Semua orang merasakan semacam getaran yang aneh. Mereka merinding. Mereka semua hanya berdiri dan diam. Lalu, Thalia berkata, "Aku bisa menjelaskan semuanya." Dan saat Rhedica berlari ke kamarnya, Thalia menceritakan apa yang terjadi pada semuanya.
Meskipun merasa lelah, Rhedica berbaring di tempat tidurnya, memikirkan hal-hal yang baru saja terjadi. Ini adalah hari yang panjang. Dia marah karena melihat semua orang menyambut kedatangan mereka. Dia yakin kalau semua orang akan sangat senang mengetahui bahwa air danau sudah jernih lagi. Saat itu juga, dia melihat secarik kertas muncul di pintunya, dan seseorang mengetuk pintunya. "Ada apa ini?"
Dia duduk. Halo melihat ke jendela. "Itu pasti Dairon." Dia berdiri mendekati pintu, dan mengambil kertas itu dari lantai. "Apa ini? Livian!" Dia marah pada mereka berdua, tapi tidak ingin tetap berada di kamarnya sendirian dan memikirkan banyak hal. Rhedica meletakkan kertas itu di meja sebelah tempat tidurnya, selalu bercermin untuk melihat apakah dia sudah rapi atau belum.
Saat Rhedica membuka pintu, sudah tidak ada jejak Livian. Dia bergegas menuruni tangga, melewati istana, lalu berlari menuju alun-alun. Dia mendengar para penjaga menggerutu tapi tidak mengindahkannya. Dia hanya berhenti saat melewati pintu tua yang kecil, di mana ada air mancur yang didatanginya malam itu. Dia melihat Livian sedang menatap air di tangannya dan mencondongkan badannya ke air mancur.
"Hei, kamu datang ... aku cukup yakin kamu tidak akan datang."
"Kamu benar. Aku tidak ingin datang!"
"Setelah semua yang terjadi hari ini ... aku tidak menyalahkanmu," ucap Livian.
"Aku ingin bicara denganmu." Rhedica mendekat dan memeluk Livian. Lalu melepaskan pelukan dan meninjunya di bahu. "Ada apa dengan semua keributan tadi? Cataleah, Herens, Dairon, bahkan kamu melarang aku dan Thalia?!"
"Kami melarang kalian? Apa yang kamu bicarakan? Kami bicara seolah-olah kami sedang melarangmu."
"Yah, kalian semua datang mengepung kami!" geramku.
"Ayolah, bukan seperti itu."
"Lalu, seperti apa? Bisakah kamu menjelaskan tindakanmu hari ini? Aku tidak menyangka kalau kamu bisa melakukan hal seperti itu."
"Kenapa kamu tidak mengerti? Aku takut akan kehilangan kamu," lirih Livian.
"Tapi, aku bersama Thalia. Dan kami sangat berhati-hati."
"Aku tahu, tapi tetap saja ... kita berhadapan dengan Zaria. Kalau ada seorang yang tahu kemampuan Zaria, akulah orangnya!" ucap Livian.
"Livian, aku tidak tahu kalau kamu ...."
"Kalau aku mencintaimu? Yah, kamu tahu sekarang. Aku mencintaimu," tambahnya.
Rhedica tidak bisa berkata-kata. Mereka berdiri berdua di halaman yang tersembunyi oleh air mancur ... dan tidak peduli apakah Rhedica siap atau tidak. Livian baru saja menunjukkan sosok aslinya yang disembunyikan di balik topeng laki-laki yang hatinya tidak tersentuh.
Rhedica hanya berdiri dan menatap Livian kebingungan. "Kenapa kamu bisa semudah itu mengatakannya?"
"Percayalah, bukan itu maksudku. Aku sudah menyukaimu sejak pertama kali aku bertemu denganmu," kata Livian.
"Tapi, kamu tidak tahu apa pun tentang aku!"
"Rhedica, bukan seperti itu. Tolong dengarkan aku ..." Livian mendekat dan mengambil tangannya tapi Rhedica menghindar. Rhedica tidak tahu apa yang dia inginkan atau apa yang harus dia lakukan. "Maaf, aku tidak bermaksud untuk melukaimu. Aku cukup mengenalmu," ucapnya lagi.
"Bagaimana bisa kamu mengatakannya? Kamu bahkan tidak mengenalku. Kita baru saja bertemu beberapa hari yang lalu."
"Sebenarnya aku sudah mengenalmu sejak lama. Aku bertemu denganmu di hari pertamamu di Valeria. Dan aku tidak bisa menyingkirkanmu dari benakku saat itu. Maukah kamu memberi aku kesempatan?"
"Cinta bukanlah hal sepele. Cinta adalah salah satu emosi paling hebat dan indah dalam kehidupan."
"Aku tahu, Rhedica. Aku ...."
"Kamu hanya merasa kagum padaku. Tapi, itu akan segera berlalu, lalu kamu akan melihat semuanya dengan jelas. Kamu akan menyadari bahwa aku bukanlah gadis yang tepat untukmu."
"Apa maksudmu?" tanya Livian heran.
"Maaf, aku harus pergi sekarang ...."
"Tolong, jangan pergi ..." Livian berdiri di hadapan Rhedica dan menghalangi pintu yang merupakan satu-satunya jalan keluar dari sana.
"Biarkan aku pergi. Aku seharusnya tidak datang kesini." Merasa terluka karena kata-kata Rhedica, Livian pun memandang ke bawah dan menyingkir dari pintu. Matanya berkilauan dengan air mata. Saat mendengar perasaan Livian, Rhedica tidak tahu bagaimana harus menghadapinya. Dia pun menyembunyikan wajahnya yang malu dan pergi.
oOo
Merasa terluka dengan semua yang terjadi malam itu, Rhedica tidak sabar menunggu pagi datang. Merasa gugup dan gelisah, dia pun pergi ke alun-alun, berharap akan menemukan Thalia di sana. Untungnya, harapannya segera terkabul. "Hei, Thalia!" Thalia tidak menoleh. Thalia hanya terus berjalan dan menjauh darinya. Rhedica berlari mengejarnya. "Tunggu! Apa kamu tidak mendengarku?" tegurku.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Thalia dengan nada tinggi.
"Apa semuanya baik-baik saja? Apa yang terjadi?"
"Kamu tahu apa yang terjadi. Kamu sangat tahu! Mana mungkin kamu tidak tahu? Apa kamu tidak mengerti?!" bentak Thalia.
"Tidak, aku tidak tahu!"
"Jangan pura-pura bodoh! Cataleah menceritakan semuanya padaku! Kenapa kamu tega melakukannya?"
"Kenapa aku tega? Memangnya aku melakukan apa?"
"Cataleah menghawatirkanmu ... dia melihatmu berjalan-jalan di larut malam."
"Itu tidak benar! Aku tidak berjalan-jalan larut malam!"
"Benarkah? Maksudmu, Cataleah berbohong? Dan bahwa para penjaga hanya mengarang cerita? Kenapa kamu tega? Kupikir kita teman!"
Rhedica berusaha mendekatinya, tapi Thalia melangkah mundur. "Tentu saja kita teman!"
"Teman tidak melakukan hal-hal seperti ini. Kamu tidak perlu menyembunyikan apa pun lagi. Kamu bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan. Kita sudah tidak berteman lagi." Setelah mengatakannya, Thalia berbalik dan berlari ke arah pasar.
Rhedica mengejar thalia, tapi Thalia berlari lebih cepat. "Thalia! Tunggu! Biarkan aku menjelaskan semuanya!" Thalia jauh lebih cepat darinya. Apalagi, dia punya sayap. Saat melihat Rhedica mendekat, Thalia terbang ke langit dan menghilang di balik atap rumah di sekitarnya. Rhedica berdiri dengan diam di alun-alun selama beberapa menit. Amarahnya sudah mencapai puncak. Sekarang, dia sudah tidak tahan lagi. Dengan sangat murung, Rhedica datang ke balkon. Semuanya sudah ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALERIA [ COMPLETED ]
Adventure[ tamat ] [ follow dulu ] [06/10/21] cerita ini diceritakan kembali dari virtual game (lupa namanya) yang saya beri judul VALERIA. dimana ada seorang wanita dari kehidupan nyata yang tersesat di dimensi lain ( dunia peri ). edit : ± 20/11/2020 upd...