Tiga hari kemudian.
Butuh waktu tiga hari untuk Rhedica dan yang lainnya tiba di kerajaan Zaria. Di depan istana, bersembunyi di belakang bebatuan di sekitar, mereka bertukar kata-kata terakhir sebelum menyerang."Oke, ayo mulai!" Rhedica berbalik dan melangkah mendekati istana saat tangan seseorang menghentikannya. Dia-lah yang menghentikan Rhedica. Elf yang dia cintai, yang dia pilih. Elf itu menarik Rhedica ke pelukannya, memeluknya erat-erat, lalu melepasnya dan menatap kearah yang berlawanan.
"Ayo!" sahut Thalia.
Burung-burung raksasa yang dibawa Zaria saat serangan terakhir di Valeria kini hinggap di atas dinding istana. Segera setelah melihat mereka mendekat, burung-burung itu langsung mengeluarkan teriakan yang memekikkan telinga.
"Ayo!" Dairon, Herens, dan Livian berjalan menuju pintu gerbang, meninggalkan Cataleah, Thalia, Ruana, dan Rhedica di belakang.
Burung-burung itu menyerang mereka, tapi mereka sudah siap menghadapinya. Herens menangkap burung-burung itu dengan sulurnya dan menyeret mereka ke bawah, Livian melumpuhkan mereka dengan bola airnya, sedangkan Dairon melemparkan hujan batu ke arah mereka.
"Cepat! Kita harus pergi ke aula takhta secepat mungkin!" teriak Ruana.
Usaha Ruana tidak mungkin terjadi. Terpanggil oleh teriakan burung-burung itu, Zaria keluar untuk menyambut kedatangan mereka. "Kamu seharusnya memberitahuku kalau mau datang. Aku pasti akan mempersiapkan sambutan yang lebih baik. Jadi, ini saja? Kalian bertujuh?"
"Rhedica!" teriak Thalia.
"Mundur! Aku akan menghadapinya."
"Apa?" sontak Cataleah.
"Tidak apa-apa. Rhedica tahu apa yang dia lakukan," senggah Ruana.
Rhedica berjalan baju beberapa langkah. "Kami bertujuh sudah lebih dari cukup untuk menghentikanmu!"
"Kenapa kamu yakin sekali? Aku punya tongkat kerajaan dan medali." Lalu, dia menunjuk ke arah Dairon. "Aku cuma tidak punya pedangnya agar semuanya lengkap."
"Sayangnya, kamu tidak akan bisa mendapatkan pedang itu."
"Oh, ya? Elf itu membawa pedangnya, kan?" lirih Zaria.
"Tidak. Aku yang membawanya." Rhedica mengeluarkan pedang Dairon dari tempatnya. Dia mengayunkannya dengan sembarangan. "Yah, Zaria, berbeda dengan aku dan Livian, Dairon tidak pernah berkomunikasi dengan benda sihir yang diberikan padanya. Dia selalu menganggap pedang ini mengerikan. Kemarin, saat aku meminta pedang ini, dia memberikannya padaku tanpa ragu."
"Ha-ha-ha, tapi kamu tidak bisa menggunakannya. Kamu tidak bisa menggunakan kekuatannya."
"Dan aku tidak mau menggunakannya!" Rhedica melemparkan pedang itu ke udara di mana Zaria berdiri. Zaria berlari untuk menangkapnya, tapi Rhedica lebih cepat. Dia melepaskan anak panah cahaya dan pedang itu terjatuh ke tanah, hancur berkeping-keping.
"Tidaaak! Apa kamu tahu apa yang baru saja kamu lakukan?" geram Zaria.
"Aku memastikan kamu tidak akan pernah mendapatkannya."
"Tapi sekarang, kamu juga tidak bisa mengumpulkan semua benda sihirnya." desis Zaria.
"Aku tidak menginginkan benda-benda itu." Zaria terjatuh ke tanah. Tangannya memegang dada. Dia hampir tidak bisa berdiri. Itulah satu-satunya bukti yang dibutuhkan Rhedica. "Sudah kuduga! Kamu terhubung dengan benda-benda ini! Itulah kenapa kamu sangat menginginkannya. Dan itulah kenapa kehancuran pedang ini menyukaimu."
"Benar, aku terhubung dengan benda-benda itu. Tapi, aku bukan satu-satunya ...."
"Aku tahu. Menyerahlah! Aku bisa membantumu. Semua tidak harus berakhir seperti ini," potong Rhedica.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALERIA [ COMPLETED ]
Adventure[ tamat ] [ follow dulu ] [06/10/21] cerita ini diceritakan kembali dari virtual game (lupa namanya) yang saya beri judul VALERIA. dimana ada seorang wanita dari kehidupan nyata yang tersesat di dimensi lain ( dunia peri ). edit : ± 20/11/2020 upd...