31. 👈👉

65 11 31
                                    

Terimakasih telah mengembalikan dia untuk ku, Tuhan.

***

Siklus waktu berlalu tak tersentuh, ternyata ini sudah pagi dan kedua pasangan tersebut sedang keteteran ingin bergegas menyiapkan persiapan untuk mendaki.

"Masih ada yang ketinggalan?" tanya Christof sambil mengecek barang-barang di ranselnya.

"Kayaknya nggak ada deh," Jesi melenguh pelan lalu menunjukan ranselnya ke hadapan wajah Christof.

"Tuh kan ada barang yang ketinggalan," ucap Christof sambil merebut ransel sang kekasih.

Setelah mendengar penuturan Christof yang terkesan serius, akhirnya Jesi terkejut. Jesi terus menggaruk kepalanya untuk berpikir, seingatnya semua perbekalan untuk mendaki sudah komplit.

"Apa ya? Emangnya masih ada barang yang ketinggalan?" Jesi berpikir, ia mencoba mengumpulkan daya ingatnya.

Christof terkekeh melihat wajah Jesi yang tetap cantik meskipun otaknya sedang stres memikirkan ucapan yang tadi. Christof memukul kepala Jesi pelan dan tersenyum miring.

"Hatinya kamu masih ketinggalan di sini," pungkas Christof sambil menunjuk tepat ke hatinya.

Jesi merasa dikerjai langsung memukul dada bidang Christof dengan kasar, baginya ini bukan soal candaan karena sejak tadi Jesi menganggapnya serius.

Tatapan Jesi berubah, bibirnya bermanyun kesal yang ditujukan pada satu objek yaitu Christof. Jesi menghembuskan nafas jengah. Sampai kapan pria yang dicintainya itu berhenti bersikap kekanakan?

"Sebel!" pekik Jesi sambil menghentakkan kakinya kuat-kuat.

Sedetik kemudian, Christof membalas respon Jesi dengan nada lembut.

"Marahnya disimpan nanti aja. Kita harus segera berangkat." Christof mengelus rambut Jesi dan gadis itu tetap cemberut.

"Ayo pergi, aku gak mau kalo nanti senjanya terbit dan kita ketinggalan panorama indah." rajuk Jesi.

"Iya sayang," Christof menggenggam jemari Jesi erat lalu membawanya pergi.

Tak lama kemudian, Jesi dan Christof telah setengah jalan, mereka bergegas dengan langkah yang terbilang cepat. Tetapi sebelum itu, Christof memastikan wajah Jesi yang memang dari kemarin dan sampai sekarang terus memucat.

"Bagaimana keadaanmu? Apa kamu tidak ingin istirahat dulu?" tawar Christof sambil mengelap keringat di pelipis Jesi.

Jesi menghela nafasnya susah payah, tenaganya hampir terkuras habis dan entah kenapa pendakian kali ini terasa lebih jauh dari sebelumnya. Mungkin hal itu terjadi dikarenakan stamina tubuh Jesi yang sedang tidak mendukung.

"Gak usah, aku masih sanggup kok. Lagian sebentar lagi kita sampai." ucap Jesi tak menyakinkan bahwa dirinya benar-benar sanggup.

"Kamu tidak merasa capek dengan perjalanan yang masih lumayan jauh?" tanyanya pelan. Mungkin lebih dikaitkan dengan rasa khawatir.

"Tidak," balas Jesi singkat.

"Yaudah, ayo kita lanjutkan perjalanannya."

Jesi terdiam tak mengubris ucapan Christof, lalu berjalan mengikuti lelaki itu.

"Ah," keluh Jesi yang merasakan kepalanya begitu sakit.

Christof segera menyangga tubuh Jesi yang hampir pingsan, ia memberikan sandaran agar gadisnya tidak terjatuh.

SUBSTITUSI (Sudah Terbit✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang