Rhedica sudah cukup menyaksikan Thalia yang terlalu ceria. Jadi, dia meninggalkan mereka dan berjalan-jalan sebentar. Mengamati dekorasi di taman dan balkon. Dia melewati kerumunan orang saat matanya tertuju ke pagar balkon. Dia melihat rambut abu-abu Livian mulai menghilang di kejauhan, di tangga yang menuju luar. Rhedica mengangkat gaunnya sedikit dan berlari mengejarnya.
Rhedica merasa dia akan kehilangan jejaknya lagi saat menerobos kerumunan di balkon. Dia berdiri menuju tangga dan keluar dari lautan peri yang ramai itu. Saat berhasil keluar dari istana dan sampai di alun-alun, dia menyadari bahwa kota hampir kosong. Dia melihat Livian menghilang di kejauhan. Dia berlari menuruni tangga dan terus berlari mengejarnya. "malam ini aku akan mengetahui rahasiamu!" Sepatu Rhedica membuat kakinya sakit, dan dia pun berjalan dengan terseok-seok. Dia berhasil menjaga keseimbangan beberapa kali di detik-detik terakhir. Dia melambat saat agak dekat dengan Livian. Saat itu, dia sadar sepatunya menggema di jalanan yang kosong. Sepertinya Livian tidak menyadari apa pun. Lalu Rhedica menyadari kalau Livian pergi ke arah yang sama seperti malam sebelumnya.
Livian berbelok ke kanan, dan Rhedica mengikutinya. Dia berbelok ke kiri, lalu ke kanan menuju jalan buntu yang sempit. Rhedica berdiri dan bersembunyi di bayang-bayang sebuah pohon. Livian mendatangi sebuah pintu tua yang kecil, membukanya, memiringkan badannya sedikit, masuk ke dalam, dan segera menutupnya. "Siapa yang tahu apa yang dia lakukan di sana ... mungkin lebih baik aku pulang." Rhedica berbalik dan mulai berjalan. Lalu, dia berhenti tiba-tiba. "Tapi ... semua orang berkata tidak akan ada hal buruk yang terjadi di Valeria. Aku akan buktikan apakah itu benar atau tidak." Rhedica mengambil napas dalam-dalam dan mengejar Livian.
Rhedica membuka pintu kecil itu, memiringkan badannya, dan masuk. Di hadapannya, ada sebuah taman kecil yang dikelilingi oleh dinding-dinding dan semak-semak dan bunga-bunga yang cantik, ada air mancur yang indah dan ayunan untuk dua orang.
"Indah sekali!" gumaku saat melihat sekeliling taman.
"Ketemu!" Seseorang mencengkeram bahu Rhedica dari belakang dan menariknya mendekat. Rhedica berteriak ketakutan. Cengkeraman di bahunya pun mengendur. "Hei, hei, tidak apa-apa. Ini aku." Livian membalik tubuh Rhedica sambil memegang kedua bahunya.
"Kenapa kamu melakukannya?" tanyaku tidak senang.
"Kupikir itu adalah hukuman yang pantas untuk seorang penguntit."
"Penguntit? Kamu pikir aku mengikutimu?"
"Maksudmu, kamu datang ke sini dengan tidak sengaja?" desis Livian.
"Yah, itu dia maksudku."
"Aku tidak percaya kata-katamu sama sekali!" tambah Livian.
"Aku serius." Rhedica masih tidak ingin mengatakan yang sejujurnya. Dia terus saja berusaha meyakinkan Livian agar tidak menuduhnya seorang penguntit.
"Hentikan, dasar pembohong yang buruk."
"Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu? Kamu bahkan tidak mengenal aku." Livian menatap Rhedica cukup lama dan tetap diam. Rhedica menyadari betapa gantengnya wajah Livian di kegelapan, di bawah cahaya bulan. Dia memutuskan untuk mengalah. "Baiklah, aku memang mengikutimu. Sekarang, katakan padaku apa yang kamu lakukan di sini sendirian dan di malam hari?" Livian hanya tersenyum. "Apa kamu menunggu seseorang? Seorang wanita?" Senyumnya bertambah lebar saat mendengar Rhedica mengatakan hal itu.
Lalu, Rhedica melihat lagi pancaran sinar yang sama di matanya. Matanya berkilau. "Apa kamu hanya akan berdiri di sana dan diam saja?" Livian menatapnya dengan lebih seksama. Rhedica merasakan tatapannya menembus bagian pusat dan bagian paling tersembunyi dalam pikirannya. "Baiklah kamu menang. Rahasiamu akan tetap aman."
Rhedica berbalik dan mulai berjalan ke arah pintu kecil itu. Saat itu, dia mendengar suara aneh. Air di air mancur itu tidak lagi terdengar sama. Air itu menciptakan melodi. Dia pun menatap Livian. "Apa ini?" Lalu dia melihat Livian berdiri di sebelah air mancur. Tangannya terbuka lebar di aliran air. Dan tetes-tetes air pun berjatuhan ke arah yang berbeda dengan setiap gerakannya. Dia terlihat seperti bermain piano di air. Kelihatannya tetes-tetes air itu adalah kunci nadanya.
Rhedica berdiri disebelah air mancur tanpa suara dan menyaksikan Livian menciptakan musik dengan mengatur ritme dan aliran air mancur. "Bagaimana caramu melakukannya?"
"Kamu ingin mengetahui rahasiaku? Aku melakukan ini setiap malam saat datang ke sini."
"Tapi, bagaimana caranya? Apa kamu mengalirkan airnya?"
"Apa kamu ingat? Cataleah menceritakan padamu kalau aku adalah elf air," ucap Livian.
"Tapi, dia juga berkata kalau kekuatan itu dikunci."
"Yah, kurasa aku berhasil menghancurkan penghalangnya." Livian tersenyum dan mendekati Rhedica. "Karena aku membuatmu pergi dari pesta tanpa sengaja dan membuatmu melewatkan malam yang luar biasa dengan peri dan elf lain, izinkan aku membalasnya." Livian menjauhkan tangannya dari air mancur, tapi air itu tetap menghasilkan melodi indah, yang sebelumnya dimainkan oleh Livian. Dia menoleh ke arah Rhedica dan mengeluarkan tangannya. "Apa kamu bersedia menjadi pasangan dansaku?" Rhedica memandangnya dengan kebingungan. "Jangan takut. Hanya satu kali dansa," sambung Livian.
"Kamu ingin berdansa di sini dan sekarang?" tanyaku.
"Kenapa tidak?"
"Aku tidak yakin, aku tidak menduganya."
"Banyak hal baik terjadi dalam hidup secara tak terduga." Rhedica mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkan tangannya pada Livian. Livian mengambil tangannya dan perlahan-lahan menariknya mendekat dengan tangan yang lain. "Itu saja. Sekarang, ikuti aku." Livian mengambil langkah pertama, dan Rhedica mengikutinya dengan malu-malu. Mereka segera menyesuaikan diri dengan ritme. Mereka berdansa berdua di taman kecil yang tersembunyi, di terangi oleh sinar rembulan, semuanya terasa sempurna. Rhedica merasa sedang bermimpi karena dia tidak pernah se bahagia malam itu saat dia berdansa dengan Livian.
Pukul 11:00 PM. Setelah menyelesaikan dansa pertama mereka, Rhedica dan Livian duduk di ayunan terdekat untuk mengobrol. "Aku tidak mengerti. Kenapa tidak ada Tetua yang berhasil membuka kekuatan peri, sedangkan kamu bisa melakukannya?"
"Aku tidak membuka kekuatanku. Itu hanya bagian luar dari seluruh kekuatanku. Aku merasa bisa melakukan lebih banyak hal lagi, tidak hanya bermain dengan tetesan air saja."
"Kenapa kamu tidak memberi tahu apa pun pada Cataleah?" tanyaku.
Livian menghela napas dan berkata, "Aku punya perasaan aneh tentang Cataleah."
"Apa maksudmu?"
"Aku merasa dia tahu lebih banyak dari yang dia ceritakan, dan aku tidak tahu bagaimana reaksinya kalau dia mengetahui aku sedekat ini dengan kekuatanku."
"Hmm, yah, kamu benar." Waktu sudah larut malam, sehingga mereka memutuskan untuk pulang. Saat itu perayaan sudah berakhir. Jadi, Livian mengantarkan Rhedica ke istana, lalu pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALERIA [ COMPLETED ]
Adventure[ tamat ] [ follow dulu ] [06/10/21] cerita ini diceritakan kembali dari virtual game (lupa namanya) yang saya beri judul VALERIA. dimana ada seorang wanita dari kehidupan nyata yang tersesat di dimensi lain ( dunia peri ). edit : ± 20/11/2020 upd...