11

1.2K 174 20
                                    

.





.







.









.








.
Sunyi yang ia rasakan pertama kali saat membuka mata. Semua sudut ruangan nya gelap. Hanya ada satu cahaya lilin yang menerangi nya. Letaknya tak jauh dari tempat nya berbaring saat ini.


"Di mana aku?" Sebaris kalimat pendek yang butuh jawaban terlontar begitu lirih dari bibir Hyunjin.


Rasanya ia benar benar asing dengan tempat ini. Kenapa ia bisa ada di sini? Ah.., tidak! Sepertinya ia tahu sekarang tempatnya. Mungkinkah ini wujud dari alam baka? Alam sesudah kehidupan di dunia. Ya mungkin begitu. Pasti ia tidak salah. Karena hal terakhir yang ia ingat sebelum bangun di tempat ini adalah pedang eksekusi pancung kerajaan itu menggarah ke lehernya.


Senyum kecil tersungging di wajahnya. Ternyata semuanya telah berakhir secepat itu. Tapi ia tak kan menyesal karena harus meninggalkan dunia penuh kemunafikan itu. Ia percaya kehidupan nya saat ini memang jauh lebih pantas untuk nya. Dia sudah muak dengan kebohongan dan keserakan para bandit bandit yang mengatasnamakan mereka kaum terhormat. Cih.., bahkan pengemis sekalipus lebih baik ketimbang mereka yang sama sekali tak punya hati dan urat malu.



Perlahan ia mencoba bangkit dari posisinya. Aaarkh..., tapi kenapa sekujur tubuhnya masih merasakan sakit? Bukan kah alam baka adalah alam di mana sudah tidak ada rasa sakit lagi. Semua orang baik berhak merasakan kebahagiaan nya.


"Sreeekk..," Di tengah usahanya bangkit itu pintu ruangan nya terbuka. Dan menampilkan sesosok pria yang tentu saja Hyunjin kenal semasa hidup di dunia. Apa apaan ini?! Kenapa orang ini berada di sini?! Seharusnya...,



"Nyonya..., anda harus beristirahat...!!" Pekik orang itu menghampiri dirinya dengan tergesa.


"Dayang Shin, panggilkan tabib segera!! Dan yang lainnya tolong bawakan penerangan lebih ke dalam!" Ucapnya memerintah. Yang  dilakukan dengan segera oleh para wanita dayang itu.


Setelah memerintahkan para dayang. Dia dengan terburu memaksanya berbaring kembali. Tetapi ia melakukan nya dengan penuh kehati hatian. Layaknya perlakuan lembut untuk seorang wanita. Hyunjin tentu bingung. Ia ingin bertanya namun pertanyaan itu masih tercekat di tenggorokan nya saja. Hyunjin mengernyit sambil menatap pria itu.



"Saya senang anda telah siuman setelah beberapa hari ini tertindur, Nyonya." Ucap nya yang terdengar sangat tulus.



"Ap...," Belum sempat ia mengucapkan kalimatnya. Seorang tabib dan para asisten nya masuk ke ruangan ini. Dan setelah ijin dari pria itu, langsung memeriksanya.



"Kondisi Nyonya Hwang sudah mulai membaik, tuan. Mungkin saat ini beliau masih lemah. Tapi saya yakin setelah rutin meminum ramuan yang telah kami buat. Nyonya akan segera bugar kembali beberapa hari lagi." Kata sang tabib kepada pria berbaju biru tua itu.


"Terima kasih tabib Jo. Yang Mulia pasti akan senang mendengar kabar ini."


"Baiklah, tuan. Saya permisi undur diri."



"Iya, silahkan."



Setelah tabib dan asisten nya meninggal kan tempat. Hyunjin mulai berpikir lagi. Sepertinya ada yang janggal dengan semua ini. Seharusnya ia mati kan? Pedang pancung itu ia yakin telah menebas lehernya. Tapi kenapa orang orang seperti ini masih ia temui?! Apa ini semua hanya mimpi saja atau bagaimana?



"Tuan Han...," Panggil Hyunjin benar benar meniatkan untuk bertanya memastikan bahwa dirinya sudah mati atau belum.



"Iya, Nyonya. Anda butuh sesuatu?" Tanya nya sangat halus sekali.


"Nyonya...?!" Ulang Hyunjin dengan nada bertanya.


"Iya.., Nyonya. Apa anda butuh sesuatu?" Tanya Jisung sekali lagi.



"Kenapa Anda memanggil saya Nyonya, tuan Han?!" Nada bicara Hyunjin berubah mengitimidasi dan serius. Namun penuh tanda tanya.



"..." Jisung terdiam sejenak. Ah.., pasti Hyunjin bingung ia tiba-tiba memanggilnya begini. Panggilan yang seharusnya tak akan pernah tersemat pada diri seorang putra dari tuan Hwang ini.




"Sudah seharusnya saya menyebut Anda seperti ini, Nyonya."




"Apa..?! Menyebut apa..?! Menyebut saya  dengan Nyonya?! Apa Anda kurang jelas siapakah saya ini, tuan Han?! Saya seorang lelaki. Bukan wanita apalagi itu Nyonya. Apa saya perlu memperli...,"





"Tidak perlu Nyonya. Saya memang harus memanggil Anda seperti ini. Karena Anda bukanlah orang yang sama seperti dulu, selir Hwangie." Potong Han dengan sangat tidak sopan karena memutuskan ucapan Nyonya nya sendiri.

TBC

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HwangieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang