06

76 17 1
                                    

5:00 PM. Setelah kelas berakhir, Cataleah menanyakan beberapa pertanyaan untuk mengulang kembali pelajaran. Dia memberi mereka tugas untuk kelas selanjutnya dan mengakhiri kelas hari ini. 

"Ahh. Akhirnya ... kelas ini selesai juga. Hidup yang sesungguhnya baru akan dimulai sekarang." Lirih Dairon.

"Dairon, apa kamu melupakan sesuatu?"

"Aku tidak tahu apa maksudmu."

"Kamu berencana untuk bergabung dengan unit Valeria, kan?" ucap Thalia.

"Benar. Lalu?"

"Hari ini adalah hari latihannya."

"Oh, tidak! Bagaimana mungkin? Aku tidak percaya ini! Padahal, aku baru saja menyelesaikan kelas!"

"Itu sepenuhnya pilihanmu. Jangan mengeluh padaku, aku hanya bekerja dengan peri pencari lainnya. Jadi, kamu bukanlah satu-satunya yang harus bekerja di sore hari. Oh, Rhedica, apa yang akan kamu lakukan?"

"Kurasa mungkin aku akan kembali ke kamar dan belajar. Ada banyak sekali materi yang harus kupelajari,"

"Baiklah, sepertinya rencana yang bagus."

"Oh, ayolah. Kamu tidak harus bekerja keras di hari pertama." Dairon dan Thalia berdiri, lalu mengambil barang-barang mereka. Dairon mengambil sesuatu dari tas Thalia untuk membuat dia mencarinya. Dairon dengan cepat meletakkan barang itu di dalam tasnya. Memperhatikan Thalia yang mulai mencari barangnya di lantai, lalu mendekati Rhedica. "Mungkin kamu tidak akan sendirian sepanjang hari. Aku akan berusaha pulang lebih cepat, karena aku sudah berjanji padamu." Dia menoleh, mendatangi Thalia, dan memberikan barang yang dicarinya.

"Kamu membawanya? Seharusnya kamu mengatakannya dari tadi."

"Maaf, aku tidak tahu kalau kamu mencarinya. Ayo, kita akan terlambat. Dah, Rhedica!"

"Nikmati waktu luangmu!" ucap Thalia.

"Tentu saja! Sampai nanti!"

Dairon dan Thalia pergi ke arah yang berbeda. Rhedica tetap duduk di balkon selama beberapa saat, tenggelam dalam pikirannya, lalu dia pun pergi dari sana.

5:30 PM. Thalia bergegas menuju markas peri pencari. Dia melewatkan banyak hal saat pergi mencari Rhedica. Dia tahu kalau dia harus melakukan semua itu sekarang.

"Hei, tunggu! Aku harus bicara denganmu." Teriak seseorang membuat Thalia harus menghentikan langkahnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Bukankah aku juga tinggal di Valeria?"

"Bukan begitu maksudku. Hanya saja ... aku sudah lama tidak melihatmu di kelas atau pun di kota, lalu tiba-tiba kamu tertarik untuk berbicara denganku,"

"Sebenarnya sederhana. Ada sesuatu yang ingin aku ketahui dan aku yakin kamu bisa membantuku,"

Thalia merasa frustasi dengan tingkahnya. "Oh, begitu?"

"Benar ... jadi ... siapa peri yang pergi bersamamu ke mana pun?"

"Hah? Jadi, kamu sudah bertemu dengannya? Kenapa kamu ingin tahu? Kamu bukan tipe orang yang peduli dengan apa pun ...."

"Bisakah kamu jawab saja pertanyaanku?"

"Dia adalah Rhedica, cucu dari peri yang menyelamatkan Valeria. Sekarang, permisi ... aku harus pergi." Thalia berbalik dan berlari ke arah markas peri pencari.

"Rhedica. Wah, wah, wah ... peri dari ramalan itu akhirnya sudah tiba." Dia tersenyum penuh teka-teki dan pergi.

09:00 PM. Rhedica menghabiskan waktu seharian dengan berjalan-jalan keliling kota, mencoba mengenalnya lebih dekat. Meskipun Dairon berkata kota peri itu kecil, Rhedica tidak sepenuhnya setuju. Dia menjelajahi lorong-lorong yang sempit dan pojok-pojok yang tersembunyi, menyaksikan apa yang dilakukan oleh para peri dan elf, mengunjungi kios-kios di pasar dan toko-toko kecil, serta menanyakan berbagai hal. Dia juga mampir ke sebuah penginapan untuk makan malam.

Saat hari mulai gelap, dia bergegas kembali ke istana karena dia takut berkeliaran sendirian di jalan dan di malam hari. "Aku benar-benar menikmati berjalan-jalan di kota, tapi aku yakin semua akan jauh lebih menyenangkan kalau saja Thalia dan Dairon menemaniku. Aku iri karena mereka tumbuh di sini dan menjadi bagian dari dunia peri. Aku hanyalah orang asing di mata mereka dan mungkin tidak akan pernah menjadi bagian dari dunia ini."

Merasa sedih tapi bertekad kuat untuk melawan yang terbaik untuk menjadi bagian dari dunia ini, Rhedica pun duduk untuk belajar. "Pikiranku benar-benar kosong! Tak ada yang terpikir sama sekali! Cataleah menyuruhku menulis huruf-huruf aneh ini untuk mengingat bentuknya agar aku bisa mempelajari maknanya dan menggunakannya besok. Ini aneh sekali ... kenapa aku bisa memahami bahasa mereka, tapi tidak bisa memahami abjad mereka. Ini tidak adil!" Karena sibuk menulis, Rhedica tidak menyadari satu jam telah berlalu.

Tiba-tiba dia mendengar suara ketukan. Dia terkejut dan melihat sekeliling. Tidak ada yang aneh. Lalu, suara itu terdengar lagi. Suara itu datang dari salah satu jendela. Merasa sedikit takut, dia berdiri, mengambil tempat lilin yang berat, lalu mendekati jendela. Dia membuka jendela dengan satu tangan, sambil memegang tempat lilin di tangan satunya, bersiap untuk menyerang.

"Hei!"

Dia tidak memiliki waktu untuk melihat siapa itu. Terkejut dengan sosok laki-laki yang tidak dikenalnya di dekat jendela, dia secara spontan meng ayunkan tempat lilin ke arah sosok itu. Dairon berhasil menghindari serangan itu di detik-detik terakhir.

"Hei! Ini aku! Jadi, inikah caramu menyambutku?"

"Maaf, Dairon. Aku tidak tahu kalau itu kamu. Aku tidak menduganya,"

"Jadi, inikah caramu memperlakukan tamu yang tidak di undang? Akan kuingat-ingat dengan baik agar tidak terjadi lagi ... sstt, pelankan suaramu! Seseorang mungkin mendengar kita. Aku berjanji padamu tadi kalau aku akan menyelinap pergi sebelum kelas berakhir dan menjemputmu, kan?"

"Benar, tapi aku tidak menyangka kalau kamu akan berhasil. Jadi, aku tidak menduga kamu akan datang selarut ini."

"Aku tahu. Aku hanya tidak bisa menyelinap ke luar lebih awal, kami mengikuti kelas persiapan wajib, tapi aku masih berhasil menyelinap. Ayo, pergi. Malam ini luar biasa! Kita akan mengobrol nanti." Dairon mendekati Rhedica dan memegang tangannya.

"Tunggu! Hei, tunggu! Ke mana kita akan pergi?"

"Aku akan mengajakmu melihat balkon istana di malam hari. Apa kamu lupa janjiku?"

"Tidak, tidak. Hanya saja ...."

"Sempurna! Ayo, pergi." Dairon mengajak Rhedica melompati jendela tempatnya datang beberapa menit sebelumnya.

"Dairon, kenapa kita tidak keluar lewat pintu saja?"

"Karena seseorang mungkin akan melihat kita, dan kurasa mereka tidak akan senang mengetahuinya. Yah, ini sudah larut malam dan mereka ingin melindungimu, bla bla bla ...."

Rhedica berhenti berpikir sebentar. Dia ragu apakah dia ingin ikut bersama Dairon atau tetap di kamarnya. Dia tidak ingin menyebabkan masalah apa pun, tapi tetap saja, dia benar-benar ingin melihat balkon itu di terangi oleh bintang-bintang. "Baiklah. Ayo pergi! Tapi, janji kita akan segera kembali."

"Tentu saja! Jangan khawatir." Rhedica mengeluarkan tangannya pada Dairon dengan ragu. "Itu dia, manisku!" Pujian itu membuat pipi Rhedica memerah. Dairon membantunya melompati jendela, dan mereka perlahan-lahan menuruni tanaman rambat yang tumbuh di salah satu sisi istana.

VALERIA [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang