Kyra meletakkan tasnya di dekat wastafel. Mendekatkan wajah ke cermin, dia kemudian melepaskan lensa kontak mata yang sedari tadi membuat matanya gatal. Sepertinya dia tidak cocok memakai lensa dari brand selain yang biasa dia gunakan.
Buang-buang uang saja, pikir Kyra saat dia memasukan lensa ke dalam tempatnya. Mungkin dia harus kembali lagi menggunakan kacamata seperti dulu. Agak repot jika dia harus melepas pakai lensa seperti ini.
Kyra lalu menyempatkan diri untuk merapikan riasan wajah dan rambutnya. Sedikit membubuhkan cushion pada wajahnya, dan memulas lipstik ke bibirnya yang sudah nampak sedikit pudar. Setelahnya Kyra masuk ke dalam bilik toilet karena tekanan di kantung kemihnya yang sudah tak bisa lagi ditahan.
Ketika Kyra sedang menguras isi kantung kemihnya, dia mendengar suara beberapa wanita dari luar. Mereka masuk sambil menggosipkan sesuatu. Kyra sebenarnya tidak ingin mendengar, tetapi sungguh sulit untuk tidak mendengarkan saat suara para wanita itu menggema di seluruh dinding toilet.
"Dia itu sombong sekali. Sok cantik pula," kata salah seorang wanita.
"Wajahnya juga sinis," wanita yang lain menambahkan.
Kyra menarik tisu dari tempatnya. Ingin cepat-cepat dia pergi keluar dari sini.
"Maksud kalian editor junior yang baru naik pangkatan dari cabang Seoul?" wanita ketiga bertanya.
Mendengar itu, Kyra yang sedang mengancingkan celananya pun jadi terdiam. Cabang Seoul? Itu berarti kantor miliknya. Apa mereka semua sedang membicarakan orang dari kantornya?
Kyra tahu, dia seharusnya keluar dan tidak usah memperdulikan omongan orang. Namun sebagian dirinya merasa penasaran akan identitas orang yang sedang para wanita ini bicarakan. Dan pada akhirnya dia hanya berdiri di dalam bilik toilet sambil menguping.
"Iya yang dari cabang Seoul. Kau tahu kan? Yang tadi berpapasan denganmu itu, loh," kata wanita kedua.
"Ah, dia ... Iya aku mencoba tersenyum padanya, tapi dia tidak membalas dan malah melengos."
"Cih! Padahal kau ini adalah seniornya. Seharusnya dia menghormatimu," kata wanita pertama. Suaranya terdengar kesal.
"Siapa namanya?"
Ada jeda. "Moon Kyra kalau tidak salah."
Kyra tidak bisa percaya dengan apa yang dia dengar. Jadi sejak tadi mereka sedang membicarakan dirinya? Orang-orang ini! Apa mereka tidak memiliki sesuatu untuk dibicarakan selain membicarakan orang?
Kyra bahkan yakin, kalau dirinya tidak kenal pada mereka bertiga.
Kyra menghembuskan napas gusar. Hidungnya pun mengembang karena kesal. Dia sudah siap untuk keluar dan memaki mereka, tapi tindakannya terhenti manakala ia mendengar nama Jungkook disebut.
"Dia itu bisa bekerja di perusahaan kita karena sistem nepotisme," kata wanita pertama.
Kyra mengerutkan dahinya. Aku? Nepotisme?
Salah satu dari mereka mendengus. "Pantas saja dia bisa langsung mendapatkan jabatan yang lumayan, padahal dia baru bekerja di sana kurang dari satu tahun. Kudengar dia tidak perlu melewati tahap magang, seperti sebagaimana seharusnya. Padahal si Kyra itu juga baru saja lulus, kan? Dia juga tidak memiliki kemampuan yang spesial. Bahkan bisa dibilang kemampuannya itu biasa saja," katanya, dengan suara sinis dan merendahkan.
"Ya itulah ... Semua itu karena nepotisme," yang lain menimpali. "Kyra itu berteman dengan anak kedua dari keluarga Kim. Dia juga berkencan dengan Kim Seokjin sajangnim. Maka dari itu, begitu dia masuk, dia langsung diberi jabatan asisten editor dan sekarang dia menjabat jadi Commision Editor dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Kalau bukan karena dia kenal dengan kakak beradik Kim itu, dia tidak mungkin diterima di kantor kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
KOO-PHORIA
FanfictionTerjebak dalam hubungan terlarang bukanlah keinginan Jung Jungkook maupun Moon Kyra, meskipun tak memiliki hubungan darah tapi mereka tetaplah adik kakak yang terikat karena pernikahan orang tua mereka. Tak pernah terlintas dibenak Jungkook kalau pr...