24

12 1 0
                                    

Malam pun tiba dan kegelapan menutupi jalanan. Sesosok peri cantik berambut gelap yang mengenakan gaun merah mengagumkan berdiri di hadapan Rhedica dan Dairon dan memandang mereka dari atas. "Siapa kamu?" tanya Dairon.

"Wah, wah, wah." Dairon sudah jelas marah. "Bocah-bocah kecil yang tersesat." ucap Peri yang berdiri dihadapannya.

"Katakan padaku sekarang! Siapa kamu?!" ulang Dairon.

"Oh, kamu terlihat berbahaya, tidak kenal takut? Hmm, wajahmu terlihat akrab, tapi aku tidak ingat dari mana aku mengenalmu ... terlalu banyak serangan, banyak elf dan peri terbunuh. Siapa yang ingat semuanya ...?"

Peri itu menikmati momen saat menyaksikan ekspresi wajah Rhedica dan Dairon berubah ketika menyadari siapa yang ada di hadapan mereka. Dairon menjadi sangat marah. Dia mengertakan gigi dan mengapalkan tangannya, lalu mulai bergetar. Rhedica berteriak dengan keras dan tajam, halo menutupi mulutnya dengan tangan.

"Kamu?!" desis Dairon.

"Zaria!" sambungku.

"Senang sekali karena orang tuamu menceritakan tentang aku. Aku sangat bangga. Sekarang, aku tahu kalau semua yang kulakukan itu benar. Mereka mengingatku sebagai seorang peri yang hidup, dan hari ini, aku akan memastikan kalian juga mengingatku."

"Orang tuaku meninggal karenamu!" Dairon tidak bisa mengendalikan diri. Meskipun dia tahu keselamatan Rhedica adalah yang utama, dia ingin balas dendam.

"Dairon, tidak!" Dairon berlari ke arah Zaria dengan belati di tangannya. Tapi, sebelum berhasil menjangkaunya, Zaria melemparkan bola api ke arahnya dan membuatnya terjatuh. Untungnya, bola api itu tidak mengenai Dairon.

"Ha-ha-ha, lucu sekali! Manis sekali! Jawab pertanyaanku ... siapa orang tuamu? Aku ingin tahu anak siapa yang akan kubunuh."

"Jangan sentuh dia!" geramku.

"Jangan ikut campur, manis. Giliranmu akan tiba. Siapa orang tuamu?"

"Memangnya apa pedulimu? Lagi pula kamu juga akan membunuhku."

"Kamu benar. Pada akhirnya, semua orang mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan. Kamu seharusnya bersikap rendah hati dan patuh padaku. Sayang sekali, kamu bisa saja hidup lebih lama. Dengan begini, hidupmu akan berakhir di sini."

Dairon perlahan-lahan berdiri dengan mengabaikan rasa sakit dan goresan di tangannya yang berdarah. Dia melangkah perlahan-lahan dan mendekati Zaria lagi. Zaria mengulurkan tangannya dan membentuk bola api raksaksa. Dairon lari ke arahnya, tapia Zaria jauh lebih cepat. Bola api raksasa itu mengenai tempat Dairon. Dairon baru saja berdiri sedetik yang lalu.

"Tidakkk!" teriakku.

Seluruh jalanan tertutup debu dan asap. Awalnya, tidak ada tanda-tanda dari Zaria dan Dairon. Lalu, debunya pun mulai mereda. Zaria dan Dairon berdiri tepat di tengah jalan, terpisahkan oleh sebuah dinding di antara mereka.  "Ini tidak mungkin! Dari mana dinding itu berasal?" gumamku heran.

"Apa?! Bagaimana mungkin? Si berengsek Cataleah itu ... dia mengunci semua kekuatan elf dan peri di Valeria. Hanya aku yang memiliki kekuatan. Bagaimana caramu mengaksesnya?"

"Kamu melakukan kesalahan. Seharusnya kamu menghabisi Cataleah selagi bisa!" ucap Dairon.

"Si berengsek itu! Argh! Tidak masalah. Ini hanya masalah kecil. Lagi pula, kalian berdua adalah pemula. Kalian baru saja mendapatkan kembali kekuatan kalian ... berbeda denganku."

Zaria sangat marah. Kalau ada kesempatan sekecil apa pun untuk Zaria berbalik dan meninggalkan mereka hidup-hidup, kesempatan itu sekarang hilang. Zaria menyerang Dairon sekali lagi, tapi elf itu berhasil mempertahankan diri. Zaria memang cepat, tapi Dairon juga tidak kalah tangkas. Sepertinya, semua pelatihan dengan anggota penjaga raja akhirnya terbayangkan. "Perlawananmu sia-sia!" desis Zaria.

VALERIA [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang