Veranda berdiri dihadapan Shania sambil menatap gadis itu penuh tanya. Wajah Shania nampak merah. Dari gerak-geriknya pun, sejak kedatangan Veranda dirinya semakin dibuat panik.
"Kak Ve, a-ada apa?" tanya Shania gugup.
Veranda menarik kursi lalu duduk dihadapan Shania.
"Aku denger dari anak-anak IPS 2 lagi rame gara-gara debat."
"I-iya.."
"Kamu yang terakhir ngajar kan?"
"I-iya, kak." Shania semakin grogi saat Veranda menatapnya dengan tatapan menyelidik.
"Ma-maaf, kak. Aku gak tau kalo debatnya akan serame ini. Aku kira, anak-anak IPS 2 gak akan tertarik bahas itu, karena yang aku liat, setiap pelajaran aku mereka selalu takut buat nanya." jelas Shania. Veranda menaikkan sebelah alisnya.
"Shan, mereka itu anggap kamu tegas dan amat sangat disiplin, makanya mereka segan dan takut sama kamu, tapi, debat tadi itu seolah jalan buat mereka untuk nunjukin hal yang gak pernah mereka lakukan di hadapan kamu. Sekarang liat, IPS 2 jadi perbincangan satu sekolah karena debat itu. Mereka jadi gencar cari tau tentang hubungan sesama yang digosipin di sekolah ini," Veranda menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Menatap penuh telisik pada Shania yang sudah mulai kalut.
Shania mengusap kasar wajahnya, merasa frustrasi dengan apa yang dilakukannya tadi.
"Aaaaa. Terus aku harus gimana kak?"
"Ya udah terlanjur. Kamu harus bisa ngebantah gosip-gosip yang lagi diomongin sama anak-anak di sekolah ini. Ngejelasin ke mereka kalo itu hanya materi debat aja."
"Mana bisa, kak."
"Terkadang, munafik itu diperlukan, Shan. Dan satu hal yang harus kamu tau.."
Shania memberanikan diri menatap Veranda yang sudah beranjak bangun dari kursinya. Hendak pergi meninggalkan ruangannya sebelum akhirnya dia mulai mengatakan sesuatu.
"Anak-anak yang ikut serta di turnamen basket Jepang, hari ini pulang. Dan mereka sudah melakukan penerbangan sejak satu jam yang lalu."
"HAH?! KAK VE SERIUS?"
"Aku cuma gak mau dia denger semua pembicaraan satu sekolah ini. Dan kamu pasti tau akibatnya kalo dia sampe denger pembicaraan itu." jawab Veranda setelah akhirnya dia memutuskan untuk pergi meninggalkan Shania yang sudah uring-uringan karena ulahnya sendiri.
"Ya Tuhan." sekarang dia bingung, bagaimana caranya dia bersikap besok jika seseorang itu datang dan mengetahui semuanya.
***
Keesokan harinya.
Kegiatan sekolah masih berjalan seperti biasa, yang sedikit berbeda hanya bahan gosip anak kelas yang masih seputaran kemarin.
Alasan utama debat kemarin begitu hangat diperbincangkan bukan semata-mata karena terkuaknya sebuah hubungan yang tak lazim di sekolah, karena pada dasarnya hal tersebut sudah lumrah dikalangan murid. Tapi melihat betapa panasnya debat yang notabenenya diisi oleh seorang guru yang santer dikabarkan memiliki hubungan khusus dengan salah satu murid menjadi pemicu, debat tersebut seru untuk dikulik, ditambah lagi sekarang kubu pro dan kontra sudah jelas terlihat di kelas tersebut.
Gosip lama yang sudah mulai pudar kini mencuat lagi dipermukaan.
~Shani POV~
Suasana kelas hari ini rasanya sangat berbeda, Aurel dan Siska yang biasanya bernyanyi di depan papan tulis, Chika dan Vivi yang selalu berdebat dibangkunya, Michelle yang setiap waktu luang selalu tik-tokan, Ariel, Eve dan Tasya si tarzan kelas alias tukang teriak, Gracia si alay dan humble yang selalu nemplok sana sini mengobrol tak jelas dengan semuanya tapi pada akhirnya balik lagi ke Anin, dari pagi hingga kini tak terlihat aktivitas tersebut.