Thirty Four : Graduation

30 2 0
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Entah sudah keberapa kali Ryanya mematut dirinya di depan cermin. Membenarkan jarik yang sejak tadi sudah tergulung rapi. Tapi, entah kenapa masih terasa berantakan. Mungkin, karena efek kegugupannya.

Ceklek

"Anya, mau sampai kapan kamu di sana? Kapan kita berangkat?" tanya seseorang yang baru saja membuka pintu kamarnya. Seorang lelaki tampan yang sudah rapi dalam balutan kemeja putih dan celana bahan bewarna hitam.

"Bentar, sedikit lagi. Ini loh, jariknya kayaknya miring terus," ucapnya sembari membenahi jariknya. Artsya berjalan membuka pintunya lebih lebar. Berjalan mendekati Ryanya dan berdiri di belakangnya. Sama-sama menghadap cermin.

"Mana? Nggak kok."

"Ih, coba kamu teliti lagi. Lihat tuh ujungnya." Ryanya menunjuk ke arah lantai. Memberi arahan kepada Artsya untuk melihat ke bawah. Artsya mengikuti arah tunjuk Ryanya dan menggeleng.

"Nggak ada, kok. Cuman perasaan kamu aja."

"Tapi, Artsya ...."

"Berangkat sekarang! Atau aku tinggal?!" ancam Artsya yang sukses membuat Ryanya memberengut.

"Iya-iya, sebentar." Ryanya meraih topi toganya yang berada di meja rias. Berjalan menuju Artsya dengan langkah lambat. Tampak kesusahan dengan jarik yang dipakainya.

Artsya menghela napasnya. Menggendong tubuh Ryanya dan membawanya turun ke lantai bawah. Memakaikan sepatu Ryanya dan mengulurkan tangannya. Ryanya dengan berat hati menerimanya. Mereka pun berjalan bersama menuju pintu rumah. Menguncinya sebelum masuk ke dalam mobil Artsya. Dengan telaten dan penuh sabar, Artsya memakaikan Ryanya seatbelt.

"Nggak ada yang ketinggalan kan?" tanya Artsya terlebih dulu sebelum memutar kunci mobilnya. Takut-takut ada barang yang tertinggal. Kalau sudah ketinggalan kan repot. Harus putar balik dulu. Sedangkan, jarak rumahnya dengan sekolah sangat jauh. Jadi, akan memakan waktu yang lama kalau memang itu terjadi. Ryanya terdiam. Berpikir-pikir sekaligus me-list di dalam pikirannya.

"Tas yang di atas kasur tadi udah kamu masukin kan?" Artsya menganggukkan kepalanya.

"Oke, nggak ada. Semuanya udah beres."

"Oke, jangan lupa doa!" ujar Artsya mengingatkan. Ryanya balas mengangguk. Mengangkat kedua tangannya dan merapalkan doa dengan khusyuk. Artsya yang melihatnya pun turut melakukannya. Hingga, mobil pun melaju menuju ke sekolah mereka.

Sesampainya di sekolah ....

"Ya ampun! Kalian dari mana aja sih? Kok lama banget?" cerocos Yuan yang sedari tadi menunggu mereka di depan auditorium sekolah.

Kenapa ia menunggu di depan? Karena ia berniat untuk masuk bersama dengan Ryanya dan Artsya nanti. Agar mereka tidak berpencar. Yuan sendiri sudah tampak rapi dalam balutan kebayanya yang bewarna merah maroon dan jarik hitam. Ditemani oleh Joseph yang sudah rapi dalam balutan jas hitamnya dan Gybran yang sudah tampan dengan toganya. Lengkap dengan topi hitam bertali kuning khasnya yang sudah bertengger manis di kepalanya. Bersama-sama menunggu kedatangan kedua sosok tersebut.

"Maaf, Aunty. Tadi habis nunggu Anya dandan," ucap Artsya memberitahu. Yuan menoleh ke arah keponakan perempuannya. Menumpukan kedua tangan di pinggangnya dan menatap keponakannya tajam.

"Kamu, ya! Kalo dandan tuh lihat waktu dong! Gak tahu apa kalian hampir telat," decak Yuan kesal karena harus menunggu mereka hingga hampir setengah jam lamanya. Ryanya yang dimarahi oleh bibinya itu pun hanya bisa menundukkan kepalanya bersalah.

"Maaf, Aunty," sesal Ryanya sembari memainkan kedua tangannya. Yuan menarik napas panjang. Memegang kedua bahu Ryanya dan menepuknya beberapa kali.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang