Happy Reading
Setelah mendapat saran dari omnya kemarin, kini Azzar dan Dijah memutuskan untuk langsung periksa ke rumah sakit. Sungguh ketika Azzar dan dokter Royan mengatakan untuk memeriksa kandungannya, Dijah sempat terkejut akan hal itu. Karena Dijah tidak pernah merasakan gejala kehamilan yang ia pelajari selama ini.
"Bu Khadijah Safira Abdullah." Panggilan seorang perawat mengintrupsi Azzar dan Dijah untuk segera memasuki ruangan dokter kandungan tersebut.
"Permisi, Dok."
"Iya silahkan masuk, Dek." Ucap seorang dokter berhijab yang tengah duduk di kursinya, ketika melihat pasangan yang baru saja memasuki ruangannya itu.
"Dek?" Batin Azzar dan Dijah bersamaan.
"Nemenin Ibunya ya, tapi Ibunya dimana? Istri bapak?"
"Ya Allah, Dok. Emang saya setua itu ya. Ini Istri saya, Dok." Jawab Azzar kesal, yang membuat Dijah terkekeh geli dibuatnya.
"Oh maaf, soalnya wajah Istri bapak masih imut gini."
"Jangan panggil saya Bapak, Dok. Saya ngak setua itu, saya aja masih sekolah."
"Ah iya, Dek. Kalian silahkan duduk dulu ya."
"Terima kasih, Dok."
"Iya. Jadi, apa keluhan dari adek berdua ini?"
"Em, sebenarnya kita datang untuk memastikan sesuatu, Dok. Istri saya ini apakah hamil atau tidak."
"Oh begitu, kalau boleh tahu adek kapan terakhir menstruasi?"
"Bulan ini saya belum datang bulan Dok, tapi saya menganggap hal itu sudah biasa karena saya sering terlambat datang bulan."
"Em, baik. Apakah adek merasa mual, lemas, pusing, atau nafsu makan turun?"
"Tidak, Dok. Kecuali kepala saya jadi sering pusing."
"Kalau menginginkan sesuatu yang harus dituruti?"
"Tidak juga, Dok."
"Loh kok gejalanya aku semua yang ngalamin." Batin Azzar heran.
"Baik, adek ikut saya sebentar ya biar saya periksa lebih lanjut."
"Baik, Dok. Sebentar ya, Mas."
"Iya, Sayang."
Sungguh Azzar merasa gelisah sekali dari tadi, apalagi dari tadi Dijah dan dokter yang memeriksa Istrinya itu belum selesai juga.
Setelah beberapa menit melakukan pemeriksaan akhirnya Dijah dan sang dokter pun kembali ke kursi.
"Bagaimana Dokter keadaan Istri saya?" Tanya Azzar sambil menggenggam tangan mungil Dijah.
"Dari hasil pemeriksaan, alhamdulillah Istri adek positif hamil dengan usia kandungan delapan minggu."
Azzar dan Dijah hanya bisa tertegun dengan ucapan sang Dokter. Dengan tangan bergetar, Dijah mulai mengusap lembut perutnya yang masih datar itu seraya tersenyum lebar.
"A-anakku sayang." Batin Dijah sembari tersenyum menatap perutnya.
Melihat betapa bahagianya Dijah saat ini, perlahan tangan besar Azzar melingkupi tangan mungil Dijah yang tengah menyentuh perutnya dengan usapan kecil di punggung tangan Dijah. Dijah yang melihat tangan suaminya langsung menoleh ke arah Azzar yang ternyata tengah melihat ke arah sang Dokter.
"Karena kandungan adek bisa dibilang masih rentan, adek harus menjaga asupan nutrisinya ya. Jangan melakukan aktivitas yang membutuhkan tenaga yang cukup besar dan adek sebagai suami harus menjaga Istrinya loh, pikiran yang stres juga mengganggu kesehatan janin di dalam kandungannya ya."
"Baik, Dok." Jawab Azzar dan Dijah bersamaan.
"Kalau begitu ini resep vitamin yang bisa adek minum ya setiap tiga kali sehari."
"Baik, Dok. Terima kasih sekali lagi, kalau begitu kami permisi dahulu. Assalamualaikum."
"Iya, hati-hati. Walaikumussalam warakhmatullah."
--
-
-
Di dalam mobil tak henti-hentinya Dijah menampilkan senyuman bahagianya dengan tangan mungilnya yang senantiasa mengelus lembut perutnya yang masih rata itu, wajahnya kini tengah memancarkan aura yang begitu bahagia dan ceria. Namun, tiba-tiba muncul sebuah kecemasan ketika melihat Suaminya yang dari tadi hanya menampilkan wajah datar dan kini fokus melihat ke arah depan.
"Apakah Mas Azzar tidak bahagia dengan kehadiran dia? Apakah dirinya menganggap bahwa dia adalah sebuah beban? Ya Allah, hamba takut Mas Azzar tidak mau menerima anak kita ini." Ucap batin Dijah dengan kepala yang menunduk sedih sambil terus mengusap lembut perutnya.
Usapan lembut di pucuk kepalanya, sontak membuat Dijah langsung mengalihkan tatapannya ke arah sang Suami.
"Jangan pernah memikirkan atau berasumsi sesuatu yang tidak-tidak. Aku bahagia dia bisa hadir disini, menjadikanku sosok ayah untuknya nanti. Aku sangat bersyukur dan bahagia akan hal itu." Ujar Azzar sembari menatap lembut Dijah dengan senyuman tersungging di wajah tampannya.
"Ma-Mas."
"Kita rawat dia sama-sama ya, aku seminggu lagi ujian. Setelah itu, aku akan fokus mengurus perusahaan Mamah dan mengembangkan usahaku sendiri. Aku akan berusaha memenuhi nafkah lahiriah untuk kamu dan anak kita."
"Ap-apakah Mas tidak kuliah? Mas harus kuliah agar Mas bisa memperdalam pengetahuan Mas."
"Aku akan kuliah sembari bekerja tentu saja."
"Dijah takut Mas akan kelelahan, karena harus mengerjakan urusan kantor dan kuliah secara bersamaan."
"Kamu tenang saja ya, insya Allah aku akan menjaga kondisiku bersamamu."
Dijah hanya tersenyum manis sambil menganggukkan kepalanya.
"Aku akan berusaha membahagiakan kalian semampuku."
Tiba-tiba tangan kekar Azzar mengelus lembut perut rata sang Istri, berharap jika anaknya bisa merasakan bahwa dirinya adalah Ayah kandungannya.
"Assalamualaikum anak Ayah, semoga kamu selalu sehat ya Nak. Jaga Umi ya sayang."
"Tuh ummi kamu pipinya merah, Nak." Ucap Azzar seraya terkekeh dengan tangan masih mengusap lembut perut Dijah.
"Maaaaaass." Rengek Dijah sambil menutup mukannya dengan kedua telapak tangannya.
"Hahahaha, kamu imut banget sih Yang." Ucap Azzar yang merasa bahagia karena berhasil membuat wajah sang Istri merona.
"Mas, sudah ih. Hobi banget godain Dijah."
"Habisnya, kamu terlalu imut buat dianggurin Sayangku. Apalagi kalau wajahmu sedang merona, wah kecantikanmu bertambah berkali-kali lipat rasanya." Ucap Azzar, seraya tersenyum gemas ketika melihat sekilas ke arah sang Istri yang semakin merona malu.
"Ya Allah, Maaasss." Kedua tangan mungilnya langsung menutupi wajahnya yang saat ini tengah di landa malu luar biasa.
"Iya-iya, maaf." Dengan lembut, Azzar pun mengusap lembut kepala sang Istri yang tertutup jilbab berwarna hitam itu.
Siapa yang akan mengira jika keduanya bisa sedekat ini, dahulu mereka hanya menganggap tidak akan ada hubungan yang spesial yang akan terjalin di antara mereka selain guru dan murid. Bahkan sempat terbesit di dalam pikiran keduanya tentang pernikahan pun belum sempat, tetapi takdir Allah berkata lain. Mereka kini berakhir sebagai sepasang suami istri yang terlihat begitu menyanyangi satu sama lain, dan itulah yang dinamakan jodoh tidak akan kemana.Terkadang memang takdir bisa berjalan selucu ini, siapa yang akan mengira jika guru dan murid bisa dipersatukan sebagai pasangan suami dan istri. Dalam peraturan hukum memang dilarang jika siswa melakukan pernikahan sebelum mereka lulus, tetapi ketika Allah bertindak maka aturan pemerintah yang seketat apapun tak akan mampu menahan takdir itu untuk tidak terjadi.
Intinya, percayalah pada takdir yang sudah ditetapkan Tuhan untukmu. Karena Tuhan lebih mengenal dirimu dari pada dirimu sendiri.Bismillah
Semoga suka ya☺☺☺
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Mudaku [End]
Romansa{Part masih lengkap} *Tahap Revisi* Ketika Cinta Tak Memandang Tempat Berlabuh