Beby membuka selembar demi lembar buku yang dibacanya. Sesekali gadis itu mencatat apa yang ia rasa penting untuk kembali dipelajari.
Kini, gadis yang terkenal akan kecerdasannya, keteladanannya yang siapa pun tidak bisa menandinginya, kecuali satu orang itu, tengah duduk dengan santainya di bangku paling pojok perpustakaan.
Padahal sekarang ini jam belajar mengajar sedang berlangsung, namun karena kelas Beby merupakan kelas yang sering sekali mendapatkan jam kosong, maka Beby lebih memilih untuk pergi dan mengerjakan tugas di perpustakaan.
"Biasanya, karakter seseorang yang menyimpang itu jangan dijauhin.." Gumam Beby.
"Tapi not bad lah ya. Tergantung bagaimana karakter itu berbicara di muka umum." Lanjut ucapnya.
Hingga tibalah seorang guru dengan perawakan tinggi dan memiliki tubuh yang ideal. Ia duduk di kursi depan berhadapan dengan Beby tanpa meminta izin. Sedangkan Beby hanya melirik guru itu sekilas, kemudian kembali membaca.
"Kenapa gak masuk kelas?" Tanya Beby.
"Aku lagi gak mau ngajar, By."
Beby menghembuskan napasnya kasar. Ia melirik ke sekitarnya, berusaha memastikan bahwa tempat ini kosong.
"Kenapa?"
"Males aja."
Beby menutup buku yang dibacanya setelah menempatkan pembatas di dalamnya.
"Jangan karena masalah pribadi kamu jadi seenaknya kayak gini." Beby menyandarkan tubuhnya sambil menatap guru di hadapannya.
"Masalah pribadi apa sih? Aku gak ada masalah apa-apa kok,"
"Shania."
Guru di hadapan Beby adalah seorang Shania. Gadis yang selalu mencari celah dan mencari cara untuk mempublikasikan hubungannya dengan Beby.
"Kenapa? Kamu mau marahin aku lagi?"
Hembusan napas kasar keluar dari bibir keduanya.
"Kamu tau soal guru yang resign itu?" Tanya Beby berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.
Karena jika dipikir-pikir, Beby cukup sering memarahi Shania hanya karena sebuah hubungan dan perdebatan yang tidak begitu penting baginya.
"Iya, aku tau."
"Dia kenapa?"
"Yang aku tau sih dia ini resign karena mau nerusin kuliah S2nya di luar negeri." Jelas Shania. Beby mengerutkan keningnya bingung.
"Bukan karna hal lain?"
"Hal lain apa maksud kamu, By?"
"Ke gap misalnya."
Shania mendengus sebal mendengar kecurigaan Beby yang lagi-lagi harus mengarah ke sana.
"Kenapa sih kamu selalu mikir ke gap ke gap dan ke gap?" Kesal Shania.
"Ya karna itu resikonya." Jawab Beby begitu dingin.
"Ya terus kamu pikir dia ke gap di suatu tempat yang tertutup gitu?"
"Bisa jadi. Di ruangan dia contohnya." Tebak Beby. Shania mendengus sebal.
"Kalo hal itu beneran alasan dia resign, apa kamu tetep mau publikasi hubungan kita? Hm?" Beby mendekatkan dirinya pada Shania, sedikit mencondongkan badannya. Ia melipat tangannya di atas meja dengan sopan. Kemudian di tarik dengan lembut oleh Shania hanya untuk di genggam.
"Aku gak peduli sama semua resiko asal hubungan kita gak diem-dieman kayak gini. By, aku capek terus-terusan kayak gini di belakang mereka semua.."
