Aku terjebak di dalam kegelapan, yang bisa aku pegang adalah tubuhku sendiri. Tak tahu sudah berapa lama aku berada di dalam kegelapan ini, perlahan aku melihat sebuah cahaya putih yang mendekat kearah ku.
Aku berdiri, untungnya aku masih bisa merasakan tubuhku ini. Semakin lama cahaya putih itu semakin dekat, aku menutup mata karena silaunya cahaya itu. maklumi saja karena setelah sekian lama akhirnya aku bisa terbebas dari kegelapan.
Kembali aku membuka mata, namun yang aku lihat sedikit membuatku menyergit. Aku sangat ingat dengan ruangan yang aku tempati saat ini, kamarku di Pavilium Bulan. Kamar yang aku tempati 12 tahun yang lalu, kamar yang menjadi saksi bagaimana kehidupan bahagia ku ketika ibunda masih hidup.
'ibunda?'
Seketika aku langsung bangun dari kasur yang aku tempati saat ini, saking tidak sadarnya akan perubahan sesuatu, aku terjatuh karena kaki ku tidak seimbang menyangga tubuh ku. Aku terdiam sesaat, aku melihat tangan ku yang sudah berubah ukuran dan warna kulitnya.
Tangganku mengecil, seperti aku masih berusia 8 tahun. Begitupun warna kulitku yang masih putih, tidak seperti sebelumnya yang sudah berwarna kecoklatan karena sengatan matahari. Aku berdiri dan berjalan ke arah cermin besar yang ada di sudut ruangan, aku melihat tubuhku yang berubah, aku yang sebelumnya berusia 20 tahun kini kembali ke usia 8 tahun.
Kata ibunda kembali tergiang di kepalaku, segera aku membuka pintu kamar menuju kamar ibunda. Jika memang Dewa memberiku kesempatan untuk kembali seperti saat ini, aku pasti akan membalas perbuatan orang-orang jahat dikehidupanku sebelumnya, dan harapanku saat ini adalah bisa bertemu dengan ibunda sesegera mungkin.
aku dihadapkan dengan dua orang penjaga yang ada di depan pintu kamar, aku mengacuhkan mereka dengan berlari menuju kamar ibunda. Aku sadar kedua pengawal tadi mengejarku, tak aku hiraukan dan tetap berlari.
Kamar ibunda tidak terlalu jauh dari kamar ku karena masih satu bangunan di Pavilium Bulan, ketika di depan pintu kamar ibunda aku langsung membuka pintu. Aku masuk ke dalan, bukan ibunda yang aku lihat pertama kali, namun seseorang yang menyebut dirinya ayah ku.
"mengapa Yang Mulia Kaisar disini? Dimana ibundaku?" tanyaku
Kaisar menatapku dingin, memang sedari dulu aku tak pernah dianggap dimata orang yang ada di depanku ini. Dirinya lebih menyayangi putri dari selirnya dari pada aku, jadi tak ada rasa kasih sayang antara kami.
"ibu mu sudah mati" jawabnya dingin
Suara langkah kaki yang tergesa-gesa dan berhenti di depan pintu kamar mengalihkan pandanganku dari Kaisar itu. Aku melihat 2 orang pengawal tadi yang mengejarku.
"kapan ibunda ku dimakamkan?" tanyaku kepada kedua pengawal itu
Pengawal itu saling lirik terlebih dahulu sebelum menjawab, "kemarin mendiang Yang Mulia Permaisuri di makamkan, Yang Mulia Putri Mahkota" jawab salah satu pengawal itu.
'ternyata memang tidak mungkin aku bisa bertemu ibunda walau sekali saja'
Sedih?! pasti. Kecewa?! juga. Marah?! jangan ditanya. Tak ada yang bisa aku lakukan lagi, aku hanya bisa memendam semua itu. Lagian sudah 12 tahun di kehidupan sebelumnya juga aku tidak bertemu lagi dengan ibunda, tapi setidaknya mulai saat ini aku bisa membalaskan kematian ibunda.
Aku melangkah keluar dari ruangan ini, tapi di depan pintu aku mengingat sesuatu. Aku kembali membalikkan badan menghadap orang yang disebut Kaisar di kerajaan ini.
"Yang Mulia Kaisar" panggilku
Kaisar hanya membalas dengan memandangku tajam dan dingin. Jangan pikir aku akan goyah dengan cara pandangan seperti itu
"saya sebagai anak sangat kecewa terhadap ayah saya, memang kelahiran saya tak diinginkan olehnya, namun setidaknya dirinya masih memiliki hati ketika melihat anaknya menangis tersedu-sedu meminta penyelidikan atas kematian ibundanya" aku diam untuk mengambil nafas.
"saya hanya mengingatkan, hukum karma pasti akan berlaku kepada siapa saja. Jika suatu hari ayah saya menyesali perbuatannya terhadap saya, berarti saat itu dirinya telah disia-siakan oleh orang yang dianggap mencintanya" ternyata banyak juga yang ingin aku sampaikan
"Yang Mulia Kaisar tidak perlu memikirkan perkataan saya barusan, Yang Mulia bisa melupakan perkataan saya tadi. Saya hanya ingin bercerita sedikit tentang perasaan saya. Saya pamit, Yang Mulia Kaisar" pamitku sambil memberi hormat dan langsung meninggalkan kamar ibunda.
Aku berjalan kembali menuju kamar ku, aku bisa mendengar kedua pengawal tadi mengikutiku dari belakang. Di depan kamar aku melihat Anna yang merupakan pelayan pribadiku menanti dengan wajah khawatirnya.
"Yang Mulia, dari mana saja anda?" tanyanya
"maafkan aku yang membuatmu khawatir, Anna. Aku hanya ingin bertemu ibunda, tapi aku lupa jika ibunda sudah tiada" jawabku
"Yang Mulia....." ujarnya sedih melihatku
"Anna, tolong siapkan air mandi ku. Setelah itu aku ingin sarapan di dalam kamar" ujarku yang langsung masuk ke dalam kamar
"baik, Yang Mulia" jawab Anna segera melakukan tugasnya.
# jangan lupa tinggalin jejak dengan kasih bintang and comment nya ya. Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm The Villain [HIATUS]
FantasyDi sebuah alun-alun ibu kota kekaisaran, sudah terpasang sebuah alat pancung bagi pendosa. Di alat pancung itu telah bersiap seorang gadis muda yang akan dipancung, tak ada air mata ataupun perasaan yang tergambar di wajah gadis yang sudah pucat itu...