Chapter 9

74 8 5
                                    


Di tengah-tengah aula sebuah gedung yang terbengkalai, kedua orang tersebut terlihat akan saling beradu pukulan. Pria yang lebih tua memasang kuda-kuda sempurna yang tidak akan goyah sedikit pun, sedangkan pria yang lebih muda memilih untuk mengitarinya sambil mengambil ancang-ancang untuk menyerang.

Dalam keheningan pagi itu, tidak ada suara apapun yang bisa didengar selain suara napasdan detak jantung mereka. Sampai beberapa saat, keduanya masih mempertahankan posisi masing-masing tanpa mencoba untuk bergerak maju sedikit pun. Kemudian, sang pemuda akhirnya memilih maju dan mulai melancarkan pukulan ke arah pria yang kini menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Saat tangan pemuda itu hampir menyentuh wajah nya, dengan lembut pria tersebut menangkis nya menggunakan tangan kiri dan kini giliran nya untuk melayangkan pukulan balasan.

Namun sebelum pukulannya sempat dia ayunkan, sang pemuda tiba-tiba memberikan tendangan ke arah wajah nya yang segera ditangkis dengan menggunakan tangan kanan yang akan digunakan nya untuk memukul. Karena serangan yang tiba-tiba itu, tangannya kini terasa kaku dan sulit digerakkan untuk sejenak.

Tidak mau melewatkan kesempatan tersebut, pemuda itu langsung berusaha mencengkram kerah si pria yang kini segera memperbaiki posisi nya dan berhasil mengelak dengan menggenggam erat tangan kanan si pemuda, sebelum dia sempat mencengkram nya. Dengan sedikit sentakan, pria tersebut mencoba membanting si pemuda menggunakan satu tangan, menyebabkan pemuda itu untuk sesaat melayang ke udara karena tidak sempat untuk bereaksi dengan serangan mendadak tersebut. Tetapi, dengan kelincahan yang tidak biasa, dia berputar di udara dan berhasil melepaskan tangan kanan nya dari cengkeraman si pria sebelum tubuh nya terbanting keras ke tanah, kemudian berhasil mendarat dengan mulus dengan menggunakan satu tangannya yang lain sebagai penopang. Pemuda itu pun segera bergerak mundur untuk memperbaiki posisi tubuh dan ritme pernafasannya.

Selama beberapa saat mereka terus melakukan hal yang sama. Memukul, menangkis, menendang, mengelak, menjaga jarak, dan mengatur napas. Semuanya dilakukan sesuai ritme yang stabil. Hal ini tidak akan selesai dalam waktu singkat karena dalam setiap pergerakan nya, mereka juga sambil menunggu saat-saat salah satu di antara mereka ada yang kelelahan, karena itulah masing-masing dari mereka akan tetap mengawasi pergerakan lawan dan terus bersiap-siap untuk melancarkan serangan telak.

Kemudian setelah penantian yang cukup panjang, si pria yang sebelumnya tampak berdiri tegap, mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan mulai mengendorkan sedikit pertahanan nya. Tidak mau melewatkan kesempatan emas tersebut, si pemuda kembali maju dan menyerangnya dengan brutal menggunakan berbagai macam pukulan dan tendangan yang berhasil ditangkis oleh si pria. Tidak habis akal, dia mulai menendang lantai di bawah kakinya untuk mengarahkan debu atau pun pasir yang terdapat di sana untuk masuk ke dalam mata si pria.

Akibat tindakannya tersebut, si pria yang tadinya terlihat kokoh, semakin menunjukkan kelemahan nya dan mulai membersihkan wajah nya dari debu-debu yang menempel. 'Kemenangan kini berada di genggaman nya' begitulah pemikiran si pemuda yang segera melayangkan tinju terkuatnya ke arah perut pria tersebut yang ternyata berhasil menggenggam tinju nya tanpa melihat sedikit pun. Tanpa sedikitpun ragu, si pemuda kembali dibanting pria itu dan akhirnya berhasil terjatuh dengan punggung menghadap lantai. Kemudian, sebuah pukulan dilayangkan ke arah wajah nya, sebelum akhirnya berhenti tepat di atas hidungnya dan berakhir dengan tidak meninggalkan jejak luka sedikitpun.

Pemuda tersebut akhirnya cuma bisa terdiam bengong melihat kejadian di depan matanya, sedangkan si pria tersenyum lebar penuh kemenangan.

"Bo~ doh.... Kau kira aku akan dengan mudah melonggarkan pertahanan ku hanya karena debu kecil masuk ke mataku? Jangan terlalu naif, Kara" pria itu tersenyum sinis sambil menikmati pemandangan jatuhnya si pemuda.

Pemuda tersebut, atau yang disebut nya Kara hanya bisa menatapnya dengan setengah tidak percaya atas apa yang terjadi barusan. Selama beberapa saat, dia hanya mengerjap-ngerjapkan matanya selama beberapa menit, sampai si pria mengulurkan tangannya untuk membantu nya berdiri. Tanpa sedikitpun sadar dari rasa terkejut, Karamatsu menerima uluran tangannya dan segera bangkit dari jatuhnya.

Kemudian setelah beberapa saat, dia akhirnya tersadar dan mulai berkomentar.

"Nakamura, kamu tetap seperti dahulu. Susah sekali bagi ku untuk bisa menebak pergerakan mu"

"Yah... Jangan terlalu dianggap serius. Lagipula, kamu memang tidak pernah bisa sekalipun menang melawan ku setiap kita latih tanding seperti ini" Nakamura menanggapi santai perkataan Karamatsu yang kini terlihat cemberut.

"Mau bagaimana lagi? Walaupun pergerakan mu bagus, tetapi kamu kurang pengalaman dan strategi. Ide melempar pasir ke mata ku cukup bagus, tetapi kau juga harus ingat kalau bukan hanya dirimu saja yang punya strategi"

"Hummmh..." Karamatsu mengangguk pelan menunjukkan kalau dia mengerti.

Nakamura hanya bisa tersenyum simpul melihat ekspresinya yang berubah seperti itu.

Osomatsu fanfiction : Karamatsu dan rahasia nyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang