Rhedica tidak bisa tidur nyenyak di malam sebelumnya. Dia mengalami mimpi yang gila dan aneh. Dia terbangun kelelahan dan merasakan sakit di lehernya. Rhedica beranjak dari tempat tidur dan pergi keluar untuk berjalan-jalan. Dia ingin mengobrol dengan Thalia, tapi dia tidak ada di kamarnya. Tidak lama, Rhedica bertemu dengan peri lain di alun-alun.
"Ruana, apa yang kamu lakukan di sini sendirian?" tanyaku.
"Percayalah padaku. Aku berharap bisa menghindar dari semua kerumunan orang. Aku berharap bisa berjalan-jalan pagi dengan damai, dan benar-benar damai ... hingga beberapa saat yang lalu."
"Kalau begitu, aku minta maaf karena sudah menghancurkan rencana sempurnamu."
"Jangan berkata begitu. Aku selalu senang punya teman mengobrol. Bisakah kamu mengajakku berkeliling di kota ini?"
"Aku bisa mencoba, tapi aku yakin Dairon akan menjadi pemandu yang jauh lebih baik!" kataku.
"Oh, benar. Laki-laki yang lucu itu, aku tidak menyangka kalau dia adalah Elf yang mengesankan karena caranya bertarung di hutan."
"Yap, itulah Dairon. Dia selalu menemukan cara untuk mengejutkan kita."
"Livian adalah saudaranya, kan?"
"Benar."
"Sepertinya, kelebihan terbaiknya adalah pengetahuan. Tapi, ada apa dengan Thalia? Aku merasa dia tidak senang dengan keberadaanku di sini."
"Thalia kadang sangat protektif."
"Aku mengerti ...."
Mereka terus berjalan menyusuri kota. Rhedica menunjukkan semua tempat tersembunyi yang ditunjukkan oleh Thalia dan Dairon kepada Ruana.
"Tolong jangan marah dengan pertanyaanku. Saat kami menyerang kalian sebelumnya, aku menyadari Dairon menggunakan sihir Tanah. Aku juga bisa melihat Livian menggunakan sihir Air dan Thalia menggunakan sihir Angin. Tapi, apa unsurmu?" tanya Ruana.
"Aku mendapatkan unsur sihirku dari nenek. Aku adalah peri matahari, atau setidaknya kurasa begitu."
"Apa maksudmu?" ulang Ruana.
"Aku belum bisa mengakses kekuatanku ...."
"Tapi, Cataleah dan Herens memberitahuku bahwa kamulah yang melindungi kerajaan ini saat Zaria menyerang Valeria terakhir kali. Bagaimana caramu melakukannya?"
"Itu adalah murni keberuntungan."
"Apa maksudmu 'keberuntungan'?"
Rhedica merasa tidak nyaman menunjukkan kelemahannya pada Ruana. "Tongkat kerajaan ini mengenaliku sebagai keturunan nenek. Dan aku berhasil menghentikan serangan Zaria dengan bantuan tongkat kerajaan ini. Dan, apa unsur sihirmu, Ruana?"
"Aku tidak punya unsur sihir. Tapi, aku punya kemampuan untuk menyembuhkan kehidupan di sekitarku seperti peri, semua makhluk hidup, dan tanaman yang ada di sekelilingku."
"Itu luar biasa! Aku belum pernah mendengar sihir seperti itu."
"Sihir ini sangat langka, tapi tidak terlalu berguna untuk pertarungan."
"Tapi, kenapa? Teman-temanmu selalu bisa mengandalkan bantuanmu, bukan?" tanyaku.
"Aku akan lebih senang kalau bisa ikut bertarung."
"Aku mengerti rasanya." Rhedica dan Ruana menghabiskan sepanjang hari bersama. Waktu yang Rhedica habiskan bersama Ruana membuatnya menyadari bahwa dia tidak seburuk yang dipikirkan oleh Thalia.
oOo
Kemudian di hari yang sama, Rhedica memutuskan untuk berbicara dengan Cataleah. Dia tidak sabar menunggu lagi. Rhedica ingin mengetahui apa yang terjadi dengan tongkat kerajaan itu dan kekuatannya. "Cataleah?"
"Hei, kamu di sini. Aku baru saja akan memanggilmu," ucap Cataleah.
"Aku benar-benar harus bicara denganmu."
"Aku tahu. Ruana menceritakan apa yang terjadi dengan tongkat kerajaan itu di Narindel," jelas Cataleah.
"Bagaimana menurutmu? Bagaimana kita bisa menyatukannya lagi?"
"Kurasa kamulah satu-satunya orang yang bisa melakukannya."
"Tapi, bagaimana caranya?" tanyaku.
"Kamu harus menggunakan kekuatanmu," jawab Cataleah.
"Cataleah, kamu tahu kalau aku tidak bisa melakukannya, kan?"
"Aku tahu. Tapi, aku sudah memikirkannya dan tidak ada alasan untukmu tidak bisa menggunakan kekuatanmu. Semua peri yang memiliki kekuatan bisa menggunakan kekuatan mereka setelah kejadian itu," Rhedica sangat kecewa dengan kata-kata Cataleah. Dia mengharapkan bantuannya. Rhedica berpikir Cataleah akan tahu apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. "Aku tidak bisa memikirkan satu alasan pun kenapa kamu tidak bisa menggunakan kekuatanmu. Apa kamu punya ide?" tanya Cataleah.
"Mungkin aku tidak akan pernah bisa menggunakan kekuatanku. Kalau dipikir-pikir, itu adalah hal yang wajar, bukan? Hanya sepertiga dari semua peri dan elf memiliki kekuatan untuk menggunakan sihir." kataku.
"Itu benar, tapi kamu melupakan sesuatu."
"Apa itu?" tanyaku.
"Kamu sudah menggunakan sihir. Memang, kamu menggunakannya dengan bantuan tongkat kerajaan Ariana. Tapi, kalau kamu tidak punya kemampuan untuk menggunakan sihir, kamu tidak bisa membangunkan tongkat kerajaan itu dan menggunakan kekuatannya."
Rhedica merasa putus asa. Apa pun yang dia lakukan atau pelajari, sepertinya dia selalu tertinggal di belakang semua orang.
Merasa putus asa, Rhedica menghabiskan sisa harinya di kamar dengan memeriksa buku-buku dan perkamen-perkamen dari para Tetua. Dia berharap akan menemukan jawabannya di sana. Thalia masih belum kelihatan, dan Rhedica sangat membutuhkan seseorang untuk tempat curhat. "Aku akan mencari Dairon. Aku ingin bertemu dengannya." Rhedica berlari ke balkon karena biasanya Dairon menghabiskan waktu luangnya di sana. Dia menuruni tangga dan meninggalkan istana. Tapi, saat sampai di pintu balkon, dia melihat ada orang lain di sana.
"Thalia?" lirihku. "Dia menghilang sepanjang hari dan aku menemukannya di sini."
Thalia berdiri dengan punggung membelakangi Rhedica, tapi Rhedica mengenali sayapnya. Dia tidak sendiri. Di ujung balkon yang gelap, Thalia berhadapan dengan seorang elf yang duduk di pinggir balkon. "Apa?! Dairon!" Thalia mendekati Dairon, dan Dairon melingkarkan tantangannya di punggung Thalia. Sesaat kemudian, mereka berciuman.
Rhedica sangat kaget. Dia tidak ingin ada di sana lebih lama lagi. Dia berlari kembali ke kamarnya dengan berlinang air mata. "Tidak, aku tidak percaya ini. Kenapa mereka tega mengkhianati aku seperti ini? Pacarku dan sahabatku!" Dia merasa sangat terluka dan marah dengan Dairon. "Kenapa dia sangat menjijikkan? Kami sudah berpacaran selama berbulan-bulan dan dia bilang dia mencintaiku, tapi aku melihatnya mencium Thalia."
Rhedica merasa putus asa. Dia menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur dan mengubur wajahnya di bantal. Dia menangis tak berdaya. Sekarang, setelah sekian lama, Rhedica teringat pada teman-teman lamanya yang melupakannya setelah dia datang ke Valeria. Rhedica ingin pulang ke rumah dan bersama mereka lagi. "Kenapa ini harus terjadi?"
Dia mengingat saat saat dia ditipu dan dikhianati. Dia merasa benar-benar sendirian. "Sudah berapa lama mereka berpacaran di belakangku?" Rhedica sangat mencintai Dairon dan yakin kalau dia lah cinta sejatinya. Tapi, semua itu hancur dalam sedetik. "Kurasa setelah ini, aku tidak bisa memercayai siapa pun seperti aku memercayai mereka."
Dia mengambil napas dalam-dalam dan menyeka air matanya. "Aku tidak akan memaafkan mereka! Berakhir sudah hubungan kami!" Rhedica berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia kuat dan mampu melupakan pengkhianatan mereka. Iya berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia tidak terluka, tapi kemudian dia menangis tersedu-sedu lagi.
Dia tidak bisa tidur. Pada akhirnya, dia tertidur dengan air mata di pipinya dan pikirannya dipenuhi dengan keputusasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALERIA [ COMPLETED ]
Adventure[ tamat ] [ follow dulu ] [06/10/21] cerita ini diceritakan kembali dari virtual game (lupa namanya) yang saya beri judul VALERIA. dimana ada seorang wanita dari kehidupan nyata yang tersesat di dimensi lain ( dunia peri ). edit : ± 20/11/2020 upd...