Five : First clue

119 13 0
                                    

Mobil lamborghini hitam itu kini berhenti tepat di parkiran yang tidak jauh dari Stadion Utama Gelora Bung Karno. Memperlihatkan banyaknya orang yang tengah berlarian di sana. Gybran mematikan mesin mobilnya. Bercermin beberapa saat dan bersiap keluar tatkala sebuah tangan mengulur di sisinya.

"Udah gue temenin kan? Sekarang, siniin buku diary gue!" Gybran menautkan alisnya. Menyunggingkan senyum dan keluar dari mobil. Berjalan menuju pintu penumpang dan membuka pintu.

"Turun! Gue kunci nih kalo lo sampe gak mau turun."

"Bodo amat! Gue gak peduli. Mau lo kunci, juga gak papa. Toh, gue bisa laporin lo ke aunty."

"Shit! Kalo lo laporin nyokap, gue jamin buku lo gak bakal balik sampe kapan pun!"

"Dasar tukang ngancam!"

"Dasar tukang ngadu!" Ryanya dan Gybran pun saling melipat kedua tangan di depan dada.

Tak mau memperkeruh masalah, Ryanya pun keluar dari mobil dan menutup pintu kuat-kuat. Gybran melotot tak terima. Harus berapa kali ia mengingatkan sepupunya itu untuk tidak membanting pintu mobilnya? Tidka tahu apa inngin memaki sepupunya. Namun, Ryanya telah lebih dulu lari meninggalkan Gybran. Berlari memutari stadion.

♤♤♤

Setelah berlari beberapa putaran, mereka pun mencari makan dan duduk di sebuah warung makan pinggir jalan. Menikmati semangkuk bubur ayam ditemani dengan secangkir teh hangat. Awalnya, Gybran menolak untuk makan di sana. Akan tetapi, karena perutnya yang terus menjerit. Dengan terpaksa, ia menyetujui permintaan sang sepupu dan makan di warung pinggir jalan. Berpemandangan Stadion Gelora Bung Karno. Menikmati kehangatan dari bubur ayam.

Ryanya yang sedari tadi sedang melihat lalu lalang kendaraan pun seketika menoleh tatkala Gybran mengulurkan buku diary Emily di atas meja. Mendorongnya mendekati Ryanya. Ryanya menatap Gybran dalam, yang saat ini tengah memakan buburnya.

"Kenapa? Gak mau? Atau gue ambil lagi?" Ryanya terdiam. Tak kunjung mengambil buku itu. Ia semakin larut dalam keramaian jalan raya dengan hati yang kosong.

"Gy, terima kasih," ucap Ryanya tiba-tiba. Gybran mendelik kaget. Menoleh ke arah Ryanya dengan pandangan bertanya-tanya. Dia lagi tidak kerasukan kan? Kenapa bisa ia tiba-tiba mengucapkan kata terima kasih.

"Buat?"

"Jadi, sepupu terbaik gue." Gybran tersedak. Tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan Ryanya. Ryanya semakin mengerutkan kening tidak mengerti dan menatapnya bingung.

"Apa? Ada yang salah? Emang, bener kan lo sepupu gue? Ya kalik lo om gue. Emang, lo mau?" Gybran terus saja terkekeh. Menepuk pelan pahanya yang terekspos karena pendeknya celana training yang ia kenakan. Katanya sih biar tidak panas. Jadi, ia sengaja memakai celana training hanya sebatas lutut.

"Gini, ya. Sebenarnya, gue itu antara ikhlas dan gak ikhlas punya sepupu kayak lo."

"Napa? Karena gue jelek gitu?"

"Mungkin salah satunya."

Plak

"Dasar jahat!" Gybran terus terkekeh. Mengelus-elus bahunya dan kembali menatap Ryanya tulus.

"Just information, kita kan satu-satunya cucu Oma. So, mau gak mau, gue harus jadi sepupu lo. Toh, gue gak ada sepupu lagi selain lo. Sampe sekarang aja, uncle Jamesh masih jomlo. Gak nikah-nikah. Capek deh gue nungguin sepupu baru. Padahal, gue berharap, uncle bakalan nikah tahun kemarin. Eh, ujung-ujungnya boongan. Nyebelin tahu gak?" Ryanya mengaduk-aduk teh hangatnya menggunakan sedotan. Memandangi jalan raya dengan pikiran berkecamuk.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang