KECEWA

109 1 0
                                    

"Malu banget deh kalau gue."

"Ya kan? Gak nyangka gue sama dia, bisa-bisanya masih ngejar Aiden padahal udah pacaran sama Darrel."

Elina menoleh kesana kemari memperhatikan orang-orang yang kini sedang berbisik tentangnya. Hatinya tiba-tiba terenyuh karena baru kali ini ia menjadi bahan perbincangan di sekolah.

"Dasar cewek gatel!"

bruk!

Tak sengaja buku yang sedang Elina pegang tiba-tiba terjatuh ke lantai karena pundaknya di tabrak oleh orang lain.

Ia mematung sejenak, sementara Vinka tampak mendengus dengan kesal lalu menahan orang yang baru saja berkata seperti itu.

"Maksud lo apa ngomong gitu sama temen gue?!"

Saat Vinka sibuk melabrak orang itu, Abel langsung berjongkok untuk membantu Elina merapihkan bukunya.

"Lin, lo gak papa kan?" tanya Abel pelan.

Gadis itu malah terdiam dan tak menghiraukannya. Ia menyelipkan rambutnya ke telinga dan tak sengaja mendengar ucapan yang berhasil menusuk hatinya lagi.

"So cantik lo! Berasa queen kali! Jangan ketinggian deh, lo itu cuma sebatas cewek murahan yang gak cukup punya satu cowok, ngerti?!"

Elina menarik napasnya dalam-dalam ketika ia masih berjongkok. Abel yang berada di sampingnya pun hanya bisa menatap nanar pada temannya itu.

"Lin," lirih Abel lagi.

Gadis itu langsung beranjak, ia menatap seseorang di hadapannya lalu berlari meninggalkan aula secepat mungkin. Vinka dan Abel pun terkejut menatapnya.

"ELINA!!"

Banyak sekali orang-orang di koridor yang menatap jijik padanya saat ia sedang berlari dengan tempo yang cepat.

Setelah sampai di kelas, ia terhenti di ambang pintu. Tak jauh beda dengan yang lain, teman sekelasnya pun saling berbisik sambil memperhatikan dirinya. Wajah Elin semakin memerah sekarang.

"Gue gak nyangka sama lo Lin, gue kira lo orangnya polos! Tapi ternyata gue salah menilai lo selama ini."

"Cewek centil lo! Sekarang gara-gara lo kelas kita jadi dipandang buruk sama orang!"

Dua orang yang baru saja berkata seperti itu lantas saling menabrak pundak Elina ketika ingin berjalan keluar kelas. Sejenak Elina terkunci di posisinya. Ia menatap kosong ke depan dan membiarkan air matanya kembali lolos membasahi pipi.

Gadis itu mencoba mengedarkan pandangan, semua teman sekelasnya masih saja saling berbisik. Ia lantas menarik napas dengan berat lalu melangkah menuju tempat duduknya.

Elina langsung merapikan semua alat tulis ke dalam tas. Kelas masih tersisa tiga pelajaran lagi, tapi saat ini juga ia ingin segera pergi dari sekolah.

Saat hendak berjalan keluar kelas, tiba-tiba Vinka dan Abel datang lalu menghadang langkanya.

"Lo mau kemana?" tanya Abel.

"Lin plis jangan dengerin omongan mereka, kita ada dipihak lo! Lo gak usah kayak gini!" ucap Vinka berusaha untuk membujuknya.

"Gue cape, Vin!" lirih Elina.

"Tunggu dulu, Lin!" Vinka sontak menahan lengan gadis itu ketika hendak pergi.

"Lepas!!"

"ELIN!"

Elina langsung berlari meninggalkan mereka. Ia mempercepat langkah kakinya berusaha menghindar dari semua orang. Ucapan Vinka memang ada benarnya, seharusnya ia tak perlu bersikap berlebihan seperti ini, tapi keadaannya berbeda, ia sudah terlanjur kecewa sekarang.

Saat berbelok di koridor, tak sengaja ia bertemu dengan Darrel. Gadis itu langsung menghentikan langkahnya dengan wajah sembab yang mengiringi.

"Lo kenapa Lin?" tanya Darrel sedikit terkejut.

Elina sudah tidak bisa lagi memberikan tatapan hangat pada lelaki itu. Kini perasaan kecewanya lebih mendominasi.

"Puas lo, hah?" tanya Elina menekan.

Darrel mengerutkan keningnya. "Ada apa Lin?" Ia mencoba menyentuh lengan gadis itu, tapi langsung di tepis dengan kasar.

"Puas lo, udah berhasil buat gue di bully sama satu sekolah?"

"Di bully, maksud lo apa?" tanya Darrel yang masih belum mengerti dengan situasi.

Elina mengalihkan wajahnya ke samping. Ia menyeka air matanya. "Percuma gue jelasin sama lo!" Ia langsung berlari begitu saja.

"ELINA TUNGGU!" Secepat mungkin Darrel mengejar gadis itu yang sudah berlari menuju gerbang sekolah.

tinn!

"AWASS!" teriak Darrel sontak menarik lengan Elina saat ada pengendara motor yang tiba-tiba melewat. Tubuh Elina langsung membentur dada bidang Darrel, ia terdiam dalam posisi ini.

Darrel memperhatikan kepergian motor itu lalu melepaskan Elina dari pelukannya. "Lo gak papa kan?"

"Lepass!!" bentaknya.

"Lo mau pergi kemana Lin?! Jam pelajaran masih belum selesai!"

"Gue bilang lepas Darrel!!" Ia menghempaskan lengan lelaki itu dengan kasar, hingga tatapan mereka bertemu beberapa saat.

"Lo kenapa sih?" tanya Darrel heran.

Elin menghela napas berat sambil berusaha untuk menahan air mata. "Lo gak usah ngejar gue!" ucapnya, setelah itu melangkah pergi dari kawasan sekolah.

Darrel terdiam memperhatikan gadis itu. Sebenarnya ada masalah apa sampai Elina bersikap seperti ini. Ia menyibakkan rambutnya ke belakang sambil mendengus dengan kesal.

...

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore, dan Elina sudah terduduk di kursi halaman rumahnya selama 3 jam semenjak pulang dari sekolah.

Berkali-kali ia menghela napas karena memikirkan kejadian tadi. Ia masih belum mengerti, sebenarnya kenapa harus ia yang berada di posisi seperti ini.

Tak lama Zelfin datang dengan motor besarnya, lelaki itu baru saja tiba dari kampus. Ia memarkirkan motor tanpa dihiraukan oleh Elina.

Zelfin tampak mengerutkan dahinya ketika membuka helm. Ia memperhatikan adiknya itu dengan seragam yang sedikit basah akibat rintik hujan.

"Lin?" sapa Zelfin setelah mendekat. "Lo kenapa diem disini?"

Lama pertanyaannya tak di jawab, tapi setelah itu Elina mendongak menatap Zelfin. Air matanya kembali menetes lagi. "Bang," ucapnya lirih.

"Lo kenapa, Lin?" tanya Zelfin mulai terduduk di sampingnya. Elina sudah tidak bisa menahan isak tangis.

"Lin?" Zelfin lantas membawa adiknya itu ke dalam dekapan. Elina menutup mata sambil terus membuang cairan bening dari kelopaknya. Tak ada lagi yang bisa ia ucapkan, ia hanya ingin menangis sekarang.

Zelfin mengerti. Ia terdiam sejenak sambil mengusap punggung Elina, memberi waktu untuk mengeluarkan tangisannya.

...

Setelah sampai di kamar. Elina langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Ia menjadikan guling sebagai tumpuan dagunya.

***

JANGAN LUPA VOTE, COMMENT!
FOLLOW IG @vrnovianty_
'VIRA PUTRI'
NEXT CHAPTER

ALFARENDRA -

Alfarendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang