Bab 25 - Tangisan yang membawa Kekuatan

12.6K 1.6K 23
                                    

Sesuai perkataan paman Killua, malam harinya kami makan malam bersama. Dalam kegiatan ini hanya kakak laki-laki Aura, Edward, yang tidak hadir dalam kegiatan ini. Saat ini dirinya tengah menempuh pendidikan di academy yang sama dengan Obelina, hanya saja dirinya lebih tua 5 tahun dariku.

Setelah melaksanakan makan malam, sesuai tradisi keluarga, kami berkumpul di ruang keluarga. Biasanya hal ini dilakukan untuk menguatkan tali kekeluargaan antara kami, sekaligus tempat bagi anak-anak untuk berkeluh kesah dengan orang tua dan keluarganya.

Tradisi ini tidak ada di Clarines, hal ini juga yang membuat aku lebih merasa nyaman dengan keluarga ibunda. Aku tidak membenci nenek Verbeda dan kakek Xavier, hanya saja sedikit lebih berbeda rasanya jika berada disini.

Aku duduk di antara kakek dan nenek, orang tua dari ibunda. Nenek yang memintaku untuk duduk disebelahnya, aku juga tidak keberana karena nenek mengingatkanku dengan ibunda. Wajah ibunda mirip kakek, tapi sorot mata kasih sayang yang diberikan ibunda kepadaku sangat mirip dengan nenek.

Nenek Viola menggenggap tanganku, aku pun memandangnya dengan heran. "bagaimana kabarmu selama ini?" tanyanya

"aku baik, nek. Nenek bisa melihat diriku baik-baik saja bukan" jawabku sambil tersenyum.

Bukan, aku lelah, nek. Aku lelah dan ingin istirahat sejenak. Lebih tepatnya itulah yang ingin aku jawab, tapi aku tidak ingin membuat orang-orang yang berada disini khawatir.

Nenek tidak berkata apa-apa, ia hanya memelukku sambil mengusap kepalaku dengan lembut. "menangislah, jika itu membuatmu lebih tenang" ujarnya.

"jika aku menangis, apakah aku akan dikatakan lemah, nek?" tanyaku. Padahal aku sangat tahu jawabannya, tapi aku tidak tahu mengapa kata-kata itu yang terucap.

"tidak, cucuku. Menangis tidak akan membuatmu lemah, malah akan semakin membuatmu kuat. Jadi tak apa jika kamu ingin menangis, kami disini akan selalu ada untukmu" jawab nenek Viola.

Sedikit demi sedikit, aku bisa merasakan air mata ku mulai keluar, "maafkan..... Cana, nek" ujarku dalam isakan. "maafkan Cana yang tidak bisa menjaga ibunda" ujarku yang semakin erat memeluk nenek Viola.

"nenek, kakek, paman, bibi, Aura, maupun kak Edward. Kalian boleh menyalahkan Cana atas kematian ibunda..... hanya saja.... tolong... jangan benci Cana" ujarku dalam dekapan nenek.

Kalian boleh menyalahkanku karena tidak bisa menjaga ibunda, tapi tolong jangan membenciku. Hanya kalian tempatku untuk pulang, aku tidak tahu harus pulang kemana lagi jika bukan ketempat ini.

"tidak, cucuku. Kematian Laticia bukan kesalahanmu, Dewa lebih sayang kepada ibu mu, makanya Dewa memanggil ibu mu lebih dulu. Jangan salahkan dirimu seperti ini" balas nenek Viola. Aku bisa mendengar dan merasakan bagaimana nenek saat ini juga sedang menangis.

"benar, kata nenekmu. Kami disini tidak menyalahkanmu, jadi jangan menyalahkan dirimu seperti ini. Kami disini sudah mengikhlaskan kepergian ibu mu, jadi jangan bersedih lagi" ujar kakek Alliandro.

Nenek Viola melepaskan pelukannya dariku, ia memandangku dengan senyuman yang mengingatkanku senyuman ibunda. Tangan lembut nenek mengusap air mata yang ada di wajahku, "sudah, sekarang jangan menangis lagi. Mulai saat ini kamu adalah cucu dan keponakan kami yang paling kuat" ujar nenek.

Perkataan nenek membuatku terasa lega, beban yang sedari tadi aku bawa terasa mulai lepas sedikit demi sedikit. Aku tersenyum memandang nenek yang masih memandangku, "terima kasih" ujarku tulus.

Jika ada sesuatu yang paling aku syukuri dari kehidupan keduaku ini, aku akan menjawab, aku sangat-sangat bersyukur masih bisa bertemu dengan keluargaku yang ada disini, di Gurandel.

"apakah kak Cana sudah selesai? Aura juga ingin dipeluk nenek" kalimat polos Aura yang membuat sedih kami berubah jadi tawa.

"sini, Aura peluk kakek saja" ujar kakek Alliandro merentangkan tangan

Dengan senang Aura langsung berlari menuju kakek, "sekarang kita seri, kakak dipeluk nenek, aku dipeluk kakek" ujarnya senang.

Kembali kami tertawa melihat bagaimana polosnya sikap Aura, sebuah kebahagiaan kecil yang tidak akan bisa tergantikan.

Dewa, tolong jaga kebahagiaan kecil keluarg ini untuk terus berlanjut, aku juga berjanji akan selalu menjaga kebahagiaan keluarga ini dari orang-orang jahat.

Doa dan janjiku terhadap keluarga ini, aku harap ibunda juga mendoakan aku dari atas sana untuk bisa menepati janjiku ini.


















# Gomen, Ayu gk bisa bikin suasananya jd sad gitu, Ayu binggung mau bikin kyk gimana soalnya klu tema kerajaan gitu rada kaku. Jadi maaf ya Minna

See u next bab Minna
Arigathanks

I'm The Villain [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang