Bab 29 | Nasehat nenek tua

5.2K 587 119
                                    


Demi apa kalian rame banget di part sebelumnya!

Seneng banget gue liat kalian misuh-misuh gitu😆

Yuk kita mulai misuh-misuh lagi:)


29. Nasehat nenek tua

Chika menatap kosong taman bermain dekat rumahnya. Disana Chika berusaha menenangkan dirinya, mungkin dengan mendengar tawa anak-anak bisa membuat Chika lebih baik.

"Terkadang masalah datang silih berganti, kebahagiaan tak bertahan lama. Seperti roda yang berputar, kehidupan akan berganti arah."

Seorang nenek tua yang datang menghadap Chika dan mendudukkan dirinya disamping Chika. Bukan kedatangannya yang membuat Chika heran, namun kata-kata nenek itulah yang membuat Chika mengerutkan dahi. Bagaimana bisa dia tau jika Chika ada masalah? Apakah terlihat sekali bahwa Chika sedang dalam masalah?

"Nenek-," ucapan Chika disela.

"Identitas bukanlah hal penting, nasehat yang sudah di berikan adalah hal terpenting untuk dirimu, nak."

"Maksudnya?"

Nenek itu tertawa, "Menjadi manusia memang sulit, terkadang terlalu bahagia, kadang juga terlalu sedih. Rumit. Namun jika tidak ada kerumitan itu, kehidupan serasa hambar."

Chika mengangguk menyetujui ucapan nenek itu.

"Begitupun dalam hubungan. Ada masa bahagia dan ada masa sedihnya. Jika tidak ada keduanya, apa bisa sebuah hubungan didasari perasaan?"

Chika merenung.

"Pernikahan berarti dua hati menjadi satu, dua pemikiran menjadi sepemikiran, dan dua kepercayaan menjadi satu kepercayaan. Jika hanya suamimu yang percaya, maka hubungan tersebut tidaklah tegak. Seperti sebuah istana yang tidak bisa tegak berdiri tanpa pilar-pilarnya. Cinta, kepercayaan, dan kesetiaan adalah pilar dari rumah tangga."

Nenek itu bangun, dia berdiri menatap langit sore dengan bantuan sebuah tongkat kayu tua yang menopangnya.

"Nak, terkadang kita harus menutup mata dan telinga demi kebaikan, namun kita juga harus melihat kebenaran."

"Bagaimana bisa melihat kebenaran jika nenek menyuruhku menutup mata dan telinga harus ditutup?" protes Chika.

Nenek tersebut terkekeh, "didunia ini tidak ada yang lebih kejam dari manusia. Lidah dan perbuatannya yang kerap kali merusak alam semesta. Tipuan dan ilusi udah menjadi hal lumrah di jaman ini, kebodohan dan kebohongan sudah merajalela. Pertanyaanmu, bagaimana bisa kita melihat kebenaran jika mata dan telinga ditutup?"

Chika mengangguk.

"Kebenaran tidak dilihat oleh mata maupun telinga. Hati dan nurani manusialah yang melihat kebenaran."
Nenek itu berbalik menatap Chika. "Gunakan hatimu dalam menjawab segala keraguanmu, Tuhan akan membantumu."

AldebaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang