Setelah berbicara pada Thalia, Rhedica kembali ke kamarnya. Dia merasa kosong dan hancur. Rhedica membenci dirinya sendiri dan menyesal telah mengambil keputusan yang terburu-buru, dibutuhkan oleh amarah dan rasa dendam. Saat malam tiba, dia mengemas tasnya dan berjalan menuju tangga.
"Hei, ada apa dengan tas itu? Dan ... ke mana kamu akan pergi?" tanya Thalia.
"Aku akan mencari Cataleah dan meminta maaf atas hal bodoh yang kulakukan. Cataleah harus segera kembali ke Valeria. Setidaknya, di harus kembali untuk menyelamatkan pohon oak itu." kataku.
"Sudah kubilang, dia tidak bisa melakukannya. Pohon oak itu sudah lama membusuk. Sudah sejak dia masih muda, tapi tidak seorang pun menyadarinya."
"Aku harus mencoba. Aku tidak bisa duduk disini tanpa melakukan apa pun."
"Tapi, bagaimana caramu menemukan Cataleah? Kita tidak punya petunjuk ke mana mereka pergi." lirih Thalia.
"Aku tahu. Aku hanya ingin pergi ke suatu tempat dan memikirkan sesuatu di perjalanan,"
"Kamu tidak boleh pergi sekarang! Kami membutuhkanmu! Tolonglah ...."
"Aku sudah menyebabkan cukup banyak kerusakan di kerajaan ini. Aku harus pergi ... aku meninggalkan surat untukmu di kamarku. Tapi, karena kamu ada di sini, akan kukatakan saja langsung." Mata Rhedica berlinang air mata, suaranya bergetar, tapi dia berhasil mengendalikan diri dan berkata, "Aku akan meninggalkan Valeria. Aku meninggalkan mahkotaku dan memberikannya padamu."
Thalia benar-benar terkejut. Itulah hal yang paling tidak disangka. Dia tidak bisa memikirkan cara lain untuk membujuk Rhedica agar tetap tinggal, lalu ... dia sadar. "Sebelum kamu pergi, kamu harus tahu sesuatu" Rhedica menoleh dan mendekati Thalia. "Ada hal lain yang perlu kamu ketahui. Sesuatu yang mungkin akan memengaruhi rencanamu." Thalia mengambil ransel dari tangannya dan berjalan menuju kota. "Maaf, tapi aku tidak bisa memberitahumu. Kamu harus bertanya pada dia,"
Rhedica mengikuti Thalia dan bertanya, "Siapa dia?"
"Tunggulah di pusat kota. Aku akan menyuruhnya ke sana." Thalia bergegas pergi dan tidak lama kemudian menghilang dari pandangan Rhedica.
Rhedica tidak belum menunggu lama. Dairon muncul dengan berlari-lari, lalu berdiri di depannya. "Stop! Kamu belum boleh pergi. Thalia menceritakan apa yang terjadi. Aku harus memberi tahu sesuatu yang seharusnya kami beritahukan sejak lama. Aku adalah salah satu penjagamu dan tongkat kerajaan. Karena kamu pemiliknya, tugasku adalah melindungimu ...."
Rhedica tidak bisa berkata-kata. "Apa maksudmu?"
"Tongkat kerajaan milikmu bukanlah satu-satunya benda sihir yang diwariskan turun-temurun dalam setiap generasi. Ada dua benda lagi - pedang keberanian dan medali kebijaksanaan." jelas Dairon.
"Apa? Kenapa aku tidak diberi tahu tentang keduanya?"
"Beberapa tahun sebelum Thalia menemukanmu, aku terpilih menjadi pemilik pedang dan Livian pemilik medali itu. Yah, siapa sangka kami akan terpilih menjadi pemiliknya ..." Dia berhenti sebentar untuk berpikir. "Tongkat kerajaan itu adalah kekuatan terhebat dari kerajaan kita, dan tugas kami adalah selalu ada disisimu dan melindungimu dengan kekuatan benda-benda sihir yang diberikan kepada kami."
"Aku tidak percaya semua orang yang memiliki kekuatan spesial selalu ada di sekitarku sejak awal." kataku lirih.
Dairon tersenyum dengan ragu-ragu. "Memang itu ide awalnya - membentuk lingkaran pertemanan denganmu sejak awal."
"Ha-ha, aku tidak terlalu suka mendengarnya." ucapku.
"Aku tahu kamu merasa tidak berdaya, kan? Ehem ... maksudku adalah, kalau kamu memutuskan untuk meninggalkan Valeria, sudah mejadi kewajibanku dan Livian untuk pergi bersamamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
VALERIA [ COMPLETED ]
Adventure[ tamat ] [ follow dulu ] [06/10/21] cerita ini diceritakan kembali dari virtual game (lupa namanya) yang saya beri judul VALERIA. dimana ada seorang wanita dari kehidupan nyata yang tersesat di dimensi lain ( dunia peri ). edit : ± 20/11/2020 upd...