Tidak Dianggap

21 0 0
                                    

Arra berusaha untuk menetralkan detak jantungnya, fikirannya sangat kacau sekarang. Untuk apa ayahnya tiba tiba datang ke rumah dan menamparnya.

"kamu tidak punya harga diri" bentak Rudi dengan mata terbelalak di depan pintu.

"maksud ayah apa?" tanya Arra yang masih bingung.

"kamu perempuan sok suci, padahal di luar sana kamu main sama laki laki bahkan sampai ciuman, dimana harga diri kamu" pekik Rudi.

Arra terisak sedih, dada terasa sempit mendengar ucapan ayahnya ini.

"kenapa kamu nangis, yang saya ucapkan tentang kamu benar, bahkan saya malu menganggap kamu putri saya" ucap Rudi.

"yah itu gak seperti--" ucapannya terhenti.

"gak usah ngelak kamu, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Benar yang di bilang putri saya bahwa kamu jalang" ucap Rudi tegas.

"yah, aku juga putri ayah" ucap Arra walaupun suaranya sangat kecil.

"kamu bukan putri saya lagi, putri saya hanya satu sekarang anak saya dengan Siska" Rudi tersenyum sinis.

"bahkan ayah menganggap anak yang bukan darah daging ayah sendiri? Dan tidak menganggap Arra yang jelas jelas darah daging ayah?" Arra mengusap air matanya kasar.

"kamu tau, kamu tidak ada bedanya sama bunda kamu. Jalang" tekan Rudi.

"YAH, jangan pernah menghina bunda. Asal ayah tau perempuan murahan yang sebenarnya itu tante Siska bukan bunda" pekik Arra.

Rudi mengangkat tangannya mendekati Arra yang berdiri di sebelahnya, namun terhenti.

"kenapa yah, sini tampar lagi" isak Arra.

"saya tidak mau menyentuh gadis yang bukan putri saya lagi" ucap Rudi kemudian pergi menjauh dari hadapan Arra.

Arra terduduk lemah di depan pintu rumahnya, hatinya begitu sakit bahkan sangat sakit sekali.

"ayah, sehat sehat di sana, jaga kesehatan ayah ya. Arra sayang sama Arra, ayah seperti ini pasti karena sayang sama Arra kan" ucap Arra dengan kepala menyender di pintu.

**

Matahari telah menampakkan wujudnya, setelah malam yang gelap gulita dan hujan yang turun tadi malam. Arra masih tertidur pulas walaupun jam telah menunjukkan pukul 06.30

"sayang" tangan lembut Shasa mendarat di rambut cokelat Arra.

"emmmm"

"bangun dong, udah siang" titah Shasa.

Shasa duduk di ujung ranjang pink milik Arra, ia masih bingung kenapa Arra bisa tertidur di sofa ruang tamu dengan pintu rumah yang masih terbuka dan sepertinya Arra menangis hebat tadi malam, dengan bantuan Arsya, Arra dipindahkan ke dalam kamar supaya tidurnya lebih nyenyak.

"Bun, Arra gak ke sekolah ya hari ini" Arra masih menutup matanya.

"kenapa sayang" tanya Sasha yang masih mengelus rambut Arra.

"gak enak badan bun" jawab Arra.

Shasa menarik nafasnya "Arra tadi malam kenapa bisa tidur di sofa?"

Arra membuka matanya dan duduk "hem, iya bun Arra mungkin lagi capek aja emm makanya bisa tidur di sana" Arra tersenyum tipis.

"ada yang datang tadi malam?" tanya Shasa lagi.

"hah, gak ada bun" Arra tidak mau bundanya ikutan sedih karena ayahnya menamparnya tadi malam.

"beneran?" Shasa menatap Arra.

"iya bunda, Arra mau istirahat dulu. Arra juga mau bilang ke Meli sama Nisa kalau Arra sakit" ucap Arra kemudian berjalan mengambil ponselnya.

Shasa mengangguk dan berjalan keluar "pasti ada yang di sembunyiin" batin Shasa.

Rumpi Hangat

AmirraCantika : P

MeliAdijaya : apaan rra?

NisaAdikusuma : lo pada kemana, gw nungguin nih di kelas.

MeliAdijaya : lagi di jalan sayangkuu.
NisaAdikusuma : geli.

MeliAdijaya : hihi, eh lo kenapa rra ngechat pagi pagi gini?

NisaAdikusuma : 2in ada apa Arra cantik, gw nungguin lo ni rra tugas gw belum siap, hiks.

AmirraCantika : Arra lagi gak enak badan, izinin ke guru ya sahabat sahabatku yang baik.

MeliAdijaya : lo kenapa rra?

NisaAdikusuma : beneran gak masuk lo rra, gw harus nyontek ke siapa nih😶

MeliAdijaya : nyontek aja pikiran lo, teman lagi sakit juga.

NisaAdikusuma : hehe maaf, nanti pulang sekolah kita jenguk lo deh rra.

AmirraCantika : gak usah, Arra cuma sakit dikit, hihi, ini mau istirahat lagi.

MeliAdijaya : yaudah lo harus banyak istirahat, well son Arra.

NisaAdikusuma : cepat sembuh Arra.

Arra tersenyum dan kembali meletakkan ponselnya lalu duduk di ujung ranjangnya.

"kak Adit gimana ya, apa Arra bilang juga" ucap Arra.

Setelah beberapa menit berfikir, Arra mengurungkan niatnya untuk tidak menelepon pacarnya. Ia tidak mau Adit bolos sekolah dan datang ke rumah melihat Arra.

Arra berniat untuk tidur namun matanya sepertinya tidak mendukung niatnya tersebut. Suara ponsel Arra membuatnya bangkit dan matanya melihat siapa yang meneleponnya.

Kak Adit calling

"hallo sayang, kamu sakit ya, kok gak bilang aku" suara khas Adit terdengar dari seberang sana.

Arra terkekeh "sakit dikit kak, gak papa"

"pasti Meli dan Nisa nih yang bilang" batin Arra.

"ya tetap sakit, kamu tunggu sebentar, aku ke sana ya" ucap Adit.

Arra sudah menduga bahwa Adit tau ia sakit pasti Adit akan ke sini "gak, kakak belajar aja ya, gak usah ke sini kakak"

"ahhh, gak bisa Rra, aku harus ke sana" desak Adit.

"kak dengerin Arra, kalau kakak tetap ke sini Arra bakal marah sama kakak, Arra gak bakal bukain pintu juga," ancam Arra.

"yaudah tapi nanti aku pulang sore kayaknya" ucap Adit.

"kenapa? Latihan atau les tambahan?" tanya Arra tersenyum.

"les tambahan sayang, ehh udah bel ni, kamu beneran gak papa?" ucap Adit.

"gak papa kakak, udah sana belajar yang benar ya, assalamualaikum" ucap Arra lembut.

"waalaikumsalam" balas Adit

**

aku kembali lagi niii, semangat para readers bacanya, heheh. Kalian maunya cerita ini sampai berapa part? Mau panjang atau pendek hihi.

Happy reading guys
See you next part
Love you fakders

Cek @erramanisaputri_

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FuckBoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang