Dia kenapa?

9K 668 3
                                    



Happy Reading

Karena penasaran dan dirinya semakin tidak nyaman, Dijah pun akhirnya menaikkan kepalanya dan langsung bertatapan dengan mata tajam dari seorang Azzar. Jantungnya seperti berdetak dua kali lebih cepat dan seakan mau meloncat dari tempatnya karena berdegub begitu kencangnya.

"Maaf ya Bu, saya terlambat." Ucap lirih Azzar sambil menatap Dijah penuh arti dengan senyuman yang sangat tipis menghiasi wajah tampannya.

"I-iya ngak papa, ka-kalau begitu saya pergi dulu. Kalian semangat ya jualannya." Balas Dijah dengan nada lembutnya, sembari tersenyum manis ke arah anak-anak didiknya itu.

"Iya Bu, pasti itu." Serentak semua siswa.

"Cantik." Bisik Azzar ketika Dijah berjalan melewatinya, yang masih bisa di dengar oleh sang empunya dan membuatnya menatap Azzar yang kini juga tengah menatapnya seraya mengedipkan sebelah matanya. Dijah pun merasakan kedua pipinya menjadi panas, dirinya pun langsung mengalihkan pandangannya dan mengedipkan kedua matanya gugup.

"Bu Dijah sakit ya? Kok pipinya merah banget." Ujar salah satu siswi yang tidak sengaja melewati Dijah, dan melihat kedua pipinya yang tampak memerah.

"Eh?, eng-enggak kok. Saya permisi dulu." Balas Dijah yang terdengar gugup, sambil menundukkan kepalanya dan berjalan menjauhi stan dengan keadaan malu juga salah tingkah akibat perbuatan Azzar itu.

Azzar yang melihat ingkah malu-malu Dijah yang seperti remaja pun hanya terkekeh geli dibuatnya, yang membuat Rangga dan Naufal saling memandang satu sama lain. Mereka bertanya-tanya, mengapa sahabatnya yang terkenal poker face itu menjadi murah senyum seperti itu.

>>>......................<<<



Ketika berjalan menuju ruang guru, pipi Dijah masih terasa begitu panas. Dirinya bingung, kenapa kedua pipinya mudah sekali berubah menjadi merah ketika di goda oleh anak didiknya yang bernama Azzar itu. Sungguh ia merasa kedua pipinya itu terlalu baper mungkin terhadap kelakuan Azzar yang menurutnya aneh itu.

"Ya Allah, perasaan Azzar kok berubah jadi gini ya," Ucap batin Dijah yang merasa frustasi sekaligus bingung dengan sikap Azzar yang berubah, sembari kedua tangan mungilnya menagkup pipinya yang memanas.

"Loh, Dij. Kamu sakit? Kok pipinya merah gitu?" Tanya Salma ketika Dijah tak sengaja berpapasan dengannya dan melihat pipi temannya itu yang tampak memerah.

"Eng-enggak kok Ma, i-ini palingan cuma kepanasan aja." Balas Dijah yang berusaha setenang mungkin, sembari mengipas-ngipaskan tangannya di depan wajahnya.

"Hah? Panas?. Ini kan masih pagi Dij, aku aja masih dingin kok. Tapi tunggu deh, oh aku tahu. Jangan-jangan kamu blushing nih. Hayoo, Dijah udah blushing aja pagi-pagi. Siapa nih yang udah godain Dijah yang imut ini." Ujar Salma yang sengaja menggoda temannya itu, sambil mencolek dagu Dijah.

"Eng-enggak Ma, kamu ada-ada aja deh."

"Jujur aja sih, Dij. Kamu lagi deket sama seseorang yang juga ada di sekolah ini ya?"

"Ng-ngak Ma, udah-udah jangan di bahas lagi ih." Tawa Salma pun langsung pecah, ketika melihat kedua pipi Dijah yang semakin merona.

"Iya deh, aku berhenti. Eh, absensi kelas kamu udah?" Tanya Salma setelah menghentikan gelak tawanya.

"Oh iya, aku lupa minta ke stan tadi. Tapi Ma, boleh ngak nitip ambilin di sana?"
Sebenarnya Dijah masih merasa canggung dan tidak nyaman dengan keberadaan Azzar yang berada di sana, karena itulah dia meminta Salma untuk mengambilkannya.

Imam Mudaku [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang