Semua orang bangun lebih siang dari biasanya. Seluruh kota terlihat agak lambat. Rhedica dan yang lainnya tidak memiliki latihan hari itu karena Cataleah harus mempersiapkan para peri dan elf untuk mendapatkan sayap mereka. Thalia membangunkan Rhedica dengan kabar baik. Herens sudah menghubungi Rhedica. Dia bisa mulai bekerja hari ini.
"Aku senang sekali karena akhirnya bisa mulai bekerja, tapi dia benar-benar memilih waktu terburuk untuk menghubungiku!" protesku.
"Kamu kurang beruntung ... kamu tidur larut malam kemarin, kan?" tanya Thalia.
Rhedica menguap. Lalu berkata, "Benar. Aku tidak ingat kapan tidur, tapi aku merasa baru tidur selama beberapa menit."
"Kamu tiba-tiba menghilang semalam ... ke mana kamu pergi?"
"Aku butuh udara segar. Jadi, aku berjalan-jalan."
"Yah, kamu bukan satu-satunya yang menghilang ...."
"Bukan satu-satunya?" ulang Rhedica.
"Livian juga menghilang. Hmm ... kalian berdua tidak bersama, kan?" tanya Thalia.
"Tentu saja tidak. Aku hampir tidak mengenal Livian." Rhedica terpaksa harus berbohong. Dia tidak mau kalau sampai Thalia tau dia dan Livian menghabiskan malam berdua.
"Itu benar."
Rhedica memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan. "Apa kamu sudah bertemu dengan Dairon hari ini?"
"Sudah. Dia pergi untuk menemui Cataleah dan yang lainnya."
"Apa Dairon mendapatkan sayapnya hari ini?"
"Semoga begitu! Dia sangat bersemangat." Lalu, mereka pun berjalan santai menuju ke pasar dan toko Herens.
Saat mereka sampai di toko, Rhedica menyadari tangannya berkeringat. Dia gugup. Thalia mengetuk pintu dan masuk. Rhedica mengikutinya dengan ragu-ragu. "Tenanglah, Rhedica!" lirih Thalia.
"Mudah saja kamu berkata begitu."
"Kamu khawatir tanpa alasan. Kamu akan melihat kalau Herens sangat baik," ujar Thalia.
Lalu, mereka mendengar langkah kaki datang dari bagian belakang toko. Tidak lama kemudian, mereka melihat seorang elf berjanggut merah dengan kuncir ekor kuda yang panjang. "Kalian sudah di sini. Makasih sudah mengantarkan dia, Thalia!" ucap Herens. "Namaku, Herens!" tambahnya.
Sosok raksasa itu membuat Rhedica tidak bisa berkata-kata. "Halo, aku Rhedica."
"Aku minta maaf sekali lagi karena membuatmu menunggu beberapa hari. Tapi ... itu adalah permintaan Tetua. Elf biasa sepertiku tidak bisa berkata tidak pada mereka," ucapnya.
"Ha-ha-ha, kalau kamu elf biasa, mereka tidak akan memanggilmu. Mereka butuh bantuanmu," senggah Thalia.
"Yah, sepertinya aku tidak banyak membantu mereka."
"Bagaimana bisa?" sahut Rhedica.
"Kami tidak dapat menemukan solusinya."
"Aku tidak percaya ini!" Thalia menatap Herens tidak percaya. Kejadian seperti ini baru pertama kali di Valeria.
"Sayangnya, itulah keadaannya sekarang. Kami bereksperimen dengan berbagai jenis racun yang rumit, tapi tidak menghasilkan apa pun."
"Sepertinya, tanaman-tanaman di sekitar danau akan tetap menderita ..." ucap Thalia terdengar kecewa.
"Aku sedih semuanya berakhir seperti itu, tapi kami sudah mencoba semuanya."
"Lalu, apalagi yang bisa dilakukan?" tanyaku.
"Para Tetua akan bekerja dengan sampelnya. Kita hanya bisa berharap yang terbaik," ujar Herens.
"Ayo berharap untuk yang terbaik. Dan permisi, aku harus pergi sekarang. Aku janji pada pemimpin pernik mencari untuk menemuinya hari ini," pamit Thalia.
"Pergilah, aku dan Rhedica bukan baik-baik saja. Dah, Thalia!" ucap Herens.
Setelah Thalia pergi, Herens menatap Rhedica dan berkata, "Baiklah ... apa yang harus aku tunjukkan padamu lebih dulu ...?" Herens menarik dua kursi dan meminta Rhedica duduk. Rhedica mendengarkan instruksi dan ceramah Herens mengenai tanaman-tanaman di Valeria dengan seksama. Dia mempelajari beberapa tanaman obat yang digunakan Herens untuk membuat balsem ajaib. Herens juga memperingatkan tentang beberapa racun yang fatal. "Baiklah, kurasa itu adalah dasar yang kuat. Sekarang, ayo kita istirahat dan makan siang sebelum melanjutkan ke praktik. Bisakah kamu membantuku menata meja?"
"Tentu saja."
"Makasih." Mereka berdiri. Rhedica memindahkan barang-barang mereka dari meja, dan Herens mengambil piring dan peralatan makan. "Hari ini, menunya adalah moussaka dengan brokoli. Aku tahu ini tidak seenak makanan yang kamu makan di istana, tapi aku adalah koki yang belajar otodidak." Mereka duduk dan mulai menikmati makanan.
"Mmm ... Herens, ini lezat!"
"Kamu menyukainya?" tanya Herens.
"Sangat! Ini benar-benar lezat!"
"Yah, selain pekerjaan ini, hobi lain ku adalah memasak."
"Percayalah, aku bisa melihatnya." Rhedica menyukai bosnya. Meskipun dia terlihat mengerikan pada awalnya, ternyata dia adalah elf yang baik hati, sama seperti kata Thalia. Rhedica ingin lebih mengenalnya. "Maaf, aku tidak ingin ikut campur, tapi ...."
"Tidak perlu minta maaf. Lanjutkan saja. Apa yang ingin kamu ketahui?"
"Apa kamu sudah menikah, Herens?"
"Sayangnya belum. Aku tidak pernah menikah," jawab Herens.
"Kenapa? Kamu belum menemukan orang yang tepat?"
"Aku sudah menemukannya."
"Lalu, apa yang terjadi?" tanyaku lagi.
"Aku dia punya kesempatan untuk bersama dia. Dia sudah pergi sebelum aku sempat melamarnya."
"Bagaimana bisa?"
"Dia meninggal saat serangan Zaria."
"Oh, maaf. Aku seharusnya tidak bertanya."
"Tidak apa-apa. Kamu tidak mungkin tahu tentang itu," ujar Herens.
"Satu hal lagi angin aku tanyakan ...."
"Kamu punya rasa ingin tahu yang tinggi. Itu bagus. Kamu kan menjadi magang yang hebat. Tanyakan saja,"
"Kenapa kamu tidak punya sayap?"
"Hmm, kurasa aku tidak pernah memahami dunia di sekitarku dan eksistensiku di dalamnya."
"Bagaimana mungkin? Kamu adalah orang yang luar biasa."
"Mungkin aku masih merasa marah dengan dunia di sekitarku." Saat mereka selesai makan siang dan mengobrol, Herens mengajak Rhedica untuk melihat sebuah rak penuh balsem dan ramuan. Dia sedang menjelaskan klasifikasinya pada Rhedica, saat mereka mendengar suara keras datang dari jalan.
"Apa itu?" tanyaku heran.
"Tunggu di sini. Aku akan memeriksanya." Herens keluar dari tokonya dan menuju sumber keributan. Beberapa menit kemudian, dia muncul lagi di pintu. "Rhedica, kurasa kamu sebaiknya ikut denganku." Rhedica meletakkan botol-botol di tangannya dan melakukan sesuai instruksi Herens.
oOo
Oke temen-temen, di lanjut ke slide berikutnya ya. Jangan di bom vote doang, tapi komen juga. Btw jangan komplain dialognya ga asik gada narasi, itu kamu ngasi saran dengan halus apa gmn, hmm. Sebaiknya kalo mau komen gitu baca desk dulu deh say.
Iya aku tau banyak dialog kosong, gada narasi. Tapi gimana ya ... emm. Ah gitu deh pokonya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALERIA [ COMPLETED ]
Adventure[ tamat ] [ follow dulu ] [06/10/21] cerita ini diceritakan kembali dari virtual game (lupa namanya) yang saya beri judul VALERIA. dimana ada seorang wanita dari kehidupan nyata yang tersesat di dimensi lain ( dunia peri ). edit : ± 20/11/2020 upd...