Segera setelah selesai mempersiapkan semua hal untuk perjalanan, mereka menghubungi Cataleah untuk meminta izin tidak masuk kelas karena ternyata mereka merasa tidak enak badan. Cataleah tidak sepenuhnya percaya, tapi dia tetap memberikan izin. Saat subuh, mereka menyelinap keluar dari istana dan menuruni pohon. Tidak lama kemudian, mereka sudah sampai di hutan.
"Ini mudah!" gumam Thalia.
"Yah, kurasa tidak ada yang melihat kita."
"Ayo kita lanjutkan. Seseorang bisa turun kapan pun." Mereka bergegas menjauh dari pohon. Tidak lama kemudian, mereka tinggal berdua di hutan, dikelilingi oleh suara-suara gamerisik yang aneh.
"Apa-apaan ini?!" Rhedica berteriak dan melompat karena terkejut.
"Tenang, itu hanya rusa."
"Semua suara yang kudengar terdengar mencurigakan!" gerutuku.
"Aku tahu. Peri pencari melakukan latihan untuk mengenalinya. Pengenalan suara sangatlah penting," jelas Thalia.
"Sekarang aku tahu alasannya." Tiba-tiba Thalia berhenti berjalan. "Ada apa?" tanya Rhedica.
"Aku tidak ingat arah mana yang harus dituju. Terakhir kali, aku ada di bagian belakang kelompok dan tidak memperhatikan jalan. Bagaimana menurutmu?"
"Kurasa kita harus tetap lurus dulu." Thalia berada di depan, diikuti oleh Rhedica yang berada tepat di belakangnya. Mereka berjalan dengan cepat dan tanpa suara, mereka ingin mencapai danau secepat mungkin agar bisa pulang sebelum malam tiba.
Setelah sampai di danau. Mereka terlihat sangat lelah, mereka menjatuhkan diri ke rerumputan dan berbaring di sana tanpa suara. Thalia mengeluarkan beberapa makanan yang kemudian dimakan rakus oleh Rhedica. Setelah tenaga mereka kembali, mereka berjalan menuju pinggiran danau.
"Lalu, sekarang apa yang kita lakuka" Tanya Thalia.
"Kita akan melihat apakah ide ku benar atau tidak." Mereka membuka perawatan kerja. Thalia mengeluarkan alat untuk mengambil sampel, sedangkan Rhedica mengeluarkan tiga kotak kayu kecil yang berisi zat-zat aneh. Kotak pertama berisi helai-helai bunga merah berbentuk hati, kotak kedua berisi bubuk biru yang berkilau di bawah matahari, dan kota ketiga berisi cairan hijau yang bergerak ke arah yang tidak biasa di dalam kotak.
"Apa penawar racunnya?" tanya Thalia lagi.
"Berikan aku kotak yang terakhir."
"Kotak dengan cairan hijau di dalamnya?"
"Benar, yang itu." Rhedica menunjuk salah satu kotak ketiga pada Thalia.
"Rhedica, cairan ini hidup!"
"Tidak, setidaknya tidak hidup seperti kita. Itu adalah sari pohon oak kita."
"Pohon oak tempat kota kita berada?!"
"Benar. Herens menggunakan ini untuk mempersiapkan berbagai balsem dan ramuan penyembuh untuk para peri dan elf yang terluka parah. Ini menyembuhkan segala jenis luka dengan sekejap." Rhedica mengambil kotak itu dan mendekati danau dengan hati-hati. Dia tidak takut kalau apa yang akan dia lakukan malah membuat semua situasinya semakin buruk. Dia mengambil nafas dalam-dalam dan menggunakan sebagian isinya ke danau.
Thalia berdiri di dekatnya, ter mereka menunggu apa yang terjadi tanpa bernapas. "Aku tidak mengerti. Tidak ada yang berubah." gurutuku.
"Mungkin kamu harus menambahkan lagi. Danau ini tidak kecil."
"Kamu benar." Rhedica membuka kotak lagi dan kali ini mengosongkan semua isinya. Mereka melihat lebih dekat ke air ... sesaat kemudian, energi yang kuat melemparkan mereka beberapa meter ke belakang.
"Apa itu?" ucap Thalia lirih.
"Aku tidak tahu." Saat berusaha bangun, mereka melihat bayangan hitam raksasa yang terlihat membesar dan mengecil berulang kali. Lalu, mereka mendengar teriakan yang memekakkan telinga sehingga mereka menutup telinga dan berguling-guling di rerumputan.
"Ayo! Kita pergi dari sini!" teriak Thalia.
"Tidak, Thalia! Tunggu dulu, lihatlah!" Tidak lama kemudian, bayangan itu muncul dari air dan menghilang. Semuanya kembali tenang, dan cahaya yang aneh terpancar di semua bagian danau.
"Rhedica, danaunya terlihat sama seperti sebelum tercemar racun!"
"Semuanya sangat indah dan jernih!" gumamku.
"Jadi, menurutmu, hanya begini?"
"Benar, air danaunya sudah jernih!" ucapku.
"Tapi, kamu tidak terlihat senang ...."
"Aku memang tidak senang. Aku baru saja menyadari siapa lawan kita," lirihku.
"Maksudmu Zaria?"
"Benar. Sekarang aku tahu betapa kuatnya dia. Tapi, kita harus memeriksa airnya untuk mengetahui apakah airnya sudah bersih atau belum. Tanaman-tanaman akan segera pulih dan hewan-hewan yang dulunya tinggal di sini akan kembali."
Thalia mengambil sampel dari air dan mencampurkannya dengan reagen yang mereka bawa. "Kamu benar! Airnya sudah bersih!" ucap Thalia semringah.
"Kita berhasil melakukan tujuan kita. Kurasa kita sebaiknya pulang sekarang." Rhedica bersiap-siap dan mengemas barang-barangnya. Sedangkan Thalia, dia mengambil beberapa sampel lagi untuk analisis tambahan dan mengemas tas lalu meninggalkan danau.
Saat sampai di kota, mereka hampir tidak bisa berdiri. Mereka sangat lelah. Rhedica dan Thalia berniat untuk makan sesuatu, lalu tidur. Tapi ...
"Itu mereka!" teriak Livian yang kini menghampiri Rhedica dan Thalia.
"Cepat! Panggil Cataleah!" timpal Dairon yang berteriak.
Rhedica dan Thalia terkepung. Livian, Dairon, dan Herens berdiri di hadapan mereka bersama beberapa peri dan elf yang tidak mereka kenal.
"Thalia! Rhedica! Kalian baik-baik saja?" tanya Herens yang merasa cemas.
"Tentu saja. Kenapa kami tidak baik baik saja?" jawab Rhedica kembali melontarkan pertanyaan.
"Ke mana saja kalian?" tanya Livian.
"Kenapa kalian pergi ke hutan sendirian?" tambah Herens.
"Kami tidak pergi ke hutan. Kami ada di kota seharian!" senggah Thalia.
"Lalu, kenapa kami tidak bisa menemukan kalian?" desis Dairon.
"Kami mencari kalian seharian ...."
Saat itu, Cataleah bergabung dengan mereka. "Thalia, Rhedica. Kalian tidak perlu berbohong. Kami tahu kalian pergi ke hutan. Salah satu penjaga melihat kalian. Pertanyaannya adalah ... kenapa kalian pergi ke sana dan kenapa kalian berbohong?"
"Apa-apaan ini?! Semacam interograsi? Setahuku, pergi ke hutan tidak dilarang!" protes Thalia.
"Thalia, kamu lebih tahu tentang ini. Kamu tidak boleh menempatkan Rhedica dalam risiko yang tidak perlu."
"Aku ada di sini, kan? Kamu bisa mengatakan semuanya padaku!" geramku.
"Sepertinya kamu masih belum mengerti."
"Aku lebih tahu daripada yang kalian kira!" bentakku.
"Kami tidak bermaksud buruk."
"Kalian beruntung tidak apa-apa! Karena ..." sebelum menyelesaikan kalimatnya, Dairon memotong perkataan Livian.
"Bagaimana kalau kalian bertemu dengan Zaria?" potong Dairon.
"Cukup! Aku tidak tahan lagi dengan semua ini!" Rhedica berbalik dan meninggalkan mereka.
Semua orang merasakan semacam getaran yang aneh. Mereka merinding. Mereka semua hanya berdiri dan diam. Lalu, Thalia berkata, "Aku bisa menjelaskan semuanya." Dan saat Rhedica berlari ke kamarnya, Thalia menceritakan apa yang terjadi pada semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALERIA [ COMPLETED ]
Adventure[ tamat ] [ follow dulu ] [06/10/21] cerita ini diceritakan kembali dari virtual game (lupa namanya) yang saya beri judul VALERIA. dimana ada seorang wanita dari kehidupan nyata yang tersesat di dimensi lain ( dunia peri ). edit : ± 20/11/2020 upd...