01

1.6K 114 17
                                    

"Woi! Ngelamun aja lo." Bahu Winter ditepuk dengan kencang oleh teman sebangkunya yang tidak lain adalah Karina.

Gadis berambut panjang itu mengedipkan matanya beberapa kali, tersadar dari lamunannya. Ia membenarkan posisi duduknya yang semula menghadap jendela menjadi menghadap papan tulis.

"Ehe, gue nggak ngelamun kok. Gue cuma ngeliatin mereka pada main basket." Jari telunjuknya mengarah ke beberapa siswa yang sedang bermain basket di lapangan sekolah. Kebetulan kelas mereka, XI IPA 1, tepat berhadapan dengan lapangan sekolah.

Karina melihat keluar jendela, mengamati anak-anak yang berlarian mengejar bola oranye itu. Matanya menangkap seorang siswa yang terkenal dengan eye smilenya, ia adalah Jeno. Anak kelas XI IPS 3.

"Hm... pantes lo mendadak budek pas gue panggil, ternyata lagi ngeliatin si Jeno?" Winter hanya dapat menunjukkan cengirannya seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Lee Jeno atau yang kerap dipanggil Jeno adalah anak basket yang memiliki banyak penggemar perempuan di SMA Masa Depan. Bagaimana tidak? Ia tampan, pintar, dan memiliki banyak teman. Siapa perempuan yang tidak bisa jatuh dalam pesonanya? Apalagi ia dikenal murah senyum kepada siapa pun yang ditemuinya. Itu yang membuat Winter selalu terpesona olehnya.

"Oh iya gue hari ini gak bisa nemenin lo ke toko buku, gue ada janji sama sepupu gue. Lo pergi sama yang lain aja ya. Sorry, Win," ucap Karina dengan raut memelas dan menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Santai aja kali. Nanti gue bisa ajak Ningning, kebetulan rumah dia searah sama rumah gue, jadi bisa sekalian pulang bareng."

Karina memeluk sahabatnya itu erat. "Makasih Winterku sayang...."

Winter yang merasa pelukan Karina terlalu kencang segera melepaskan diri kemudian menarik napas panjang untuk menghirup oksigen. Seperti biasa, teman sebangku sekaligus sahabatnya itu selalu memeluknya ketika merasa senang, namun yang ia kurang suka adalah pelukannya yang terasa mengikat paru-paru sehingga ia susah untuk bernapas. Untungnya ia bisa meloloskan diri dari pelukan maut itu.

Fokus mereka teralihkan kepada Mark yang tiba-tiba memasuki kelas. "Jamkos guys! Guru-guru pada rapat!" teriak si ketua kelas itu kepada teman-temannya.

Kelas mendadak disulap menjadi pasar malam. Ada yang menggelar konser, ada yang wisata kuliner, ada juga yang kejar-kejaran, ada yang mendadak menjadi tukang palak, dan ada pula yang berubah menjadi polisi tidur. Sungguh sebelas dua belas seperti pasar malam.

Yang bernyanyi sambil bermain gitar adalah Haechan dan Renjun. Yang sedang berkumpul untuk saling menikmati bekal adalah Gahyeon, Umji, dan Shuhua. Yang berlarian keliling kelas adalah Tzuyu yang sedang berusaha mengambil kembali ponselnya dari tangan Han dan Mark. Yang tampak berkeliling menagih uang kas adalah ibu bendahara, yaitu Soodam. Walaupun ia garang ketika meminta uang kas, banyak siswa yang diam-diam menyukainya karena ia cantik. Dan yang sedang tidur di belakang kelas adalah Lucas.

Kelas IPA memang dikenal dengan kelas yang siswanya pintar, rajin, dan anti sosial, namun hal itu tidak berlaku di kelas mereka. Memang sedikit mengherankan jika dilihat bahwa sekolah mereka adalah salah satu sekolah elit dan banyak menyumbang penghargaan setiap tahunnya. Apalagi jika Lucas, Mark, Haechan, dan Han berkumpul. Kelas langsung berubah menjadi kapal pecah.

Winter dan Karina lebih memilih menonton grup idola mereka di youtube daripada membuat kegaduhan seperti yang lain. Belum selesai menonton, earphone yang mereka pakai terlepas dari telinga mereka. Bukan terlepas, lebih tepatnya dilepas oleh Soodam yang ingin menagih uang kas mereka.

"Lo kurang dua minggu, lo kurang lima minggu," ujar gadis cantik itu sembari menunjuk Winter dan Karina secara bergantian.

Seketika Karina melebarkan matanya. "Gue kurang lima minggu?!" Soodam mengangguk.

"Mana cepet bayar."

"Perasaan minggu kemarin gue udah bayar, kok bisa kurang lima minggu? Lo kelupaan nyatet pasti." Karina mulai membuat alasan untuk mengamankan uang sakunya.

Winter mengeluarkan beberapa lembar uang kertas untuk membayar kekurangan kasnya. "Nih gue lunas."

"Gue gak pernah lupa nyatet, lo aja yang alesan terus," ujar Soodam sembari menerima uang dari Winter.

Karina tidak tahu harus beralasan apa lagi, akhirnya ia berkata apa yang ada di kepalanya. "Minggu ini gue skip bayar dulu ya, besok gue traktir seblak deh."

"Harga seblak tuh cukup buat bayar kas dua minggu. Daripada lo beliin gue seblak mendingan buat bayar kas lo," jelas Soodam yang sudah bosan dengan alasan Karina.

"Tapi duit gue mau bu-"

"Gak ada tapi-tapian. Gue udah bosen denger alesan lo. Sini cepet bayar," ucap Soodam sembari mengulurkan tangannya menagih kekurangan kas Karina.

Karena tidak tahan mendengar perdebatan dua anak manusia itu, Winter meletakkan uangnya di tangan Soodam untuk membayar uang kas Karina. Kebetulan ia memiliki uang lebih di dalam tasnya. Soodam segera mencatat di buku kasnya.

"Nah gitu dong dari tadi. Untung si Winter baik, lo harusnya bersyukur punya temen kayak dia," ujar bendahara itu kemudian berlalu pergi menuju target palak berikutnya.

Karina memeluk Winter lagi, merasa berterima kasih karena telah menolongnya dari malaikat maut yang ingin membunuhnya. Seperti biasa, Winter hanya memutar bola matanya, lelah dengan tingkah sahabatnya itu yang dari dulu tidak pernah berubah. Ia sampai lupa sudah berapa banyak uangya yang melayang untuk membayari kekurangan kas Karina.

Mereka bersahabat sejak kelas satu SMP, jadi wajar saja mereka sudah sangat dekat dan dapat memaklumi sikap masing-masing yang terkadang memang menyebalkan. Meskipun begitu, mereka tidak ambil pusing untuk memikirkannya.

Saking dekatnya, mereka sering menginap di rumah masing-masing seperti sahabat kebayakan. Orang tua mereka juga sudah saling mengenal mereka. Tidak ada kata jaim di antara mereka, ketika tidak ada orang di rumah selain mereka berdua, keduanya tidak sungkan untuk menghabiskan makanan yang ada di dapur, terasa seperti rumah sendiri. Namun tetap bersikap sopan pada ibu kepala rumah.

Misanya seperti Karina ketika ia menginap di rumah Winter yang saat itu ibunya, Kim Taeyeon, sedang berada di luar kota. Karina tidak sungkan-sungkan melahap semua camilan yang disediakan untuk mereka berdua. Winter hanya menggelengkan kepalanya.

"Udah istirahat, ke kantin yok," ajak Karina. Mereka langsung meluncur ke kantin yang mereka rindukan.

Sesampainya di kantin, mata Winter seketika tertuju pada sekelompok siswa yang tampak tertawa di salah satu meja. Itu adalah sekelompok siswa IPS. Yang menjadi target tatapannya adalah seorang siswa yang duduk paling ujung sebelah kanan. Pastinya itu adalah siswa yang dikaguminya selama ini, Jeno. Pemuda itu tampak lebih keren dengan seragam olah raga.

Ia melihat ada satu meja kosong yang tidak jauh dari kumpulan siswa itu. Ia langsung menarik tangan Karina menuju meja itu sebelum ada orang lain yang mendudukinya. Karina yang melihat Jeno setelah mereka duduk hanya memutar bola matanya.

"Mulai lagi ni anak," gumamnya.

🌸🌸🌸🌸

Halo semua^^
Aku datang kembali dengan cerita baru✨
Kalo kalian suka jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya ya^^
Cerita ini bakal update seminggu sekali kalo aku gak ada halangan ya><
Yuk share ke temen-temen kalian yang suka baca ff^^
Terima kasih🙏

LUCID DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang