Nine : Old Town

72 7 0
                                    

"Anya," panggil Artsya sembari terus memandangi Ryanya yang tengah makan. Ryanya berdeham sebagai balasan.

"Lo mau gak jadi pacar gue?" tanya Artsya tanpa mengalihkan pandangannya barang sesenti dan sedetik pun. Ryanya mendongak. Seketika matanya membola. Tidak percaya dengan apa yang diucapkan Artsya barusan, yang lebih terdengar seperti lelucon.

"Apa?! Lo bercanda?" tanya Ryanya berusaha tidak geer. Artsya menaikkan kedua bahunya dan bersender.

"Ya ... boongan sih. Selama gue gak dilihatin sama mbak-mbak kayak tadi. Soalnya, gue gak suka keramaian apalagi dilihatin kayak gitu. Risih tahu gak?" Ryanya menganggukkan kepalanya paham. Ada rasa lega yang menyusup hatinya. Mendengar penjelasan yang diberikan Artsya.

"Kalo gitu, terserah lo deh. Asal lo nyaman aja."

"Oke, kalo gitu, besok sabtu kita main yuk ke Dufan sama Ancol. Kali ini, gue yang traktir," ucap Artsya bersemangat. Ryanya meminum Milkshake Chocolate-nya dan termenung. Memikirkan tawaran Artsya matang-matang.

"Ayolah, Anya .... gue bosen nih di rumah muluk. Lagian, lo juga biasanya libur-libur ngebo, kan?" tebak Artsya tepat sasaran. Ryanya melototkan matanya tidak terima.

"Apa? Bener kan? Biasanya lo ngebo? Kan emang gitu anak cewek, sukanya ngebo. Kayak adek gue, Stevi. Beuh ... sekalinya dibangunin, susah ... banget. Diajak joging juga gak mau. Nyebelin emang anak cewek itu!" ucap Artsya yang mendadak curcol.

"Hei, lo mau ngata-ngatain adek lo, apa kaum cewek sih?" sewot Ryanya naik satu oktaf. Ada rasa tidak terima ketika kaumnya direndahkan seperti itu. Dasar laki-laki laknat! Artsya pun tersadar dan terkekeh. Menertawakan respon Ryanya yang terlihat lucu baginya.

"Ehe ... ayolah, Anya. Main bareng gue. Kita quality time bareng." Ryanya bersedekap. Melirik Artsya tajam.

"Kenapa harus gue? Katanya, cewek itu sukanya ngebo. Ya udah, gue mau ngebo aja. Lo pergi sana sama sahabat lo! Yang udah kayak pengawal lo itu tuh."

"Ya, ampun! Lo kalo marah kok lucu banget sih. Comel gitu." Tangan Artsya terulur hendak memegang pipi Ryanya. Ryanya yang mengetahui niat Artsya itu pun segera menepis tangannya dan mengembungkan kedua pipinya, gemas.

"Tuh, kan! Mulai deh nggodanya."

"Nggoda-nggoda, lo kira gue apaan? Boneka?"

"11 12-lah," jawab Artsya sembari terkekeh yang dibalas dehaman oleh Ryanya.

"Oke, fix, ya. Gue jemput jam sembilan. Dan lo harus siap! Gak peduli lo masih pake piyama kek, belum mandi kek. Pokoknya, gue sampe rumah lo jam sembilan tepat. Dan lo udah harus di depan rumah lo!"

"Eh-eh, kok—"

"Sstt ... diem! Gue gak terima penolakan!" ancam Artsya yang meniru perkataan Ryanya.

Ryanya berdecih. Menukar makanan mereka. Dan mulai memakan daging steak yang tadi dimakan Artsya. Tentu, saja ia memakan potongan yang berbeda dengan Artsya. Potongan yang tadi ia potong menjadi setengah. Artsya menyunggingkan senyum manisnya. Melanjutkan makan mereka dalam keadaan hening.

♤♤♤

"Sya, sepedaan yuk," ajak Ryanya setelah mereka melaksanakan Salat Asar di sebuah masjid yang terletak di Kota Tua.

"Ngapain?"

"Ya, jalan-jalanlah!"

"Kalo jalan pake kaki, bukan sepeda!" ucap Artsya jujur. Sontak, Ryanya memukul bahu Artsya gemas. Berjalan menghampiri toko penyewa sepeda dan menyewa sebuah sepeda dengan boncengan di belakangnya. Artsya yang tak ingin ditinggal pun menahan sepeda Ryanya yang ingin melaju. Bergegas naik ke atas boncengan.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang