Happy Reading
"Maka dari itu Sayang, Ibu mau kamu menikah dengan Azzar." Ujar Syifa yang membuat Dijah terbelalak tak percaya.
"Me-menikah, Bu." Kata Dijah yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, seraya melihat ke arah Azzar yang menatapnya dingin tanpa berniat membantah sedikitpun seolah dirinya sudah tahu lebih dulu.
"Ba-bagaimana mungkin saya menikah dengan Azzar, Bu? Say-saya bahkan belum terlalu mengenalnya dan dia kan murid saya Bu." Ujar Dijah lembut sembari memegang erat tangan Syifa, dan seolah mengatakan bahwa keinginan Syifa kali ini terlalu jauh untuknya.
Tak pernah terlintas dalam benak Dijah, dirinya bisa menikah dengan seseorang yang lebih muda darinya. Karena jujur saja, impian Dijah adalah bisa menikah dengan laki-laki yang paling tidak satu tahun lebih tua darinya atau minimal seumuran. Tetapi, menikah dengan orang yang lebih muda darinya sedikit membuat pikiran dan perasaan Dijah tidak nyaman di buatnya.
Impian Dijah selama ini adalah salah satunya dapat menikah dengan seseorang yang bisa membimbingnya ke arah yang lebih baik lagi, dan memang dalam benak Dijah yang terpikirkan adalah seseorang yang mampu membimbingnya itu sosok suami yang lebih tua darinya. Tetapi memang hal itu tidak bisa menjadi indikator penentu, namun masalahnya Dijah tidak pernah membayangkan bila harus menikah dengan anak muridnya sendiri. Dijah memikirkan tanggapan masyarakat dan masa depan Azzar tentu saja, belum lagi tanggapan teman dan para guru di sekolah ketika mengetahui ada guru perempuan yang menikahi anak didiknya sendiri. Mungkin Dijah terlalu overthinking, tetapi pikiran itu tidak bisa Dijah lepaskan begitu saja bukan.
>>>............................<<<
Setelah mendengar permintaan dari Syifa, Dijah tidak langsung menjawabnya. Ia meminta waktu untuk memikirkan hal tersebut karena perihal ini bukan hanya melibatkan dirinya dan Azzar saja, melainkan melibatkan seluruh anggota keluarga dari kedua belah pihak.
Kini Syifa telah tertidur di kamarnya, setelah makan dan minum obat. Sekarang Azzar telah duduk berhadapan dengan Dijah yang masih menundukkan wajah dalam.
"Ke-kenapa kamu tidak menolaknya?" Ucap Dijah dengan lirih yang mencoba membuka percakapan di antara mereka, meskipun pandangannya masih senantiasa memandang ke arah lantai.
"Alasan terkuat adalah karena kondisi Mama. Kau tahu, Dokter mengatakan kondisi Mama rentan sekali drop karena Mama mengidap penyakit jantung yang bisa dibilang cukup parah. Mama bahkan bisa langsung kritis kalau mengalami stres, kelelahan, juga tertekan secara bersamaan. Lalu bagaimana aku menolak keinginan Mama, kalau kondisinya sangat rawan seperti ini." Balas Azzar dengan tatapan masih terpaku pada wajah ayu milik Dijah, yang seakan mengalihkan dunianya mulai hari ini.
Sedangkan Dijah yang sedari tadi mendengarkan penjelasan Azzar sangat terkejut, dia tidak menyangka Syifa mengidap penyakit seserius itu. Lalu apa yang harus dilakukannya, bagaimana jalan yang bisa ia pilih dan pilihan apa yang harusnya ia ambil itulah berbagai pemikiran yang sudah berlalu lalang dalam pikiran Dijah. Ia tidak tahu harus berbuat apa saat ini, selain meminta petunjuk terbaik dari Allah.
"Sebenarnya saya memimpikan sebuah pernikahan dengan seseorang, yang juga mencintai saya dengan tulus dan bisa membimbing saya dalam ketaatan kepada Allah. Juga saya hanya menginginkan pernikahan sekali seumur hidup, apakah kamu paham maksud ucapan saya?" Sahut Dijah dengan nada lembutnya, sambil meremas kedua tangannya gugup.
"Aku paham ucapanmu, bukankah perasaan cinta akan tumbuh karena terbiasa. Sekarang yang kita pikirkan bukan hanya kamu dan aku, tetapi ada nyawa seseorang yang sangat berarti dalam hidupku yang tergantung pada keputusan kita. Aku juga masih ingin bebas tanpa terikat sebuah pernikahan seperti itu, dan menghabiskan masa mudaku seperti anak muda yang lainnya. Tetapi aku sadar, aku tidak boleh egois. Mama-ku telah berkorban banyak untukku selama ini, mungkin Tuhan ingin aku membalas kebaikkan Mama-ku dengan cara ini. Meskipun aku harus berkorban untuk melaksanakannya. Lalu apa yang akan kamu lakukan ketika berada di posisiku seperti sekarang ini?"
Dijah pun langsung terdiam takjub, ketika mendengar jawaban Azzar yang begitu dewasa itu. Sungguh Dijah sangat merasakan perbedaan dengan sikap Azzar ketika berada di sekolah dan ketika berada di rumah.
"Masalah pendewasaan, apakah kamu pikir aku masih kekanak-kanakan? Sehingga kamu sangat meragukan kemampuan dan kesanggupanku sebagai seorang kepala rumah tangga nanti. Aku menebak, kamu itu menginginkan seorang suami yang menurutmu yang sempurna itu yang usianya lebih tua dari kamu kan dan ilmu agamanya sangat tinggi. " Kata Azzar dengan nada datarnya, yang sekaligus menyinggung perkataan Dijah tadi.
"Bu-bukan begitu maksud saya, Azzar. Saya minta maaf bila perkataan saya tadi menyinggung kamu, tetapi sungguh saya menyampaikan keinginan saya mengenai pernikahan yang saya impikan. Bukan maksud saya untuk menyinggung kamu, sama sekali tidak terpikirkan dalam benak saya untuk meragukanmu." Ucap Dijah dengan nada yang begitu lirih, karena dirinya sebenarnya sedikit takut dengan tatapan tajam Azzar ke arah dirinya sekaligus nada bicaranya yang terdengar begitu dingin itu.
"Memang untuk masalah agama aku bukanlah orang yang sangat taat seperti seseorang yang kamu impikan dalam hidupmu untuk menjadi imam rumah tanggamu, tetapi satu hal yang harus kamu tahu aku sangat mencintai Mama-ku. Sosok yang selalu ada untukku, rela berkorban untukku, dan mengutamakan kebahagiaan untuku meskipun ia harus mengorbankan segalanya. Karena hal itulah, prinsip utama dalam hidupku adalah aku tidak akan menyakiti wanita karena mama-ku juga seorang wanita. Dan setahuku tidak ada manusia yang sempurna yang tidak luput dari kesalahan dan dosa, jadi dalam pernikahan itu memang seharusnya suami istri saling menyempurnakan dan melengkapi satu sama lain bukan." Balas Azzar dengan nada yang berubah menjadi lembut, dengan tatapan mantanya yang juga berubah sayu kepada Dijah.
Dijah pun semakin di buat terpukau dengan perkataan Azzar, dalam benaknya terpikirkan apakah sifat asli Azzar memang sedewasa ini dan kelakuannya di sekolah itu hanya keplasuan belaka.
"Dan satu lagi, aku tidak akan mengandalkan uang dari orang tuaku untuk membiayai keperluan rumah tanggaku nantinya. Aku akan berusaha mencari pekerjaan agar keluargaku tetap tercukupi nafkah lahiriyah-nya. Memang rumah yang aku tinggali sekarang cukup besar dan pastinya kamu menganggap diriku tidak bisa lepas dari bantuan orang tua, tapi percayalah aku akan membahagiakan keluarga kecilku nanti dengan caraku sendiri." Jelas Azzar panjang lebar, yang entah mengapa membuat Dijah sangat tersentuh dengan pemikiran Azzar yang sangat dewasa itu.
"Berikan saya waktu tiga hari ya, saya ingin meminta petunjuk dari Allah mengenai hal ini. Selain itu, saya juga perlu membicarakan hal ini dengan Ibu saya. Percayalah saya tidak bermaksud meragukan kedewasaanmu dan kemampuanmu, saya yakin kamu adalah laki-laki yang bertanggung jawab dalam berbagai masalah. Saya hanya ingin mempertimbangkan hal ini, karena kita belum mengenal lebih jauh. Tunggulah tiga hari saja, saya akan memberikan jawabannya kepadamu." Ucap Dijah seraya tersenyum lembut ke arah Azzar.
Azzar pun hanya terdiam, sembari menatap senyuman yang terukir di bibir Dijah yang entah mengapa membuat perasaannya terasa begitu aneh.
"Kalau begitu saya pulang dulu, sampaikan salam saya pada Bu Syifa nanti. Dan apabila beliau menanyakan tentang keputusan saya, kamu bilang saja saya masih memikirkannya. Saya pamit dulu, sekali lagi maafkan saya yang belum bisa memberikan keputusan." Kata Dijah, sambil berdiri dari duduknya dan membawa tas miliknya.
"Tunggu, biar aku antar." Balas Azzar yang juga ikut berdiri, yang membuat Dijah hanya tersenyum tipis ke arahnya.
"Tidak usah, kamu harus menjaga Bu Syifa di sini. Saya pamit dulu ya, permisi. Assalamualaikum." Dijah pun berjalan keluar dari rumah Syifa itu, meninggalkan Azzar yang tengah memandangnya dengan tatapan yang tersirat sebuah emosi yang hanya Tuhan dan dia yang tahu.
Bismillah
Semoga suka ya...😃
Jangan lupa vote and comment...☺☺
BTW, bab ini ada penambahan sih...hehehe. Jadi agak beda sama sebelumnya...
Bye
Wassalam
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Mudaku [End]
Romance{Part masih lengkap} *Tahap Revisi* Ketika Cinta Tak Memandang Tempat Berlabuh