Keesokan paginya, Lord Eduardo dan Lady Casmira kembali datang untuk melihat kondisi Sang adik. Dua hari telah berlalu, tetapi Bona tak kunjung membuka mata.
Kini Ratu Akennaton itu telah berganti posisi. Lord Milson telah memindahkan Bona ke kamarnya. Takut bila sewaktu-waktu Matthias kembali datang dengan membawa ancaman kematian untuk Bona.
Dua bersaudara dari Clan Asten masuk ke dalam kamar Milson. Harapan mereka bahwa Bona telah sadar harus pupus ketika gadis itu masih terbaring lemah di tempat tidur.
Milson sedang duduk di sisi tempat tidur sembari menggenggam erat tangan Sang Lady. Tadi malam hingga menjelang pagi, posisi itu masih bertahan. Milson tak mau tidur bila Bona belum membuka mata.
Ditatapnya wajah memilukan Sang ratu yang penuh akan lebam. Meski, baik eskpresi maupun tatapan Milson tampak datar-datar saja, tetapi ada begitu banyak kesedihan dan kecemasan yang bersarang di dada.
Mereka semua tenggelam dalam keheningan. Walau, dua hari yang lalu Akennaton pulang membawa kemenangan, tetapi yang tinggal justru hanya kesedihan.
Damares dan Gelsy masih senantiasa menemani Sang Lady. Mereka sangat mengenal baik Bona bahwa setiap dia sakit, butuh beberapa hari baginya untuk siuman. Sebab kondisi fisik Bona sangat lemah. Tuan mereka itu bukan iblis murni yang bila terluka hari ini, maka esok harinya langsung sembuh.
"Buka bajunya," ujar Milson memecah keheningan. Pria itu menatap Gelsy dengan tatapan dingin agar segera mengindahkan perintahnya.
"Untuk apa?" tanya Lord Eduardo bingung. Mereka semua pun sama bingungnya dengan pria itu.
"Aku akan menenggelamkannya di lahar api," jawab Lord Milson. Terlihat jelas bahwa ada keraguan di mata pria ini. Namun, mau bagaimana lagi. Ia tak bisa menunggu Bona siuman dalam waktu yang lebih lama. Milson tak tahan. Rasa sedih dan rindu sungguh menyiksanya. Milson tak kuat bila harus menyaksikan keadaan ratunya yang seperti ini.
Eduardo tampak tersulut emosi, "Kau gila? Apa kau mau membunuh Adikku? Api bukan elemennya!" kata Raja Clan Asten itu dengan tatapan tajam.
"Lalu kau mau apa, hah? Menunggu Matthias datang untuk mencabut nyawanya?" Milson membalas dengan tatapan yang tak kalah tajam.
Eduardo mendekati Milson dengan tangan terkepal, "Jaga bicaramu!"
Pelayan dua pria itu mulai bergerak was-was saat dilihat adanya kemungkinan perkelahian terlibat. Zinki berdiri di belakang Lord Milson. Sedangkan Djoser berdiri di samping Lord Eduardo.
Lady Casmira ikut menengahi, "Jangan jadikan Bona sebagai bahan percobaanmu, Lord Milson! Ingat, Bona bukan diabolus murni!" hardiknya.
"Bagian dari diriku ada padanya. Bona memiliki sinar ikatanku! Cepat atau lambat, Bona pasti bisa mengusai elemen api! Apa hak kalian menggertakku seperti ini? Dia sudah menjadi milikku sepenuhnya! Aku berhak atas diri Bona!" ujar Milson marah.
Lord Eduardo menggelengkan kepala tak percaya, "Pria ini sudah gila," gumamnya pelan. Namun, Milson masih bisa mendengarnya.
"Apa katamu?" Milson tampak semakin marah.
Kamar Milson mulai tersulut aura menegangkan. Kemarahan Sang empunya kamar sudah berkilat-kilat di matanya. Terlebih saat Lord Eduardo hendak menggendong Bona, Milson langsung berteriak penuh amarah.
"Jangan coba-coba menyentuh Ratuku kalau kau tidak ingin Asten bernasib sama seperti Akins!"
Lady Casmira langsung melirik dengan tatapan was-was. Gadis itu tentu tahu bahwa Lord Milsok tak pernah bermain-main dalam ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diabolus
Fantasy(Mengandung adegan kekerasan dan kata-kata kasar) Bona, gadis keturunan campuran manusia-iblis yang seratus tahun lamanya telah disembunyikan oleh kakak dan Sang ayah sebab segala hal mengenai manusia masih dominan pada diri Bona. Baik dari segi fis...