Perkara Bakso

1.2K 134 7
                                    

Yo jejaknya yo yang nagih mana heh.


(Namakamu) menggigit bawah bibirnya. Kedua tangannya senantiasa setia diperutnya. Ia merasa gelisah, Karena sejak dari kemarin ntah kenapa ia ingin sekali Bakso yang ada dipinggiran jalan, padahal ia sama sekali tidak memikirkan makanan berbentuk seperti bola nan berkuah itu. Apakah ini yang disebuh Ngidam? Bayinya berteriak ingin makanan itu dan harus ditepati. Tapi ia harus meminta pada siapa? Iqbaal? Ah, suaminya itu pasti akan bersikap acuh dan lebih memilih untuk sibuk bersama Bianca.

"Enggak (nam), Kamu gak mau Bakso kok. Udah gausah difikirin," (namakamu) menggeleng kuat seraya memejamkan kedua matanya dengan rapat seakan-akan memaksakan agar rasa ingin memakan bakso yang begitu besar ini cepat hilang. Ini sudah kali keduanya ia menunda ngidamnya ini.

Huh. Bosan.

Klik!

Wanita berbadan dua itu menyalakan tv yang memang disediakan di dalam Kamar. Ia beberapa kali menekan tombol remot itu guna mencari acara tv yang sekiranya mengobati rasa bosannya. Namun, tibatiba saja ia terdiam dengan wajah mupeng serta beberapa kali ia menelan saliva yang terasa pahit. Tanpa disengaja ia terhenti diacara makan-makan, yang dimana si artis sedang makan Bakso dipinggir jalan, sama persis dengan apa yang ia inginkan

(Namakamu) mendengus, "Kenapa harus ada acara seperti ini? Aku kan jadi kepengen,"

Oke baiklah sepertinya ia harus membeli Bakso yang ia maksud sendiri. Ia akan keluar rumah sendiri, semoga saja iqbaal tidak melihatnya. Kenapa tidak pesan Online? Itu tidak sama. Setaunya, kebanyakkan tukang Bakso yang sudah free order itu tidak dipinggir jalan kan? Maksudnya Bakso pinggiran jalan yang (Namakamu) maksud itu adalah Bakso gerobak yang stay ditempat dengan atap yang terbuat dari terpal plastik. Ntah lah itu mempunyai kenikmatan tersendiri untuknya, Vibenya terasa beda.

Setelah mengambil dompet ia segera keluar, Terdengar suara iqbaal sedang mengobrol dengan wanita, Itu sudah dipastikan Bianca. (Namakamu) menghela nafasnya, Kenapa sering sekali datang kerumahnya? Padahal dia bukan siapa-siapa, Aneh! Setelah turun dari tangga, ia segera mungkin berjalan kearah pintu utama yang sudah dipastikan Iqbaal dan Bianca dapat melihat kepergiannya.

Sial, seharusnya ia jalan lewat pintu belakang saja. Walaupun harus berjalan jauh lagi.

"Mau kemana?" Iqbaal kini berada dihadapannya, sementara Bianca masih terduduk di sofa. Pria itu menatap penuh tanda tanya pada wanita yang memakai pakaian khas orang hamil ini

 Pria itu menatap penuh tanda tanya pada wanita yang memakai pakaian khas orang hamil ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Namakamu) memberanikan diri untuk menatap iqbaal dengan senyuman manisnya. "Mas... Aku izin keluar sebentar ya? Mau beli---"

"Enggak usah,"

"Mas tapi aku ngi--"

"Aku bilang gausah ya gausah, ngerti gak sih?"

(Namakamu) sedikit menunduk, "Tapi aku ngidam mas, Aku pengen Bakso yang ada dipinggir jalan,"

Ngidam? Iqbaal menaikkan sebelah alisnya. "Kamu mau makan ditempat kotor dan penuh debu itu, iya? Kamu lupa kalau kamu itu lagi hamil dan jangan lupakan penyakit kanker kamu itu!"

"Mass.." (namakamu) meraih tangan kanan iqbaal, "Aku tau makan ditempat kayak gitu gak baik untuk kesehatan aku dan juga bayi kita, Tapi aku yakin kok... A-aku yakin aku bakalan baik-baik aja. Jadi aku mohon, Izinin aku ya?" Kedua alis (namakamu) menyatu, "Aku gak minta mas untuk beliin atau nemenin aku, Aku cuman minta mas izinin aku untuk beli Bakso, Gak papa aku sendiri aja."

Iqbaal terdiam sejenak masih dengan ekspresi ketusnya, Ia segera melepas genggaman (Namakamu) dengan kasar, "Apa jaminannya kalau kamu akan baik-baik aja? Denger ya, Aku bukannya peduli sama kamu, Tapi aku gak mau kamu pingsan diluar sana dan bikin aku kerepotan, Nyusahin tau gak."

(Namakamu) tersenyum getir mendengar itu. "Tapi kamu peduli kan sama anak kita? Aku gak papa kalau kamu gak peduli sama aku, Gak sayang sama aku lagi. Aku gak apa-apa mas, Tapi yang lebih penting itu adalah.." (namakamu) mengelus perutnya, "darah daging kita.."

Iqbaal menelan salivanya, Ntah kenapa ucapan (namakamu) mampu menyentuh hatinya. Ia mengusap wajahnya gusar, sementara (Namakamu) sibuk mengelus perutnya

"Ngobrolin apa sih kalian! Lama banget!" Ketus Bianca. Ia merasa kesal sebab iqbaal tak kunjung kembali padanya.

Iqbaal menoleh dengan kedua mata yang sedikit memerah hal itu tentu membuat Bianca mengeryit, "Kamu kenapa mas?" Bianca menatap (namakamu), "Kamu apain mas iqbaal hah?"

(Namakamu) mengeryit, "Apa sih kamu!" Ia menatap iqbaal, "yaudah mas, Aku pamit dulu ya?"

"Eugh-- (nam), tunggu!" Iqbaal menatap Bianca dengan tatapan tak dapat diartikan. Ia membasahi bibirnya, "Sayang," iqbaal menggenggam kedua tangan Bianca dengan erat, "Kamu tunggu sebentar ya? Aku mau nemenin (namakamu) beli Bakso, Dia ngidam. Dan aku sebagai ayah dari anak yang ada didalam kandungannya harus menuruti keinginannya,"

Bianca mendengus seraya melepaskan genggaman iqbaal dengan kasar, "Kamu tuh kenapa sih lebih mentingin dia? Terus aku gimana mas!"

"Ya tapi dia ngidam sayang, Tolong ngertiin aku. Oke?" Iqbaal tersenyum diakhir

Bianca menghentakkan kakinya, Ia menatap kesal pada (Namakamu), "Kenapa sih kamu manja banget?! Beli sendiri masa gak bisa?!"

(Namakamu) menatap sinis Bianca, "Kamu tuh kenapa sih? Kenapa malah sewot kayak gini? Toh mas iqbaal aja mau nemenin aku beli Bakso tanpa aku yang minta. Lagian ini bukan permintaan aku, tapi permintaan bayi kami."

"Alah! Gausah ngeles kamu, Pasti ini cara kamu untuk ngambil Atensi mas iqbaal kan? Iya kan?!"

(Namakamu) tersenyum manis, "Memangnya kenapa kalau aku berusaha untuk mengambil Atensi mas iqbaal lagi? Aku ini istri SAH nya dan sekarang aku sedang mengandung anaknya, jadi wajar aja mbak." Ia menatap iqbaal yang meringis kebingungan, "Mas, lebih baik aku pergi sendiri aja. Kamu urusin wanita ini,"

"Enggak (nam), aku harus nemenin kamu." Ia menatap bianca penuh bersalah, "Kali ini aja, Kamu ngertiin aku ya? Yaudah aku pamit dulu," sebelum pergi iqbaal mengecup kening Bianca, (Namakamu) yang melihat itu hanya bisa membuang muka saja.

"Ayo," (namakamu) tertegun. Sebab iqbaal menggandeng tangannya, Setelah sekian lama akhirnya iqbaal kembali menggandeng tangannya. (Namakamu) tersenyum kecil,

Terimakasih ya nak, karena kamu. Ayah bisa bersikap baik sama Buna.

Lihat aja (nam), aku gaakan ngebiarin kamu memperalat bayi itu supaya Mas iqbaal kembali sama kamu.





Bersambung....





Sekali kali iqbaal baik dikit gapapa kali ya, HAHA.

𝐋𝐞𝐩𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐤𝐮 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang