bukan kita

16 5 1
                                    

Dulu meski aku yang hampir selalu menyapa terlebih dulu namun ia menyambut baik datangnya kata dari ku.
Aku senang.
Selama masa ini, bukan tidak pernah, namun lebih sering aku yang bersuara lebih dulu, baik saat hanya ingin menyapa atau saat rindu.
aku tidak pernah tahu dengan jelas bagaimana sebenarnya perasaan diantata kita.
Karena aku pun yang selalu berucap lebih dulu, mungkin lebih banyak pula, tanpa pernah ada penjelasan dibalik semua itu.
Banyak orang berpikir aku tidak memberikannya hak untuk bicara.
Padahal mereka hanya tidak tahu.
Terang-terangan ku katakan apa yang kurasa, tanpa kiasan tanpa pula alasan, apalagi kode-kodean.
Agar ia mengerti, mungkin dengan begitu ia akan lebih mudah terbuka padaku dan kata-katanya tidak akan lagi seperti ctrl+v.
Ku akui meski terkadang ketidakpastian ini membuat ku khawatir.
Karena bisa saja ia pergi tiba-tiba, entah hilang rasa padaku yang mungkin terlalu agresif hingga membuat nya risih.
Satu-satunya hal yang tetap membuatku masih bersuara padanya, melontarkan semua yang ingin ku sampaikan padanya bahkan memberanikan diri untuk selalu menyapa nya lebih dulu adalah hanya karena ia menyambutku dengan baik.
Aku tidak tahu itu sopan santun atau perasaan yang ternyata satu dengan ku.
Senyuman itu, anggukan kepala perlahan saat mendengarkan semua omong kosong ku itu, sapaan baliknya itu, dan malu-malunya itu saat aku mungkin membuatnya bukan hanya salah tingkah tapi juga membuat telinga nya memerah.
Dengan keterus teranganku.
Aku bisa  mengenalnya dengan baik, walau tidak semua darinya hehe. Kau mengerti maksud ku bukan?
Dia sebenarnya adalah orang yang bisa saja pergi dari awal tanpa harus mempertimbangkan banyak hal jika memang ia tidak suka.
Dia punya banyak kesempatan  setiap saat untuk berlalu begitu saja.
Meninggalkan ku dan melupakanku, tanpa harus memikirkan akan bagaimana perasaan ku nanti serta bertindak kita hanya dua orang asing satu sama lain.
Tapi sampai saat itu dia masih disini. Masih bersamaku, masih mendengarkanku, masih tersenyum padaku, masih bertanya-tanya kembali kabarku.
'aku bingung harus mengawali bagaimana, aku takut mengganggu mu. Kau selalu sibuk, aku juga terkadang sibuk, kita sama sama memiliki waktu sibuk. Meski begitu aku senang kita masih bisa tertukar kabar kan hehe. Terima kasih telah memberi tahuku lebih dulu karena aku yang terlalu penuh keraguan ini' katanya.
Itu jawabnya setiap ku tanya mengapa tidak mengabari lebih dulu.
Ini mungkin seperti pembelaan, tapi lihat bukan aku yang tidak memberikan nya waktu untuk berkata-kata tapi ia yang memilih diam, mungkin kah semua rangkaian kalimat ia telan digantikan senyuman.  Aku tidak pernah tahu.
Namun naas, saat aku menunggu-nunggu ia mungkin akan berbicara lebih dulu kedepannya.
Ternyata diwakktu akhirnya ia mulai berbicara lebih dulu adalah untuk mengakhiri hal yang tidak pernah dimulai.
Maaf, katanya. Aku tidak tahu mengapa ia harus meminta maaf pada hal yang bukan kesalahannya.
Setelah bertanya-tanya sendiri, karena aku tidak lagi diizinkan untuk mengutarakan pikiran ku padanya.
Akhirnya aku menyimpulkan sendiri, diwaktu aku tahu kau telah dimiliki orang.
Baiklah, jika pada akhirnya bukan menjadi kita, mungkin itu jalan lain yang lebih baik untuk aku dan dia.
Dengan sajak ini, kisah ku dan kamu selesai.

Satu Bait Tentang HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang