(Namakamu) mengeluh kesakitan dibagian perutnya, Ntah kenapa ia merasa lelah dan lemas sekali. Padahal pekerjaan untuk bersih-bersih rumah belum 100% selesai. Dan saat ini ia sedang membersihkan kaca jendela, Namum kegiatannya harus terhenti sesaat karena rasa nyeri dibagian perutnya itu. Hari demi hari (Namakamu) menyadari penurunan berat badannya yang sangat drastis. Nafsu makannya tidak seperti biasanya, tapi untung saja rambutnya tidak rontok seperti tempo lalu, Karena (Namakamu) memutuskan untuk menghentikan Kemo terapinya, Dokter yang menanganinya sedikit kecewa atas keputusanmya ini, Tapi mau bagaimana lagi? (Namakamu) sudah sangat lelah dan tidak ingin membiarkan tubuhnya ini harus dicucuk-cucuk oleh jarum suntikan, dimasukan zat kimia dan lain-lain, Apalagi bau rumah sakit, bau obat-obatan yang selalu merasuki penciumannya.
(Namakamu) bahkan tidak merasakan apapun hasil atau efek dari kemo terapi tersebut. Daripada harus membuang banyak biaya hanya untuk kemo terapinya, Lebih baik ia simpan saja uangnya. Terlebih persoalan iqbaal. Pria itu sama sekali tidak ingin tahu menahu perihal kemo terapinya (Namakamu), ia merasa percuma untuk berobat tetapi tidak ada satupun support sistem untuk memotivasi dirinya sendiri agar cepat sembuh. Mungkin sebab itulah ia memutuskan untuk berhenti Kemo. Bukan karena (Namakamu) tidak ingin cepat sembuh, Tapi... Apa ia salah jika ingin diperhatikan lebih dari iqbaal? Apa ia salah meminta perhatian layaknya seorang istri pada suaminya sendiri? Sebab ia yakin, Jika ia mendapatkan hal itu... ia yakin Kemo terapinya akan berjalan lancar dan (Namakamu) mempunyai rasa bersemangat yang besar.
"Tapi..." (Namakamu) menyemprotkan cairan pembersih kaca jendela dari semprotan dengan pelan, "Apa itu terlalu lebay?" Tanyanya.
(Namakamu) meletakkan botol semprotan itu dimeja teras. Kebetulan dia sedang berada diluar rumah, Teras. Ia menghela nafasnya, "Aku emang terlalu kekanakan-kanakan. Mas iqbaal pasti gaakan pernah mengiyakan apa yang aku mau. Dan ya..." (Namakamu) terkekeh miris seraya ia mulai membersihkan kaca jendela dengan alat itu---duhileh gue gatau. "Sama seperti yang aku bilang tadi, Dia pasti akan maki-maki aku dan bilang aku itu kekanak-kanakan."
"(Namakamu)?"
(Namakamu) mengeryit lantas segera menoleh, Kedua matanya terbelalak tatkala melihat siapa yang datang. "Ibu?" Itu adalah Rianti. Ibunya iqbaal, Mertuanya (Namakamu).
(Namakamu) segera meletakkan alat pembersihnya diatas meja. "Ibu kesini?" Ia tersenyum lalu meraih tangan kanan wanita berumur setengah abad itu untuk ia kecup. Lantas ia segera menatap wanita itu lagi, "Apa kabar bu?"
"Kamu nangis?" Rianti menatap kebingungan pada menantunya ini. Ia melepas genggaman (Namakamu), tangan kanannya terangkat untuk mengelus bawah mata kiri (Namakamu).
"Ah, enggak bu." (Namakamu) berusaha untuk menutupi segala keluh kesahnya agar Rianti tidak mengetahuinya. Mau bagaimanapun ia tidak ingin Rianti mengetahui semua permasalahannya dengan iqbaal. Ia melirik pada koper yang dibawa oleh Rianti, "Ibu kenapa gak ngasih tau aku atau mas iqbaal?"
Wanita dengan kacamata khas mata plus serta rambut sebahunya tersenyum kecil, "Sengaja. Biar jadi surprise."
"Yaudah bu, Kita masuk yuk?" Rianti mengangguk lantas mereka segera melangkah untuk masuk, Namun ketika mereka hendak membuka pintu. Rianti melihat ada hal janggal.
"Kenapa bu?" Tanya (Namakamu) ketika Rianti menahan tangannya.
Rianti terus saja melihat kesatu titik, Segera ia menoleh pada menantunya ini. "Kamu kenapa bersihin kaca jendela? Pembantu kamu mana?"
Mulut (namakamu) tergugup. Ia berusaha untuk menutupi dengan tersenyum palsu. "Yaampun aku harus jawab apa ini? Apa aku harus bohong?"
"(Nam)? Kenapa diem? Ibu nanya loh ini," kekeh Rianti
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐞𝐩𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐤𝐮 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)
Aktuelle LiteraturPEMERAN CEWEKNYA YEEN, KALO JIJIK GAUSAH BACA! GAUSAH KOMEN!! (𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐌𝐄𝐌𝐁𝐀𝐂𝐀) (𝐂𝐎𝐌𝐏𝐋𝐄𝐓𝐄𝐃) 𝐁𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐣𝐚𝐝𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐣𝐢𝐤𝐚 (𝐍𝐚𝐦𝐚𝐤𝐚𝐦𝐮) 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐥𝐢 ...