal kuat, ia mendecih tatkala airmatanya berhasil turun tanpa seizinnya. Tanpa menunggu lama lagi, ia segera mengunci rumah dan bergegas masuk kedalam mobil.

Selama diperjalanan kedua manusia ini hanya terdiam. Tidak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun, yang terdengar hanyalah suara riuhnya kendaraan. Suasana menjadi semakin canggung tatkala macet melanda, Maklum saja ini jam waktunya makan siang. Dan kali ini mobil iqbaal berhenti akibat macet itu.

(Namakamu) menatap kearah luar jendela yang tertutup. Terjejer rapih mobil-mobil mewah serta motor-motor. "Buna  kangen sama kamu nak," bisiknya pelan tatkala ia melihat seorang balita yang tengah dipangku oleh ibu muda dari dalam mobil. Balita itu tertawa ketika seorang lelaki yang sepertinya Ayahnya itu sedang mencubit gemas pipi gembulnya. Sementara iqbaal mendengar jelas bisikan (Namakamu), ia menarik tuas persnelingnya lalu menghela nafasnya.

"Sudah berapa kali aku bilang, Lupakan anak kamu! Kenapa  masih mengingatnya sih?"

Ketika mendengar itu, (Namakamu) memang tidak melirik bahkan menoleh tapi ia hanya bisa menghela nafasnya. Iqbaal memang menyuruhnya untuk melupakan anak mereka, tapi (Namakamu) tidak bisa. Ibu mana yang bisa melupakan anak kandungnya sendiri yang meninggal?

"DENGARKAN AKU BICARA BISA KAN?"

(Namakamu) segera menoleh dengan mata yang merah menyala ia menatap tajam iqbaal, "Sebegitu mudahnya kamu ngomong kayak gitu mas." Ia menepis kasar airmatanya, "Anak yang sudah meninggal itu, Adalah anak aku dan kamu mas! Darah daging kita!"

𝐋𝐞𝐩𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐤𝐮 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang