Kenapa

10.5K 720 1
                                    



Happy Reading

"Loh, kamu Azzar kan? Kenapa kamu bisa ada disini?" Tanya Dijah yang terkejut ketika melihat keberadaan salah satu anak muridnya di rumah ini.

"Seharusnya saya yang tanya Ibu, ada urusan apa Ibu ada di rumah saya?" Pernyataan Azzar sontak membuat Dijah membeku seketika.

"Jangan-jangan anaknya Bu Syifa itu Azzar. Ya Allah, takdirmu sungguh luar biasa." Ucap batin Dijah yang cukup terkejut dengan yang hal ini.

"Eh, i-itu saya kesini karena diajak oleh Bu Syifa tadi. Maafkan saya kalau lancang untuk datang kesini." Balas Dijah dengan lirih sambil tertunduk.

"Sebenarnya yang lebih tua itu gue atau dia sih, perasaan kaya takut gitu sama gue." Ucap batin Azzar yang melihat tingkah Dijah yang tertunduk seperti ketakutan kepadanya.

"Loh, kamu udah pulang Zar. Oh iya, kenalin dia Dijah yang udah nolongin Mama tadi yang hampir ketabrak motor." Ucap Syifa yang sudah selesai berganti baju dan melihat Azzar yang sudah berada di ruang tamu.

"Iya Ma, tapi Mama ngak papa kan? Ngak ada yang terluka kan?" Tanya Azzar yang begitu khawatir dengan keadaan Mama-nya.

"Ternyata kalau di rumah Azzar sangat berbeda dengan di sekolah, dia lebih ramah juga lebih lembut." Ucap batin Dijah yang melihat perubahan sikap Azzar yang sangat berbeda saat di sekolah dan di rumah.

"Alhamdulillah, Mama ngak papa kok. Dijah ini tadi yang bantu Mama." Kata Syifa sembari memegang tangan Dijah.

"Oh." Jawab Azzar singkat dan datar sambil berjalan ke kamarnya meninggalkan Syifa dan Dijah di ruang tamu.

"Kok cuman gitu jawabnya, kebiasaan." Ujar Syifa yang tidak terima dengan sikap anaknya yang begitu cuek dengan kehadiran Dijah.

"Bu, saya permisi pamit pulang ya." 

"Yah, kok buru-buru sih Nak. Ya udah deh, tapi kamu di anterin sama Azzar ya. Kan saya udah janji tadi."

"Maaf Bu bukannya apa-apa, tapi kasihan Azzar-nya yang baru pulang pasti dia kelelahan. Saya naik bus saja Bu, Insya Allah aman." Sahut Dijah lembut sembari tersenyum ramah.

"Ya Allah, tutur katanya lembut dan santun sekali. Semoga Azzar jodohnya sama Dijah, ya Allah." Ucap batin Syifa yang dibuat terkagum-kagum dengan sikap lembut Dijah itu.

"Ngak, kamu ngak boleh naik bus. Saya akan pesankan taksi sajasekaligus saya yang bayar, oke. Ngak ada penolakan."

"Baiklah Bu, terima kasih banyak." 

Di sisi lain Azzar yang telah selesai membersihkan tubuhnya, kembali termenung di atas ranjangnya sembari memikirkan perkataan sahabatnya tadi.

"Apakah kamu wanita yang ku butuhkan?." Monolog Azzar kepada dirinya sendiri.

___________


Keesokan paginya, Dijah seperti biasa memulai rutinitasnya untuk mengajar. Tidak seperti biasanya, dia harus memutar jalannya karena ada perbaikan jalan di sekitar halte tempat Dijah biasa menunggu bus. Karena belum terlalu mengenal jalan di kawasan yang dilaluinya, Dijah pun sering bertanya kepada orang-orang di sekitar tempat itu. Hingga sampailah ia di gang yang menghubungkan langsung dengan halte bus. 

Namun, tiba-tiba ia melihat segerombolan preman yang sangat banyak memenuhi jalan gang tersebut. Bahkan terlihat preman tersebut ada yang memegang golok bahkan tongkat yang cukup besar.

"Astaghfirullah. Bagaimana ini, mengapa ada preman disini. Apa yang harus aku lakukan. Aku bisa terlambat kalau begini. Tapi kalau aku berjalan ke sana, masih ada preman itu. Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan." Ucap batin Dijah yang gelisah akan keadaannya.

Ketika sedang berpikir keras tentang bagaimana caraya ia sampai di halte, bersamaan dengan itu para preman yang tadi berdiam di ujung gang tiba-tiba berjalan kearahnya. Seketika tubuh Dijah gemetar ketakutan, ia bingung harus melakukan apa. Hingga tiba-tiba ia mearasakan tubuhnya di tarik ke sebuah celah sempit dekat gang tersebut oleh seseorang.

"Kamu?"

"Suttt, bisa diem ngak. Kalau mau selamat diem, ngak usah banyak tanya." Bisik orang tersebut dengan lirih kepada Dijah yang sekarang tubuhnya dihimpit oleh tubuh kekar orang tersebut.

"Eh, kalian ngapain di situ?" Teriak salah satu preman ketika melihat mereka berdua.

"Ngak bang, ini pacar saya ngajak berangkat bareng tapi agak rewel. Iya kan, Sayang ?" Ucap orang tersebut yang membuat Dijah seketika terkejut dengan penuturannya, terlebih orang tersebut adalah anak didiknya sendiri. Dia adalah Azzar Abdullah Firdaus yang membuat mereka di posisi sedekat ini.

*Cup*


Tubuh Dijah serasa membeku ketika Azzar dengan beraninya mengecup keningnya dan menatapnya dalam.

Para preman tadi bahkan sudah pergi sedari tadi, tetapi keduannya masih terpaku dengan tatapan satu sama lain. Ada sedikit getaran dalam kedua hati mereka ketika saling menatap satu sama lain, hingga Dijah sadar dengan keadaannya dan berusaha mendorong tubuh Azzar walaupun kenyataannya sangat pelan sekali.

"Mengapa kamu melakukan hal itu? Kenapa kamu lancang seperti tadi?. Kamu pikir saya ini apa?" Ucap Dijah dengan suara pelan bahkan tanpa sadar kedua matanya sudah berkaca-kaca, ketika menatap Azzar.

"Maaf, saya terpaksa melakukan hal itu. Seharusnya anda berterima kasih kepada saya karena telah menyelamatkan anda dari preman tadi. Bukannya malah seperti ini. Lagian itu bukan bibir kan, saya hanya mencium kening. Mengapa anda sensitif seperti ini." Balas Azzar datar tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Dijah tidak menyangka bahwa Azzar bisa-bisanya berbuat dan berkata demikian tanpa merasa bersalah sedikit pun. Ia ingin memarahinya juga membentaknya, namun dirinya tidak bisa. Karena meskipun ia marah-marah sekalipun, pasti akan disepelekan begitu saja.

Tanpa menanggapi ucapan Azzar, Dijah pun langsung bergegas pergi meninggalkan tempat itu tanpa memerdulikan Azzar kembali. Hatinya terasa sakit mengingat perkataan dan perbuatan Azzar terhadapnya.

"Huh, dasar cewek." Ucap Azzar yang juga langsung pergi dari sana.




Bismillah
Semoga suka ya

Jangan vote and comment ya..😀☺😀

Imam Mudaku [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang