Perkara Buah mangga

1.2K 163 14
                                    

Gue yakin part kali ini pasti dikit votenya...


Pukul 8 malam iqbaal barusaja keluar dari kantornya. Pekerjaannya dengan beberapa perusahaanlah yang membuatnya harus lembur. Dengan wajahnya yang terlihat sangat lelah ia harus segera pulang, Ia menyalakan mobilnya seharusnya tadi ia suruh saja Giono-- Supir pribadinya. Ia segera menjalankannya ditemani rasa kantuk dan lelah yang menyelimutinya.

Tangan kanannya ia gunakan untuk menyetir sementara tangan kirinya ia gunakan untuk memijat keningnya. Ia berharap segera sampai. Mobilnya harus berhenti sesaat disaat lampu merah menyala, Ia membuka kaca jendela bertepatan dengan itu ia melihat anak perempuan seperti tengah menawarkan buah mangga pada pengendara lain. Namun tak lama anak perempuan yang sepertinya berumur 12 tahun itu harus menelan pil pahit karena pengendara mobil yang tadi ia tawarkan tidak membeli buah dagangannya. Hingga tak lama anak perempuan itu kini menawarkam buah itu pada iqbaal

"Om mau beli buahnya gak?"

Iqbaal tersenyum tipis seraya mengangguk. Ia melirik pada keranjang yang tengah dijinjing oleh anak perempuan itu. Tersisa 10 buah mangga lagi, "Om beli semuanya." 

Anak perempuan itu tentu senang. Ia segera memasukkan buah itu kedalam kresek hitam, "Ini om,"

"Jadi berapa?" Tanya iqbaal seraya ia mengambil uang yang ada didalam dompetnya

"100 ribu om,"

"Oh oke." Iqbaal segera memberikan 5 lembar uang senilai 100 ribu. Itu artinya ia memberikan setengah juta rupiah, Cukup besar bukan?

Anak perempuan itu terdiam sejenak ia belum menerima uang itu. Menurutnya itu melebihi harga yang sudah ia tetapkan, Iqbaal terkekeh geli. "Ini uangnya, Segera pulang. Ini udah malem gak baik untuk kesehatan kamu,"

"T-tapi om..."

"Kamu cepat minggir, Sebentar lagi lampunya akan hijau," Titah iqbaal dengan segera anak itu menerima uang itu dan segera minggir. Barusaja ia ingin berucap terimakasih namun mobil iqbaal sudah melesat pergi.

Anak perempuan itu tersenyum haru sembari menatap uang itu, "Baik banget omnya,"

Setelah sampai dirumah iqbaal segera masuk kedalam tak lupa ia membawa kresek buah mangga yang tadi ia beli. Setelah didalam, Keadaan sepi. (Namakamu) kemana? Apa sudah tidur? Ah pasti dikamar. Rasa kantuknya seketika hilang ketika ia berbincang sedikit dengan anak penjual buah tadi, Ntahlah! Ia merasa kasihan.

Sebelum benar-benar pergi kekamar, Iqbaal memutuskan untuk kedapur. Ia akan segera mengupas buah ini untuk (Namakamu). Seperti janjikan kemarin, Ia akan berada disamping (Namakamu), walaupun tidak full 24 jam namun iqbaal pikir dengan diberikannya perhatian kecil ini (Namakamu) tidak akan membuatnya kerepotan lagi. Ia melepaskan jas hitamnya lalu ia letakkan disandaran kursi makan, lalu ia lipat pergelangan kemejanya hingga sikut. Sebelumnya ia sudah mengambil piring, garpu, dan pisau.

Pria itu dengan telaten dan fokus untuk mengupas buah itu, Huh. Jika saja ada pembantu, iqbaal tidak usah capek-capek harus melakukan hal ini. Dapur bukan dunianya, mengupas, memasak, Ck bukan passionnya!

"Mas? Kamu lagi ngapain disini?" Tanya (Namakamu). Wanita itu kini cukup sehat. Tidak selemah kemarin. Sudah cukup fit. Ia berdiri disamping Iqbaal, Ia sedikit terkejut ketika mengetahui jika iqbaal sedang mengupas buah. Hm untuk apa?

Pria itu tidak menjawab hanya melirik sekilas. (Namakamu) tersenyum, "Kenapa kamu gak nyuruh aku aja mas untuk kupasin? Jadi kamu gausah susah payah ngupasin buahnya."

Iqbaal lagi-lagi terdiam. (Namakamu) perlahan melunturkan senyumannya. Kenapa iqbaal tiba-tiba dingin? Kesalahan apa lagi yang ia lakukan?

(Namakamu) terus memerhatikan iqbaal. Pria itu kini tengah membelah buah itu lalu ia letakkan hasilnya diatas piring. Setelah selesai ia berjalan kearah wastafel, Ia mencuci tangan. Lalu ia kembali keposisi semula.

"Dijalan aku gak sengaja lihat anak kecil jualan buah, Aku keinget kamu. Karena yang aku tau, Ibu hamil itu sangat suka buah mangga. Jadi aku memutuskan untuk membeli." Jelas iqbaal dengan tatapan tidak sedingin tadi. "Ini kan yang kamu mau?"

Satu sisi (namakamu) sangat senang dengan perlakuan iqbaal. Pria itu memenuhi janjinya. Tapi satu sisi ia sangat sedih ketika mendengar ucapan diakhir. Ia merasa iqbaal melakukan semua ini dengan atas dasar keterpaksaan.

"Makan, Aku tau ini waktu yang gak tepat untuk makan buah, Tapi sekiranya kamu makan dan hargai perjuangan aku,"

(Namakamu) terdiam dengan tatapan sendu. Iapun terduduk di kursi makan, Ia belum juga menyentuh buah itu, Sehingga membuat iqbaal mengeryit

"Kenapa diem? Kamu gasuka? (Nam), ini kan yang kamu mau?"

(Namakamu) menunduk sesaat bersamaan itupula airmatanya menetes. Ia mengangkat wajahnya ia menatap sendu iqbaal, ia tersenyum getir. "A-aku makan buahnya mas," tangan kanannya mulai meraih garpu lalu ia tusukan, iapun memasukan potongan buah itu kedalam mulut. Ia mengunyahnya dengan perlahan, Airmatanya kembali menetes. Ia berusaha untuk tidak menangis. Buah yang sedang ia kunyahpun terasa pahit, tidak ada rasa sama sekali. Iapun berusaha untuk menelan buah itu, Kenapa susah sekali?

"Makasih mas,"

Iqbaal segera melengos pergi. Pria itu sedaritadi hanya terdiam menunggu (namakamu) memakan buah itu. Tangis (namakamu)pun pecah, Bukannya mentalnya kembali memulih ini malah semakin menjadi. Jika seperti ini, Lebih baik iqbaal tidak usah berpura-pura ingin berada disampingnya, Itu justru lebih menyakitkan!

"Hiks.... Hiksss...." (Namakamu) menenggelamkan wajahnya dilipat tangan. Ia menggeleng sejadi-jadinya. "Kenapa sesakit ini yatuhan?" Ia mengangkat kepalanya, Ia menggigit bawah bibirnya, kedua tangannya tergerak untuk mengelus perutnya, "Nak, Buna udah gak kuat nak."









Bersambung....









𝐋𝐞𝐩𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐤𝐮 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang