32

25 4 0
                                    

satu tahun berlalu tapi Arlan belum juga sadar. satu tahun pula Kafita menanti dan terus setia menanti sang kekasih sadar.

Kafita telah kelas 12 dan sekarang tinggal beberapa hari lagi acara kelulusan.

“lan, kapan kamu sadarnya?” ucap Kafita sambil memegang tangan Arlan.

“beberapa hari lagi aku wisuda, dan seharusnya kamu juga bakalan wisuda, tapi kenapa kamu masih setia tutup mata kamu?” tak terasa air mata Kafita mengalir perlahan membasahi pipi mulusnya ini.

setiap hari Kafita selalu datang ke rumah sakit untuk menjenguk Arlan,

----

tibalah dihari Kafita wisuda, satu harapannya Arlan sadar dan akan datang menyaksikannya wisuda.

“Kafita Anindhita”
namanya telah dipanggil dan saatnya ia untuk naik ke atas panggung dan menerima Ijasah dari gurunya.

menuruni tangga dan terus melihat ke arah para wali murid dan para undangan sembari terus mencari keberadaan Arlan, ia berharap sang kekasih datang tapi nyatanya tidak.

saat ia baru duduk kembali di kursinya ponsel nya berdering menandakan satu telfon masuk.

“hallo”

“halo nak Kafita, ini bunda, Arlan udah sadar” suara lembut terdengar di sebrang sana.

“ha? beneran bun?” tanya nya masih tidak percaya.

“iya nak, sekarang lagi di periksa dokter. nanti setelah acaranya selesai kamu ke rumah sakit ya”

“sekarang aku ke sana bun”

tut tut tut

Kafita tidak bisa lagi menunggu, dirinya begitu bahagia mendengar ucapan bunda barusan.

tanpa basa basi ia segera meninggalkan acara kelulusannya dan pergi ke rumah sakit.

“mau kemana dek?” tanya mamanya melihat sang putri yang buru2 dengan kebahagiaan yang terukir jelas diwajahnya.

“Arlan sadar ma, dan sekarang aku mau ke sana, ma aku titip ijasah ya” ucapnya pada sang mama.

mama Kafita pun ikut senang mendengar kabar barusan.

“kamu nggak mau tunggu acaranya selesai dulu?”

“kelamaan ma, sekarang Kafita mau ke rumah sakit ya”

“yaudah kamu kesana dulu mama nanti nyusul sama papa, papa kamu lagi ketoilet katanya”

Kafita mengangguk dan pergi dari sana.

----

sampailah ia dirumah sakit tempat Arlan dirawat.

segera berlari menuju ke ruangan Arlan.

“bunda...”Kafita segera memeluk wanita yang menggunakan kacamata itu.

“loh kamu kok dateng kesini sekarang?, terus acaranya gimana?” tanya Bunda Arlan.

“nggak papa bun, lagian tadi juga udah dapet Ijasah dan dibawa mama”

Bunda Arlan hanya bisa tersenyum.

“dengan keluarga saudara Arlan?” ucap dokter laki2 yang baru keluar dari ruangan Arlan.

“iya kami keluarganya”

“em jadi gini, Arlan terkena amnesia sementara, mungkin ia akan kehilangan beberapa memori nya beberapa tahun lalu” jelas dokter itu.

“tapi bisa sembuh kan dok?” tanya Bunda.

“bisa asalkan dengan terapi, jangan memaksakan inggatnnya karena itu akan membuat otaknya tertekan dan lelah, akan berakibat hilangnya inggatannya secara permanen”

“baiklah terimakasih dok”

“yasudah kalau begitu saya permisi” kata dokter itu lalu pergi dari sana.

Kafita dan Bunda masuk kedalam ruangan dan melihat Arlan yang sedang menatap langit2 kamarnya.

“Nak” kata bunda.

Arlan langsung menengok dan melihat bundanya.

“maaf em, sepertinya saya pernah melihat anda” ucap Arlan mencoba mengingat-inggat.

“ini Bunda”

“ah iya, Bunda yang udah lahirin aku kan?” kata Arlan terlihat sangat lucu.

“iya” bunda terkekeh melihat tingkah putranya.

“dan kamu siapa?” ucapnya pada Kafita.

“ini pacar kamu” kata bunda kemudian.

“pacar? tapi saya tidak mencintai dia. tidak mungkin dia pacar ku bun”

perih tanpa luka, itulah yang dirasakan Kafita saat ini. Pacarnya yang selalu mengganggunya dulu sekarang tidak mengenalnya.

“tapi dia pacarmu nak” kata bunda lembut.

“Arkhh” Arlan memagang kepalanya, sepertinya ia kesakitan karena mencoba mengingat Kafita.

“kamu kenapa?” panik Kafita.

“jangan sentuh gue! gue nggak kenal sama lo! bun sakit”

Kafita menjauh dari Arlan, ia harus sabar karena apa yang dikatakan dokter tadi jangan memaksakan Arlan untuk menginggat beberapa memori beberapa tahun lalu.

“sudah2 sekarang kamu istirahat saja” kata bunda kemudian.

Arlan mengangguk dan kembali menutup matanya untuk beristirahat.

Bunda dan Kafita keluar ruangan,

“kamu yang sabar ya nak, pasti Arlan bakalan ingget sama kamu dia cuman butuh proses dan waktu”

Kafita hanya menggangguk dan memaksakan senyumnya, walaupun hatinya sakit.

mama dan papa Kafita sampai di rumah sakit, mereka mengahmpiri Bunda dan juga Kafita yang sedang duduk di kursi.

“gimana keadaan Arlan?” tanya mama Kafita pada bunda.

“eh baru sampai? syukurlah Arlan sudah sadar” balas Bunda lalu bercepika-cepiki dengan Mama.

“kok kamu nggak kedalem dek?” tanya papa.

“em..” balas Kafita binggung.

“kata dokter Arlan terkena amnesia,” seakan tau Kafita binggung, Bunda yang menjelaskan pada orang tua Kafita.

“ha? tapi nggak permanen kan?”

“kata dokter sih tidak, cuman butuh proses dan waktu aja supaya Arlan dapat mengingat beberapa memory nya yang hilang” jelas bunda lagi.

“dan Arlan tidak mengingat kamu dek?” tanya Mama pada Kafita,

Kafita mengangguk lesu, tapi setelah itu ia mencoba tersenyum menyembunyikan luka dihatinya.

“nggak papa Ma, lagian kata dokter Arlan bakalan ingget aku lagi kok” ucap Kafita mencoba meyakinkan mamanya bahwa dia tidak apa2.

Mama dan Papa Kafita hanya mengangguk, mereka sebenarnya tau apa yang dirasakan putrinya, walaupun mecoba kuat menyembunyikannya.

hallo haaa, lanjut nggak nih?
lanjut ya, maf aku cepetin ya soalnya biar cepet selesai juga ceritanya.

oke see you..

Arlan Dan KafitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang