29

8 1 0
                                    

Pukul 11:00 AM. Tim kecil kami bangun di pagi hari dan melakukan perjalanan dengan hening. Kami semua melakukannya dengan serius, tapi setelah berjam-jam menghabiskan waktu dengan mendaki hutan kami mulai kesal dan mudah marah.

"Argh, akan lebih indah dan cepat kalau kita bisa terbang ke sana!" kesal Thalia.

"Maaf sudah menghancurkan rencana perjalananmu yang luar biasa." desis Dairon.

"Yah, Dairon, mungkin kamu bisa mendapatkan sayap kalau kamu tidak terlalu angkuh."

"Hah, apa?"

"Aku bilang mungkin kamu bisa mendapatkan sayap kalau kamu tidak sombong seperti ini!" ulang Thalia.

"Hei, hei, tenang, kalian berdua!" Tegurku kesal lalu melihat kearah Livian yang tidak bersuara sedikit pun. "Livian?"

"Apa? Aku tidak ingin berkata apa pun. Kurasa lebih baik aku tidak mengatakan apa pun karena aku mungkin juga akan terseret."

Rhedica merasa pertengkaran besar akan terjadi. "Dairon, hentikan semua ini. Jangan menganggap serius apa yang dikatakan Thalia. Di hanya berkata kalau lebih mudah terbang ke sana."

"Ya, ya, aku tahu pasti apa yang dia maksud." Dairon dan Livian pun berjalan dengan cepat ke depan.

"Ada apa dengan mereka?" tanya Thalia.

"Livian agak sedikit tegang. Dia menceritakan padaku apa yang terjadi pada Marisa."

"Oh, ya? Aku tidak menyangka dia akan menceritakannya."

"Cataleah juga mengatakannya."

"Yah, dia tidak pernah terbang lagi selama tiga tahun dan aku mengkhawatirkannya," ucap Thalia.

"Tapi, sayapnya baik-baik saja, kan?"

"Memang, tapi semua tergantung padanya, apakah dia ingin terbang lagi atau tidak."

Sisa perjalanan mereka berlalu dengan damai. Rhedica ada di sana untuk menjaga keseimbangan di antara mereka semua, dan dia berhati-hati agar tidak menyentuh topik yang sensitif.

Pada pukul 4:00 PM. Tim kecil itu pun tiba di Librium di siang hari keesokan harinya. Sepertinya, mereka kurang beruntung karena menyaksikan sesuatu yang mengerikan di sana. Seluruh kota hancur, tidak ada satu tanaman pun yang hidup, apalagi hewan atau peri.

"Apa yang terjadi di sini?" tanyaku.

"Ini adalah akibat dari dua kekuatan besar yang beradu di sini." sahut Dairon.

"Maksudmu Zaria dan nenek Rhedica?" tanya Thalia.

"Benar."

"Ayo mulai. Kita harus memeriksa seluruh kota. Ambil ini, Herens membuatkan ramuan ini untuk kita. Ramuan ini mendeteksi jejak sihir dan akan berkedip saat mendeteksi medan sihir di sekitar," jelas Livian.

"Oke, ayo kita berpencar menjadi dua kelompok. Rhedica, dengan siapa kamu ingin pergi?" tanya Thalia.

"Dairon dan aku pasti akan menjadi tim yang hebat."

"Itu benar. Ayo bertaruh kalau kita akan menemukan bagian yang hilang dari tongkat kerajaan itu!" seru Dairon dan mereka ketawa lalu berjalan menuju bagian taman kota.

Saat berjalan di sekitar kota, Rhedica menyadari bahwa semua bangunan hancur. Dia tidak percaya kalau dua peri dapat menghancurkan satu kota. "Coba lihat ini, kurasa aku melihat sesuatu di tanah." Rhedica mendekati tempat dia melihat sesuatu dan saat itu juga, beberapa hal terjadi. Tanah di bawah kakinya mulai runtuh, Rhedica pun berteriak dan teman satu timnya pun berlari menghampirinya.

Rhedica terjatuh ke lubang yang besar. Meskipun terkejut dan ketakutan, dia berhasil mengendalikan diri dan terbang ke langit dengan cepat dan mulus. Lalu mendarat di tanah, di dekat Thalia, Livian, dan Dairon. Mereka bergegas berlari ke arah Rhedica saat mendengarnya berteriak.

"Apa yang terjadi?" tanya Thalia.

"Kurasa aku melihat sesuatu."

"Dan itulah alasanmu berteriak?" desis Livian.

"Tentu saja bukan. Memangnya kamu tidak melihat kalau tanah di bawah kakiku runtuh? Aku ketakutan."

"Yah, tapi itu bukan masalah besar karena kamu sekarang bisa terbang, kan?" sambung Livian.

Rhedica sangat kesal dengan nada suara Livian. Dia memutuskan untuk tidak berkata apa pun dan mengabaikannya.

"Kurasa ini bukan saat yang tepat untuk berdebat. Lihat di sana!" ucap Thalia sedikit berteriak.

"Apa itu?" tanyaku.

"Aku tidak tahu, tapi kita sebaiknya lari!"

Mereka semua berbalik dan menatap sesuatu yang ditunjuk oleh Thalia. Di hadapan mereka, terlihat sesosok binatang besar raksasa. Seluruh tubuhnya tertutup dengan bulu-bulu yang tebal dengan tanduk runcing raksasa di kepalanya. Tapi, sudah terlambat ... binatang buas itu menyerbu mereka dengan kecepatan tinggi dan sebelum mereka berhasil mengendalikan diri dan melakukan sesuatu, binatang buas itu menyerang Thalia. Untungnya, dia berhasil terbang ke atas di saat-saat terakhir. Jadi, binatang buas itu hanya menggoresnya. Tapi, itu sudah cukup untuk membuat Thalia terjatuh.

Rhedica terbang ke arah Thalia, menariknya, dan berusaha membawanya. Tapi, Thalia terlalu berat untuk Rhedica. "Cepat! Dia terluka!" Rhedica berusaha menarik Thalia ke pinggir. Livian berlari ke arah mereka untuk membantunya menarik Thalia dari binatang buas itu sejauh mungkin. Lalu, Rhedica menyadari kenapa binatang buas itu tidak menyerang mereka lagi.

Dairon mengalihkan perhatian binatang buas itu dan berhasil menjauhkannya dari yang lain. Mereka perlahan-lahan mengepungnya, bersiap untuk menyerang. "Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja." Binatang itu menyerang Dairon dan berusaha mencengkeramnya, tapi dia berhasil melompat mundur dan menyerang balik. Dia terlihat sangat dingin dan berkonsentrasi pada pertarungan.

"Dairon, menjauhlah dari sini!" Suara Rhedica mengalihkan perhatian binatang buas itu, sehingga binatang itu berlari ke arah mereka lagi. Dairon berlari mengejarnya meskipun dia tahu binatang itu lebih cepat. "Livian, cepat! Bantu aku mengangkat Thalia dan menjauhkan dia dari sini!" Livian diam terpaku karena ketakutan. Dia menatap binatang buas itu dengan penuh ketakutan. Rhedica berdiri di depan Thalia, berusaha melindunginya.

"Rhedica, tidak!" teriakan Dairon menggema di seluruh Librium. Sedetik kemudian, dia sudah berada di hadapan Rhedica, dan saat-saat terakhir pedangnya menghunus binatang buas itu. Dan binatang itu mengeluarkan pekikkan yang memekakkan telinga dan jatuh terluka.

Rhedica tidak memperhatikan binatang buas itu. Matanya terpaku pada Dairon. "KAMU PUNYA SAYAP!"

oOo

Pukul 5:15 PM. Livian membalut luka di kaki Thalia dan memberinya penghilang rasa sakit. Mereka setuju kalau Rhedica dan Dairon akan menyelidiki kota itu hingga Thalia cukup beristirahat.

"Aku tidak mengerti ... bagaimana itu bisa terjadi?" tanyaku.

"Aku tidak tahu. Tepat di tengah pertarungan!" Karena sekarang Dairon memiliki sayap, dia terlihat sangat berbeda. "Jadi, bagaimana menurutmu?"

"Sayapmu indah dan sangat berbeda dari sayap kami."

"Oh, ya? Aku senang kamu menyukainya!" Dairon berhenti berbicara. Saat menoleh ke arah Rhedica, wajahnya terlihat sangat serius. "Aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri kalau tidak bisa menyelamatkanmu tepat waktu. Kamu tahu apa? Kurasa aku akhirnya mengerti apa yang diajarkan oleh Cataleah pada kita selama ini."

"Aku tidak percaya kita berdua harus melalui keadaan yang sulit untuk mendapatkan sayap," kataku.

"Yah, kamu benar!" lirih Dairon, lalu pandangannya teralihkan, dan dia berkata, "Hei, apa itu?" Dairon membungkuk dan memungut sepotong kain dari tanah. "Sepertinya bendera, tapi aku tidak mengenal emblem ini."

"Ayo kita bawa. Mungkin ini adalah informasi penting." Mereka melanjutkan pencarian bagian yang hilang dari tongkat kerajaan hingga malam. Lalu, mereka pun memutuskan untuk menginap semalam dan melanjutkan pencarian di pagi hari.

VALERIA [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang