GAUN PESTA

62 4 0
                                    

Kring

Pintu kafe berdenting menandakan seseorang datang. Elin dan Darrel tak menghiraukan hal itu. Mereka tampak biasa saja dan menikmati makanannya.

Darrel mengulurkan tangannya untuk mengusap bibir Elin yang sedikit belepotan menggunakan tissue.

Elin menatap lekat mata Darrel yang tulus melakukannya. Ia tak mau di posisi ini. Andai saja Aiden seperti ini lagi. Ia langsung mengalihkan tatapannya.

'Stefi, Aiden?' Matanya menyipit.

Ia langsung menepis tangan Darrel yang masih di posisi tadi. Darrel mengerjapkan matanya.

"Eh sor-sorry Lin," ucapnya gugup.

"Kenapa si selalu ada mereka? Dunia emang sempit ya, di semua tempat pasti ketemu lagi ketemu lagi!" Gumam Elin.

"Lo kenapa Lin?" Tanya Darrel.

Elin kembali menatap Darrel. Ia merubah wajahnya menjadi cerah.

"Enggak kok sayang, aku gak papa yuk kita lanjut makannya," Elin meninggikan suaranya.

Stefi tersenyum sinis menyadari mereka disini. Ia mencari perhatian dengan mengelap bibir Aiden. Aiden tersenyum manis sambil mengusap lembut tangannya.

Ia menjulurkan lidahnya pada Elin. Elin mengerutkan keningnya.

"Rel gue udah kenyang, bisa gak kita pulang sekarang!" Elin merendahkan suaranya.

"Yaudah ayo Lin, Lo tunggu diluar gue ke kasir dulu!"

***

"AAAAAAAAA!"

Elin berteriak kencang ditengah ramainya orang ditaman dekat kompleknya. Darrel sebenarnya tau jika Elin masih menyukai Aiden. Ia mengerti. Bahkan saat di kafe tadi pun ia tau jika Stefi dan Aiden disana.

Darrel juga tau kalau ia hanya menjadi pelampiasan. Darrel tau semuanya. Tak apa, setidaknya ia bisa bersama Elin.

"GUEEEE BENCI SAMA LO STEFI, BISA BISANYA LO AMBIL AIDEN!"

Semua orang yang menatapnya menggelengkan pelan. Tapi Elin tak peduli. Yang penting adalah perasaannya saat ini. Hancur tak tertata.

"Lin," Lirih Darrel.

Elin menghela nafas beratnya. Ia menutup mata sejenak.

"Pergi lo!"

"Tapi lo sendir-

"Gue mau sendiri! Gue mohon lo pergi dari sini!"

Darrel mengangguk. "Iya Lin, Lo hati-hati kalo ada apa-apa telepon gue!"

Dengan ragu. Ia melangkah menuju motornya.

'gue paham Lin, semoga dengan adanya gue setidaknya lo bisa lampiasin semuanya'

***


"Cepet dong Lin jalannya!"

"Eh kalian apaan si, ini mau kemana?"

Alfarendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang