Twenty Seven : Ahmed Fazari Artsya

34 3 0
                                    

Tak henti-hentinya suara tawa kebahagiaan dan minuman keberhasilan disajikan. Demon Master atau Artsya, salah satu penghuni ruangan tersebut hanya berdiri. Menatap sepatunya dengan nanar. Teringat akan ucapan yang sangat menyanyat hatinya itu ditambah dengan surat pemberian Rain yang baru saja ia dapatkan dari salah satu pengawalnya. Mengatakan jika itu adalah surat yang diberikan Rain sebelum akhirnya ia menghilang.

Ya, sedari tadi, ia tidak menemukan Rain di mana pun. Ia seperti ditelan bumi. Namun, bukan menghilangnya yang ia permasalahkan. Tapi, isi suratnya yang mengatakan jika Eirene dan Phoenix adalah Ryanya dan Gybran yang selama ini menjadi agen di SWI AGENCY—musuh bebuyutan FII AGENCY. Sedih rasanya tatkala ia baru mengetahuinya sekarang.

Sedangkan, Rain? Ia telah mengetahuinya sedari dulu. Ditambah lagi dengan beberapa kata Eirene yang ditinggalkan untuknya. Beberapa kata yang mampu membuat dunianya runtuh! Kalimat yang berisikan permintaan maaf sekaligus ucapan selamat tinggal.

"Maafin gue, sudah saatnya kita berpisah. Gue ... gak bisa bersama lo lagi, Artsya. Selamat tinggal!" Tak henti-hentinya percakapan itu berputar di pikirannya, bak kaset rusak.

"Cukup!" Suara bariton terdengar menggelegar di ruangan luas berukuran 10×15 meter itu.

"Artsya? Ada apa anakku?" tanya Gun terkejut. Artsya menengadah dengan kedua tangan yang mengepal kuat. Bahkan, buku-buku jarinya kini telah memutih. Akibat dari tindakannya itu.

"Anak? Sejak kapan saya menjadi anak Anda?" ketus Artsya membuat Gun melebarkan kedua bola matanya. Ada rasa kesal di dalam dirinya mendengar nada dingin anak angkatnya itu.

"Semuanya, keluar!" perintah Gun dingin. Kontan saja, orang-orang yang sedari tadi menemani Gun itu pun pergi dari rungan tersebut dan meninggalkan mereka berdua sendirian.

"Coba jelaskan apa maksudmu?"

"Maksud saya? Hah! Mana mungkin orang licik dan seorang pembunuh sepertimu tidak mengerti seperti ini."

"Artsya French Anatasya!"

"Maaf, Tuan Gun. Saya bukanlah Artsya French Anatasya mendiang putra Anda. Saya, Ahmed Fazari Artsya. Nama asli pemberian kedua orang tua saya yang kini telah terbujur kaku di bawah tanah berkat Anda! Ya, Anda lah pembunuh orang tua saya. Oh, bukan orang tua saya saja. Tapi, kedua orang tua Eirene juga. Yakni, putra dan menantu dari Athene," jelas Artsya seraya menatap kedua bola mata lebar pria di depannya.

"Kamu—"

"Saya kenapa? Kalau Anda sampai melukai kedua sahabat saya, saya bisa saja turun tangan dan melaporkan polisi atas dasar pembunuhan terencana. Ingat! Saya masih punya ini!" ucap Artsya sembari menunjukkan ponselnya. Memperlihatkan sebuah rekaman.

"Dan saya tidak bodoh dengan meletakkannya di ponsel saja. Tapi, di semua flashdisk dan tempat penyimpanan saya yang tentunya tersembunyi. Dan Anda tahu kan kalo sampai rekaman ini jatuh di tangan polisi, bagaimana nasib perusahaan Anda nanti. Tapi, jika Anda tidak melakukannya .... Maka, rahasia Anda akan aman."

"Kamu? Bagaimana tahu?"

"Apa? Tentang nama asli dan pelaku pembunahan kedua orang tua saya?" tanya Artsya memastikan. Gun terdiam. Tak menjawab.

"Anda pasti kenal Pak Randy kan? Seorang pembunuh bayaran yang Anda perintahkan kala itu," ucap Artsya mengingatkan.

"Sekarang, dia sudah menyerahkan dirinya ke kantor polisi dan mendapatkan hukuman penjara seumur hidup. Jadi," potong Artsya sembari menarik napasnya dalam-dalam. "Ada baiknya juga Anda menyerahkan diri ke kantor polisi. Karena saya yakin, dosa Anda tidaklah sedikit dan Allah tidak akan mudah mengampuni Anda, Tuan Bercerutu," ejek Artsya di akhir kalimat.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang