Twenty Eight : Regret

37 3 0
                                    

"Ayolah, Ma! Gygy kan maunya nyetir mobil sendiri," rengek Gybran tidak terima karena dirinya harus diantar sopir pribadi mamanya dan bukan mengendarai mobil sport miliknya sendiri-seperti rutinitas biasanya.

"Gak boleh! Baru juga kamu sembuh. Udah pingin nyetir mobil aja. Gak tahu apa tanganmu masih diperban gitu."

"Tapi, Ma ...," melas Gybran.

"Gak usah tapi-tapian! Cepat berangkat!" Dengan bibir cemberut, Gybran menyalimi tangan Yuan. Disusul oleh Ryanya yang sedari tadi hanya terdiam. Tak seceria seperti biasanya. Yuan sendiri juga turut kebingungan mengetahuinya.

Apa karena, Artsya? pikir Yuan spontan.

"Anya, kamu beneran gak papa? Dari pagi tadi loh kamu murung terus."

Ya, dari pagi Ryanya tak henti-hentinya terdiam. Bahkan, ia hampir saja makan dengan roti isi sambal setengah mangkok dan bukan selai! Sungguh, mengerikan! Ryanya mengangguk. Tersenyum sekilas dan masuk ke dalam mobil. Yuan menyenggol bahu Gybran-berbisik padanya.

"Sstt ... jaga sepupumu! Jangan sampai dia tambah sedih gegara tunangannya."

"Kok Mama tahu?"

"Tahu apa?"

"Anya punya tunangan," selidik Gybran.

"Ya, tahu. Mama gitu loh. Gak kayak kamu! Gak pernah peka!"

"Tapi kan, Ma-"

"Cepet berangkat, Gy! Nanti terlambat!" sarkas Yuan tak terbantahkan. Gybran menciut. Masuk ke dalam mobil Alphard putih Yuan sebelum akhirnya mobil melaju menuju sekolah.

Sesampainya di sekolah, Ryanya turun dari mobil. Berdiri berdampingan bersama Gybran dan segera berlalu dari sana. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, sebuah siluet seorang lelaki tertangkap dan masuk ke dalam penglihatannya.

"Gy, gue pergi dulu. Jaga diri lo baik-baik," pamit Ryanya sebelum bergegas kabur entah ke mana.

"Eh, Anya-" potong Gybran tatkala Ryanya sudah terlebih dulu pergi. Ia yang merasakan kedatangan seseorang pun menoleh dan mendengus.

"Pantes Anya pergi. Ternyata, ada pengkhianat di sini."

"Anya ke mana? Kok kabur?"

"Anya ke mana? Kok kabur? Cih, basi!" ucap Gybran sengaja mengulangi ucapannya. Sosok tersebut memasang wajah datar-merasa muak.

"Lo ...," desis lelaki itu.

"Kenapa? Lo mau banting gue lagi, Artsya French Anatasya?"

"Nama gue Ahmed Fazari Artsya. Bukan Artsya French Anatasya."

"Pret ... bodo amat! Pokoknya, jangan ganggu Anya lagi! Lo gak berhak!" ancam Gybran di akhir percakapannya. Menatap Artsya tajam dan berlalu dari sana. Artsya menghembuskan napas panjang. Pasti tidak akan mudah untuk membujuk mereka. Tapi, bagaimanapun caranya, ia harus mencobanya! Harus!

♤♤♤

Seorang gadis tengah terduduk di bangku taman. Memandangi taman dalam diam. Ada banyak kupu-kupu di sana. Bertebangan ke sana kemari dengan bebasnya. Tanpa harus menanggung beban layaknya manusia.

"Seperti inikah rasanya patah hati? Kenapa rasanya menyakitkan?" Ryanya mengulurkan telunjuknya. Yang kontan saja dihinggapi oleh kupu-kupu.

"Pasti enak bisa hidup sepertimu. Bisa terbang ke manapun kamu mau. Dan lagi, kamu tidak perlu memikirkan masalah. Apalagi soal lelaki." Ryanya menghela napas berat.

"Kupu-kupu, tolong sampaikan kepada dia yang pernah menyematkan cincin ke jari manisku. Katakan padanya untuk hidup bahagia tanpaku. Karena di detik ini juga, aku tidak ingin bertemunya." Kupu-kupu itu kembali mengepakkan sayapnya. Terbang di udara. Hingga pandangannya terfokuskan pada sesosok pria yang berlari dari balik kupu-kupu itu.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang