36. Saling Menjaga

1.3K 205 31
                                    

Cetak





Rio menyalakan lampu kamar mereka begitu sampai di apartemen, tapi nihil, lampunya tidak menyala.





"Rosie" panggil nya sambil mendongak menatap langit-langit kamar, dari luar, ia tak berani masuk karena gelap.



Yang dipanggil ikut melongokan kepalanya ke dalam kamar yang gelap tanpa lampu itu.





"Mungkin lampu nya putus oppa, biar aku meminta ganti nya pada ahjushi" ucap nya lalu ia kembali ke dalam lift.




"Rose!" Teriak Rio berlari menyusul sang gadis.





"Aku ikut" ujar nya, karena Rio sebenarnya takut gelap.



Di dalam lift, kedua nya terdiam, pikiran Rio sibuk sendiri, karena ia tak bisa memasang lampu nya, dan ketika lift sampai ke lantai unit mereka lagi, Rio melangkah dengan ragu.





"R-rosie"





"Hm?" Rose menghentikan langkah nya, menoleh pada Rio.






"A-aku tak bisa menganti lampu yang putus" ucap nya takut, ia menunduk, Rose terkekeh.






"Aku yang akan memasang nya oppa" jawab Rose tersenyum gemas dengan tingkah Rio yang seperti anak-anak itu, ia lantas menggandeng tangan Rio kembali ke kamar nya.




Dengan diterangi lampu senter dari ponsel Rose, wanita itu mulai mengambil dua kursi yang ia susun jadi satu, untuk ia jadi kan pijakan, Rio membantu menerangi nya, melihat kekasihnya hendak naik keatas kursi, Rio pun menjadi cemas.





"Tidak tidak Rose, jangan lakuakan" Rio menahan tangan kekasihnya itu.






"Kenapa oppa?" Tanya Rose tak mengerti.





"Aku takut terjadi sesuatu dengan mu" jujur Rio.






"Tidak akan terjadi apa-apa oppa, percayalah pada ku" balas Rose berusaha meyakinkan oppa nya.







"Kamu sedang mengandung anak ku, aku tak ingin terjadi sesuatu dengan kalian, aku memang takut gelap, tapi dengan ada nya kamu disisi ku, aku yakin akan baik-baik saja" kata Rio menatap cemas dan sendu pada Rose, gadis itu tersenyum, lalu memeluk Rio dengan perasaan haru.






"Besok saja kita panggil seseorang ne, sekarang kita tidur dengan penerangan ini dulu" kata Rio lagi, meski perasaan tak nyaman bergelayut dihati nya, Rose mengangguk.




Keduanya kemudian ke kamar mandi untuk membersihkan diri masih dengan senter di ponsel Rose, dan setelah selesai berganti piyama tidur, mereka pun mulai menaiki ranjang, Rio langsung membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut, ia lah yang menguasai ponsel milik Rose, karena ia yang takut gelap, Rose terkikik melihat pantulan cahaya dari balik selimut nya.






"Hi" sapa Rose yang ikut menenggelamkan tubuhnya dibawah selimut bersama Rio, wajah pria itu begitu tegang.





"Hi Rosie" balas Rio tersenyum gugup, ia tak bisa menyembunyikan perasaan takut dan tak nyaman nya dari Rose.






"Jangan takut, ada aku, kamu percaya pada ku kan?" Tanya Rose dengan suara lembutnya, Rio mengangguk, wajah keduanya saling berhadapan dibawah selimut, dengan diterangi lampu dari ponsel Rose yang sedang dipegang Rio.






"Selama ada aku disampingmu, aku dan calon bayi kita berjanji, akan selalu menjaga mu" tutur Rose sambil memainkan ujung jari telunjuknya menyusuri lengan Rio yang terus menatap nya serius dan mendengar penuturan Rose.





"Oppa tidak sendirian, ada kami yang akan selalu melindungi mu" lanjut Rose lagi.





Pluk






Ponsel ditangan Rio terjatuh, karena pria itu sudah tertidur, Rose tersenyum menatap wajah Rio yang tertidur pulas.





Cup





"Nice dream my love" ucap nya setelah mencium kepala Rio, ia lalu memeluk tubuh pria tercinta nya itu lalu ikut tertidur.




Paginya Rio mulai terusik dengan suara sendok yang beradu dengan gelas, yaa, Rose sedang mengaduk susu hangat yang ia buat untuk mereka berdua.





"Eenngg. . ." Lenguh Rio sambil meregangkan otot tubuh nya, matanya langsung terbuka lebar ketika mendapati lampu dikamar nya sudah menyala.




"Sayang. . . ?" Bingung nya sambil berjalan mendekati Rose, menunjuk lampu dilangit-langit kamar.





"Aku tadi sudah memanggil seseorang untuk memasangkan nya oppa" bohong Rose, karena dia sendiri lah yang memasang nya dengan menaiki bangku, tapi ia tak ingin Rio marah, dan khawatir, jadi terpaksa ia membohongi kekasihnya itu.





Rio mengangguk percaya, tangan kirinya kemudian memeluk pinggang Rose dan mengecup kepala nya.





"Morning Rosie" ucapnya meraih mug yang Rose sodorkan.


"Morning oppa" balasnya dengan senyuman manis, masih dengan mug ditangan nya, Rio mulai membuka kulkas, mengambil roti tawar, butter, selai kacang, keju.





"Oppa" Rose berdiri didepan kulkas, menghalangi Rio yang hendak mengeluarkan seluruh isi nya.





"Ne?" Bingung Rio mengerutkan kening nya.





"Oppa tak perlu makan roti lagi" ujar Rose.





"Kenapa? Aku lapar Rosie" jawab Rose dengan wajah penuh tanya nya.





"Oppa tak perlu ikut makan apa yang aku makan, sudah berhari-hari oppa tidak makan nasi, sekarang turunlah, oppa makan lah di restauran terdekat" pinta Rose yang tak tega melihat Rio makan buah, roti dan biskuit seperti yang ia makan, karena Rose belum bisa memakan menu yang berbumbu, meski usia kandungan nya sudah memasuki bulan ke enam, dan Rio sendiri melakukan itu demi menjaga agar Rose tidak mual.





"Rosie. . . " Rio hendak protes, tapi Rose sudah membungkam mulut nya dengan bibir.




Cup



Melumat kasar dan mengisap lidah Rio, sampai pria itu kewalahan, Rose melepas pagutan bibir mereka dengan nafas terengah.







"Jangan sampai aku marah oppa" ancam nya







Glek





Rio menelan ludah, takut dengan ancaman Rose, ia mengangguk polos, lalu menyahut jaket nya dibalik pintu, dan keluar dengan tergesa menuju ke restaurant terdekat untuk sarapan.



Rose mendesah lega, karena meski manja, dan anak mommy, tapi Rio selalu menurut pada nya, meski kadang ia juga takut jika Rio suatu saat akan marah, untuk itu, Rose harus pandai membaca situasi, mana waktu yang tepat untuk mengendalikan Rio, dan dimana saatnya ia harus mengalah dengan Rio.








#TBC








My Love, And My Luck, They Came From PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang