Happy Reading
Dijah pun mengernyitkan keningnya bingung, ketika tak mendengar sahutan dari muridnya ketika namanya sudah ia panggil.
"Azzar Abdullah Firdaus, apakah tidak hadir? Ada yang tahu dia kemana?" Tanya Dijah seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas.
"Naufal sama Rangga Bu yang biasanya bareng Azzar." Celetuk salah satu siswa sambil menunjuk dua orang laki-laki yang duduknya berada di depan dan belakang.
"Saya ngak tahu, Bu. Tadi pagi kita ngak bareng." Balas Naufal sambil menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah, kalau begitu..."
*Brak...*
Ucapan Dijah seketika terhenti dengan suara pintu yang dibuka dengan kasar. Sontak hal tersebut membuat semua orang yang ada di kelas tersebut menoleh ke sumber suara.
"Eh, Azzar." Celetuk salah satu siswi di kelas itu, ketika melihat siapa yang membuka pintu kelas mereka.
"Kamu Azzar Abdullah Firdaus? " Tanya Dijah dengan nada yang masih sangat lembut, tanpa ada bentakan sedikit pun.
"Iya, saya Azzar." Jawab Azzar dengan nada dinginnya, sembari berjalan memasuki kelas dan duduk di kursinya yang terletak pada barisan ke dua dari depan yang masih dekat dengan meja guru tepatnya berada di sebelah Naufal.
"Kamu darimana saja? Bukannya bel masuk sudah dari tadi." Kata Dijah yang masih bertahan dengan nada lemah lembutnya.
"Itu bu Dijah kayaknya emang bawaan lahir ya, ngak bisa ngomong keras deh. Iya kan? Itu lagi negur atau gimana sih, tapi nadanya lembut banget kayak sutra." Bisik Rangga yang merupakan teman Naufal yang memang duduk di belakang meja yang ditempati Naufal dan Azzar, seraya melihat Dijah yang sedang berbicara dengan Azzar.
"Ya kali ngobrol biasa, Kuyuk. Itu lagi marah, tapi kok marahnya enak didenger gitu yak." Bisik Naufal, tanpa menoleh ke belakang.
"Saya tadi ke ruang BP dahulu dan ada sedikit kendala." Balas Azzar singkat dan ditambah dengan nada datarnya.
"Baiklah, karena ini adalah pertama kali saya masuk di kelas ini makamasih saya tolerir. Tapi jangan di ulangi lagi ya." Ujar Dijah dengan nada yang begitu lembut dengan memandang Azzar cukup intens.
Azzar pun sedikit tertegun karena mendengar tutur kata yang begitu lembut ditelinganya terlebih gurunya ini memiliki wajah manis yang cukup membuat hatinya bergetar.
"Khem, iya Bu." Ucap Azzar yang menjadi salah tingkah sendiri ketika mengucapkan "Bu" untuk wanita yang ada di depannya ini.
"Ini juga berlaku untuk semuanya ya, kalian harus sudah berada di kelas sebelum saya datang. Apabila ada yang melanggarnya, akan saya berikan punishment khusus."
"Iya, Bu." Jawab semua siswa yang ada di kelas itu.
"Baiklah, kita akan lanjutkan pelajaran kali ini. Saya akan melanjutkan materi yang telah disampaikan oleh Bapak Rizki sebelumnya, sekarang buka modul kalian halaman sembilan puluh sembilan ya." Ujar Dijah seraya berjalan menuju mejanya untuk mengambil buku pegangan guru miliknya.
-
-
-
-
Tak terasa jam istirahat pun telah tiba, yang membuat Dijah harus menghentikan pembelajarannya.
"Karena sudah jam istirahat, akan saya akhiri pembelajaran kali ini. Jangan lupa tes lisan kalian dengan saya adalah hafalan surah Ar-Rahman ayat satu sampai ayat dua puluh ya. Kalau kalian ingin menambah ataupun langsung hafal semua ayatnya saya akan kasih nilai istimewa.
Jadi berusaha semaksimal mungkin, oke. Dan berhubung semua murid di kelas ini muslim, maka saya sangat berharap kelas ini banyak yang unggul daripada kelas lainnya. Baiklah, akhirul kalam, wassalamualaikum warakhmatullahi wabarakatuh." Ucap Dijah sebelum berlalu keluar dari kelas."Walaikumussalam warakhmatullahi wabarakatuh." sahut semua siswa.
"Zar, Bu Dijah cantik ya. Lemah lembut gitu orangnya, apalagi sholehah lagi. Beuh, paket komplit dah. Gue pengen deh jadi suaminya, triple wow amazing ngak sih. Bakal bahagia dunia akhirat, ya ngak sih." Ujar Rangga yang kini sudah berpindah tempat duduk di depan meja Azzar dan Naufal.
"Eleah, sholat aja masih bolong-bolong lo. Mau nikah sama Bu Dijah, auto buang ke laut deh." Sahut Naufal dengan memutar bola matanya malas, ketika meladeni sahabatnya yang agak geser otaknya itu.
"Sebelum lo ngatain gue, mending ngaca dulu Men."
"Sorry ya, Men. Gue lebih baik daripada lo keles. Tapi Zar, kayaknya Bu Dijah adalah orang yang tepat yang dibutuhin Kakak lo ngak sih. Secara ya, Bu Dijah itu karakternya lemah lembut dan kalem jadi kalau berhubungan sama mental itu cocok banget ya kan." Ujar Naufal sembari menatap serius kearah Azzar yang sedari tadi hanya diam.
"Iya bener juga lo, tumben kantung semar ini bener." Sahut Rangga dengan raut wajah yang mengejek ke arah Naufal.
"Dasar plastik soto, badan sixpack gini dibilang kantung semar." Balas Naufal yang tidak terima dengan ucapan sahabatnya itu, sembari mulai mengejar Rangga yang sudah berlari keluar dari kelas untuk menghindari amukannya.
Sedangkan Azzar kini masih duduk, sambil merenungkan kata-kata dari sahabatnya itu. Dirinya kembali teringat keadaan sang Kakak yang menjadi salah satu alasan kenapa dirinya berubah menjadi Azzar seperti sekarang ini.
__________
Tak terasa bel pulang sekolah akhirnya berbunyi, yang membuat semua siswa-siswi SMA Jaya Garuda berhamburan keluar kelas.
"Dijah, gimana first experience ngajar kelas tadi?" Tanya Salma yang berjalan beriringan dengan Dijah yang sama-sama akan pulang.
"Cukup baik, alhamdulillah. Ngak seserem yang kamu katakan tahu. Tapi ada satu siswa yang kayaknya agak bandel."
"Pasti Azzar kan, huh. Dia itu emang bad boy, tapi menurutku bad boy-nya masuk kategori sedang. Ya cuma di tahap bandel ngelanggar aturan sekolah, ngak sampai mainin cewek gitu katanya."
"Gitu ya, aku baru tahu kalau ada level ukuran untuk kadar bad boy seseorang." Sahut Dijah dengan nada polosnya.
"Hahaha, kamu polos banget sih Dijah."
Akhirnya mereka pun sudah sampai di depan gerbang sekolah.
"Ya udah, yang terpenting ngak terlalu mengganggu aja. Eh, aku udah dijemput nih. Kamu mau bareng kah?"
"Ngak usah, aku mau ke supermarket dulu soalnya. Kamu duluan aja."
"Oh, ya udah. Kamu hati-hati ya, Bye. Assalamualaikum." Ujar Salma sebelum berlalu meninggalkan Dijah.
"Walaikumussalam warkhmatullah, bye." Balas Dijah seraya melambaikan tangannya ke arah Salma yang sudah meninggalkannya.
Dirinya pun menuju ke halte depan sekolah untuk menunggu bus yang akan mengantarkannya menuju kontrakannya, ia juga akan menyempatkan untuk berbelanja di supermarket yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Karena mengingat stok bahan makanannya yang hampir habis, terlebih dirinya tidak sempat jika harus menunggu tukang sayur atau pergi ke pasar. Terlebih karena dirinya yang memang orang baru di kota besar ini, jadi dirinya tidak terlalu mengenal bagaimana daerah tempat tinggal barunya itu dan hanya mengandalkan bus yang mengantarnya. Tetapi Dijah juga sudah berkenalan dengan tetangganya, meskipun sangat berbeda dengan kehidupan di desa yang bahkan antar tetangga pun seperti sebuah keluarga.
Bismillah
Semoga suka ya...
Jangan lupa vote and comment...hehehe
![](https://img.wattpad.com/cover/252300306-288-k495036.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Mudaku [End]
Romance{Part masih lengkap} *Tahap Revisi* Ketika Cinta Tak Memandang Tempat Berlabuh